Widget HTML #1

Percaya dengan Proses, Lalu Jangan Lupa Beprasangka Baik

“Perjalanan hidup kita tidak selalu indah, kan?”

Jika memang dalam hidup saban detiknya selalu bertabur keindahan, barangkali semua orang di dunia ini akan betah dan bersandar pada larik puisinya Chairil Anwar, “Aku Ingin Hidup Seribu Tahun Lagi”.

Sedangkan pada kenyataannya, hidup tidak pernah sesederhana itu. Saban hari bahkan setiap saat, ada-ada saja problematika yang menghampiri sehingga konsistensi diri mudah sekali pasang surut.

Gara-gara hal tersebut, ketenangan hati berubah menjadi semrawut.

Ajakan diri untuk senantiasa berprasangka baik jadi luntur. Baik itu prasangka kepada Allah, kepada diri, hingga kepada orang lain.

Terlebih lagi ketika segenap diri mulai membandingkan kisah hidupnya dengan orang lain.

Barangkali, bahkan bisa jadi seseorang semakin tidak percaya dengan sebuah proses. Padahal? Setiap hasil butuh proses.

Belum selesai sampai di sana.

Dari jauh, menjadi orang lain mungkin lebih seru karena orang lain lebih kaya, lebih ganteng, lebih cantik, lebih pintar, lebih beruntung, lebih banyak teman, lebih populer, lebih viral, lebih banyak followers lebih diakui, lebih dihargai, serta “lebih-lebih” yang lainnya. 

Padahal, kita tidak tahu kan sebanyak apa keringat yang membanjiri badan dan membasahi baju mereka.

Bahkan, bisa saja orang lain sampai berdarah-darah demi merengkuh kata “sukses”. Kita saja yang tidak tahu. Mungkin, prasangka diri yang suka menerka dengan seenaknya.

Percaya dengan Proses, Lalu Jangan Lupa Beprasangka Baik
Berproses dan Berprogress. Foto: Luisella Planeta Leoni dari Pixabay

Percaya dengan Proses

Semua orang bahkan makhluk yang hidup di dunia ini tentu melalui banyak proses. Demi mendatangkan hujan, langit terlebih dahulu menunggu mendung. Demi berbuah, tanaman cabai harus lebih dulu bertunas lalu berbunga. Begitu pula dengan kita sebagai hamba.

Masing-masing diri tentu ingin berproses agar menjadi lebih baik. Apa yang diri kerjakan dan perjuangan ingin dilihat bagaimana progress-nya. Dengan demikian, ada proses, ada progress. Berproses dan berprogress adalah satu kesatuan usaha yang saling berhubungan.

Terang saja, jikalau proses yang kita lalui tidak kunjung tampak progressnya, maka kita berasa seperti tak pernah berproses. Syahdan, muncullah pertanyaan yang bernada resolusi:

“Sudah sebaik apa kamu hari ini?”

“Sudahkah dirimu menjadi sosok yang lebih baik dari hari kemarin?”

Aih. Aku sendiri malu untuk menulis ini, karena nyatanya aku juga belum baik. Tapi, ya, setidaknya aku kembali menyadarkan diriku untuk segera meninggikan proses. Iya, benar, bahwa tak ada sesuatu yang instan dalam logika. 

Mi instan saja harus digoreng dulu! Eh, direbus.

Baca Juga: Viralkan Ungkapan Maaf, Tolong, dan Terima Kasih!

Alhasil, demi menguatkan hati dan menjaga konsistensi alias keistiqomahan diri, agaknya aku, kamu, serta kita semua perlu percaya dengan sebuah proses. 

Aku tidak akan menyajikan banyak dalil di sini, karena aku ingin berkisah dengan kenyataan dan sejumput gagasan logis.

“Aih, tapi kan, Bang, yang namanya proses itu lama, bahkan ruwet!”

Benar sekali. Lagi-lagi aku tak punya satupun alasan lain untuk membantah praduga bin prasangkamu. Tidak ada sebuah proses yang semudah kita membalikkan telapak tangan atau mengedipkan mata.

Di luar sana, rasanya memang banyak orang lain atau bahkan sahabat kita sendiri yang kita sangka mereka mendapat sebuah keberuntungan. 

Usia kita sama, kelas kuliah sama, jurusan sama, tapi terkadang kisah kehidupannya jauh berbeda. Teman kita lebih beruntung, sedangkan kita malah buntung.

Baiklah. Tenang... tenang sejenak. Sekarang, aku ingin melambungkan tanya:

“Percayakah kamu dengan sebuah keberuntungan?”

Pada beberapa situasi, orang-orang yang beruntung karena mendapat sebuah hasil yang bagus sering berdalih bahwa apa yang didapatkan olehnya adalah sebuah kebetulan. 

Mereka mengaku bahwa apa yang didapat adalah kebetulan dan hanya sekadar keberuntungan semata. 

Padahal?

Tidak sesederhana itu, Cuy!

Kita tidak tahu seberapa keras mereka berjuang. Kita tidak tahu seberapa lama mereka menimba keringat bahkan hingga bersakit-sakit untuk berproses. 

Kita juga tidak tahu amalan-amalan lain yang mereka lakukan sehingga terlihat lebih beruntung dari kita.

Pada intinya, segala sesuatu yang bertajuk kebaikan, suatu saat akan kembali kepada diri kita sendiri, kan? 

Certainly. 

Hanya saja, seperti yang kukatakan tadi, balasan dari kebaikan tidak secepat kedipan mata. 

Semua butuh proses, dan untuk menjaga sebuah konsistensi, diri ini harus percaya dengan sebuah proses, bahwa proses itu akan sejalan dengan hasil.

Meskipun kadangkala hasil dari proses tidak selalu sejalan dengan jerih payah yang diperjuangkan. 

Biarlah, itu urusan lain!

Bahwa proses itu akan sejalan dengan hasil
Bahwa proses itu akan sejalan dengan hasil. Dok. Gurupenyemangat.com

Jangan sampai terkaan terhadap hasil yang belum diusahakan malah membuat kita goyah untuk memercayai dan berjuang untuk berproses. 

Percayalah, pengakuan keberuntungan dan kebetulan dari orang lain itu sama halnya dengan beli apel dalam karung. Karungnya mungkin manis, tapi apelnya? Siapa yang tahu! Eh. Emang ada karung yang manis? Upss

So, please! 

Kita perlu percaya dengan proses, kemudian berprogress.

Jikalau berat rasanya hati untuk percaya, kuatkan perjuangan dan proses tadi dengan doa. Mudah-mudahan kedekatan diri dengan Allah akan memperindah kisah kita untuk merengkuh segudang keberhasilan.

Percaya dengan Proses, Lalu Jangan Lupa Beprasangka Baik

Proses itu penting, usaha dan perjuangan itu penting, bahkan kamu juga penting bagiku. Eh. Maksudku, prasangka baik juga sangat penting.

Terang saja, tidak jarang hati ini menebar prasangka terlalu jauh.

Padahal kita tahu bahwa sebagian prasangka itu adalah dosa, sehingga sudah sepatutnya dijauhi. (Baca QS Al-Hujurat ayat 12). Iya, begitulah. Suudzon namanya, alias berprasangka buruk.

Sebelum melangkah lebih jauh, lagi-lagi tiap diri sadar bahwa suatu saat, ketika kita berproses, berbagai kondisi dan pengalaman di lapangan sering menggoyahkan keyakinan diri terhadap perjuangan. 

Maksudku, proses itu adalah “jalan yang benar bin lurus” untuk mencapai sesuatu, kan?

Galaunya, karena proses itu terkadang jalannya terjal, banyak suara-suara sumbang yang merekomendasikan jalan pintas, alias tidak perlu menjalani sebuah proses yang rumit. Misalnya? 

Mau mengurus berkas administrasi, harus pakai duit. Mau daftar kerja, harus ada “orang dalam”. Mau naik jabatan, harus ada cuan.

Hellow? Please, ya. Segala sesuatu dalam hidup ini tidak melulu berkisah tentang uang. Kita mungkin butuh uang, tetapi uang tidak selalu bisa menjamin segala kebutuhan kita. 

Ada hal-hal tertentu yang membahagiakan diri, dan itu tidak ditentukan oleh berapa besarnya nominal rupiah, ringgit, hingga dolar.

Fenomena yang terjadi di lapangan terkadang berasa mengajak kita untuk bersandar kepada pepatah yang mengatakan bahwa “Tidak Ada Asap Kalau Tidak Ada Api”.

Ya, pada dasarnya sebuah sistem baik pemerintahan, pekerjaan, sosial, ekonomi, serta berbagai aspek kehidupan lainnya diatur sebagus mungkin agar bersandar di atas “jalan yang benar”.

Ada birokrasi, ada aturan, dan keduanya adalah sebuah proses.

Sedihnya, terkadang ada sejumput orang yang rela menuangkan api demi menerobos aturan dan birokrasi secara tidak wajar.

Ibarat kata, melangkahi proses demi menjemput hasil yang lebih gesit. Gara-gara ini pasti akan timbul asap, kan? 

Ya, asap bahwa “hasil” dapat digapai dengan nominal segini atau segitu, melalui ini, dan melalui itu. 

Fenomena dan temuan seperti inilah yang kadangkala membuat diri mudah terhasut untuk berprasangka buruk. Berprasangka bahwa sistemnya sudah tidak benar, tidak lurus, dan bla..bla..bla.

Padahal fakta sesungguhnya tidaklah selalu seperti itu. Kukatakan, pasti masih ada jutaan orang yang baik, yang rela menempuh proses, yang menjunjung tinggi integritas, serta berkomitmen terhadap hal-hal bertajuk kebaikan. 

Demi menemukan orang-orang yang seperti ini, bukankah kita perlu memperbaiki prasangka? Pastinya. 

Prasangka yang baik itu adalah gagasan sekaligus perasaan positif yang kita tanamkan sendiri di pikiran dan hati kita. Hebatnya, prasangka baik juga merupakan sebuah proses.

Jika awalnya sudah baik, walaupun hasilnya belum tentu baik, kita hanya perlu untuk terus berbuat baik, kan?

Tentu saja, tidak ada sanggahan yang berarti untuk menolak gagasan tersebut. Apa yang terlihat buruk di mata, belum tentu benar. 

Apa yang terasa buruk di hati, belum tentu benar. Dan seperti apa fenomena buruk yang berkembang di lapangan, juga belum tentu niscaya.

Alhasil, jangan lupa mengajak masing-masing diri untuk senantiasa beprasangka baik. 

Kepada Allah, kita berprasangka baik terhadap ujian, takdir, hingga ketentuan Allah. Bahwa rencana Allah pasti lebih baik daripada rencana hamba.

Kepada diri sendiri juga demikian. Penting untuk berbaik sangka kepada diri sendiri, terutama demi mengusir segudang rasa pesimis atas ketidakmampuan ketika berproses, hingga meragukan perjuangan sendiri. 

Padahal, kita dengan orang lain juga sama, kan? Sama-sama dikaruniai akal, hati, hingga perasaan.

Kepada orang lain pula demikian. 

Seperti yang kukatakan tadi bahwa apa yang kita lihat belum tentu benar, dan belum tentu pula salah. 

Jika semua hal diawali dengan prasangka baik, maka hati ini bakal lebih dibatasi agar tidak terlalu banyak menabur duga. Hemm. Semoga termasuk Qalbun Salim, ya.

Jadi, percayalah dengan proses lalu kemudian kita berprogress. Sembari menata diri untuk menjadi lebih baik, datangkan pula prasangka baik. 

Secara, dunia tidak selalu bahagia dan baik, sehingga kebahagiaan dan kebaikan itu perlu didatangkan dari diri kta sendiri. Dimulai dari diri, syahdan, mari kita tebar kebaikan kepada seluruh alam.

Salam.
Ditulis oleh Ozy V. Alandika

Baca juga:

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

4 komentar untuk "Percaya dengan Proses, Lalu Jangan Lupa Beprasangka Baik"

Comment Author Avatar
Lagi berproses nih, hehe. Makasih ya motivasinya.
Selalu husnudzon kunci bahagia dalam berproses.
Comment Author Avatar
Ank kunci mbak. Soalnya untuk buka gembok. Wkwk
Makasih ya

Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.

Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)