Pembahasan Lengkap Tentang Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Berbeda suatu bangsa, maka berbeda pula budaya dan karakter yang menjadi kebiasaan dan keseharian mereka.
Perbedaan ini melahirkan sebuah ciri khas yang membedakannya dengan negara lain. Dengan ciri khas inilah muncul yang namanya identitas nasional yang mesti dijadikan pegangan bangsa Indonesia.
Karena pendidikan nilai budaya dan karakter bangsanya Indonesia banyak disegani oleh bangsa-bangsa lain, tidak terkecuali bangsa dari negara modern.
Artinya, kekayaan budaya, bangsa, dan nilai-nilai didalamnya menjadi sosok penting untuk menjaga paradigma bangsa lain terhadap Indonesia.
Berkisah tentang seperangkat ilmu ini tentu diperlukan sebuah tindakan nyata dan realistis, terutama untuk menanamkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa melalui lembaga yang bernama pendidikan.
Secara otomatis, sekolah dengan segala substansi dan sistemnya akan senantiasa dituntut untuk menanamkan nilai-nilai budaya dan karakter yang pada akhirnya akan melekat sebagai jati diri seorang siswa.
Sejatinya cukup realistis, karena dalam mencetak output yang bermutu dan berkarakter, siswa mesti memiliki nilai-nilai ini.
Tidak hanya sebatas memiliki tapi juga dapat senantiasa mengaplikasikan, mengembangkan, dan menerapkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa Indonesia.
Pentingnya Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Foto: tribunnews.com |
Begitulah, karena siswa sebagai generasi yang akan datang diberi beban penuh untuk menjaga dan memelihara negara ini agar senantiasa damai, sejahtera, disamping merupakan orang-orang yang berkompeten dan tangguh.
Dengan demikian, Pancasila sebagai dasar utama nilai bangsa perlu diimplementasikan secara menyeluruh dan mendalam kepada siswa melalui pendidikan.
Selain itu, sekolah juga mesti senantiasa memperhatikan dan memelihara lingkungan yang kondusif, terutama dilingkungan sekolah.
Begitupun dengan orang tua, sebagai pendidik utama dapat mengkondisikan lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat yang kondusif agar lebih mudah untuk menyalurkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa Indonesia.
Pengertian Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Secara historis-religius dikatakan bahwa pendidikan lebih dulu dari pada kebudayaan.
Hal ini dapat dijelaskan dari diturunkannya nabi Adam AS ke bumi, sebagai peristiwa pendidikan.
Dari peristiwa ini tampak telah terjadi adanya pendidikan Tuhan kepada Adam AS, sebelum anak cucu nabi Adam AS menghasilkan kebudayaan dan selanjutnya menghasilkan pendidikan sebagai sub-kebudayaan.
Di sisi lain disebutkan bahwa pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan.
Keduanya merupakan gejala dan faktor pelengkap yang penting dalam kehidupan manusia, sebab manusia selain sebagai makhluk alam, juga berfungsi sebagai makhluk kebudayaan atau makhluk berfikir (human rational).
Pendidikan juga merupakan kegiatan universal dalam kehidupan manusia. Bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan.
Pendidikan telah ada sepanjang peradaban manusia melestarikan hidupnya, saat ini sulit kita temukan kehidupan masyarakat tanpa adanya kegiatan pendidikan.
Dalam menumbuhkan karakter dan kebudayaan bangsa maka perlu ditumbuhkan kemampuan masyarakat untuk memahami dan mengamalkan nilai budaya daerah yang luhur dan beradab sera menyerap nilai budaya asing yang positif untuk memperkaya budaya bangsa.
Pada bangunan budaya nasional perlu diciptakan suasana yang mendorong tumbuh dan berkembangsa sikap kerja keras, disiplin, sikap menghargai prestasi, berani bersaing, serta mampu menyesuaikan diri dan kreatif.
Juga perlu terus ditumbuhkan budaya menghormati dan menghargai orang yang lebih tua, budaya belajar, ingin maju, dan budaya ilmu pengetahuan serta teknologi.
Alhasil, dapat dikatakan bahwasannya lingkungan pendidikan juga berperan penting dalam menumbuhkan karakter dan kebudayaan bangsa, yaitu dengan menanamkan nilai-nilai karakter dan budaya kepada siswa terutama dalam proses belajar-mengajar di kelas.
Namun, tidak hanya terbatas hanya kepada penanaman saja, melainkan juga harus diciptakan suatu kondisi dimana siswa diminta untuk mengamalkan nilai-nilai tersebut, agar menjadi pengalaman dan paradigma yang baik dikalangan siswa.
Jika kita mempelajari dan memperhatikan sekolah sebagai pusat kebudayaan diharapkan akan memperoleh manfaat ganda, yakni:
- Pertama, sebagai guru atau dosen dapat membantu menciptakan lingkungan sekolah dimana ia bekerja dan memperoleh nafkah serta mendharma-baktikan dirinya pada kehidupan.
- Kedua, sebagai guru atau dosen dapat mrembantu peserta didik agar dapat menghayati bahwa pendidikan dan keterampilan yang mereka terima dapat digunakan untuk menciptakan lingkungan sekolah pada tempat mereka bekerja nanti, dapat juga merupakan pusat kebudayaan yang bermanfaat bagi lingkungan sosialnya dan lingkungan kemanusiaan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa seyogiyanya gurulah yang menjadi pembimbing sekaligus penuntun siswa dalam kegiatan penyaluran karakter dan budaya.
Maka dari itu, tentunya guru mestilah memiliki otoritas tinggi terhadap penguasaan dan pengamalan aktivitas yang berkaitan dengan karakter dan budaya bangsa itu sendiri.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Untuk mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan pendidikan.
Pengertian yang dikemukakan di sini dikemukakan secara teknis dan digunakan dalam mengembangkan pedoman ini.
Guru-guru Antropologi, Pendidikan Kewarganegaraan, dan mata pelajaran lain, yang istilah-istilah itu menjadi pokok bahasan dalam mata pelajaran terkait, tetap memiliki kebebasan sepenuhnya membahas dan berargumentasi mengenai istilah-istilah tersebut secara akademik.
Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat.
Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya.
Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya.
Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan yang telah dihasilkannya.
Dengan demikian, masyarakat disini berperan sebagai pencipta dan sekaligus pelaksana (pengamalan) budaya itu sendiri.
Bagaimana tidak, budaya yang senantiasa dikembangkan akan menjadi suatu sistem nilai atau norma yang pada akhirnya akan dituruti dan dilaksanakan oleh masyarakat sendiri.
Ketika kehidupan manusia terus berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni.
Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.
Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.
Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa.
Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang.
Akan tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang berangkutan.
Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa.
Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik.
Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan.
Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa.
Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang.
Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Berdasarkan pengertian budaya, karakter bangsa, dan pendidikan yang telah dikemukakan di atas maka pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.
Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang.
Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif.
Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
Menurut penulis, memang pada dasarnya dalam melaksanakan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah, namun itu hanya dari segi formalitas dan institusional saja.
Padahal untuk mendukung pendidikan ini secara utuh perlu adanya partisipasi aktif terutama dari lingkungan keluarga, sebagai pemenuh kebutuhan siswa baik secara akademik keilmuan maupun emosional, dan juga segi lingkungan masyarakat sebagai pemenuh kebutuhan sosial siswa.
Dengan kombinasi tersebut, maka implementasi pendidikan dalam membentuk nilai budaya dan karakter bangsa akan mendatangkan hasil yang relevan dengan tujuan.
Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Pancasila. Mediaindonesia.com |
Selama bertahun-tahun sejak Indonesia merdeka, selalu dikenal dengan nama departemen pendidikan dan kebudayaan.
Dua konsep yang digabung menjadi satu yang dianggap sepadan, kebetulan, apalagi jauh dari maksud politis dan alasan efisiensinya.
Hal ini karena memang persoalan pendidikan sebenarya tidak bisa lepas dari kebudayaan.
Namun dalam perjalanannya, kita pernah mencatat bahwa penggabungan kedua konsep itu dalam satu urusan cendrung hanya sebatas penamaan.
Pada zaman orde baru sektor pendidikan pernah menyederhanakan persoalan pendidikan menjadi empat hal, yaitu pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, peningkatan mutu lulusan, peningkatan efektivitas dan pencapaian efisiensi.
Bahkan ke empatnya disederhanakan lagi dalam bentuk indikator yang operasional, spesifik, jelas dan nyata yang bersifat positifistik.
Dalam hal ini kemudian hilanglah konsep perpaduan problem pendidikan sebagai problem budaya yang lebih bersifat fenomenologis.
Ukuran keberhasilan pembangunan juga ditunjukkan dari angka-angka yang pasti, misalkan adanya angka partisipasi sekolah, tingkat kelulusan, jumlah gedung sekolah, rasio guru dengan murid, angka putus sekolah.
Konon keberhasilan pejabat birokrat sampai menteri kabinet yang ada ditentukan oleh keberhasilan pemerintah kebudayaan yang bersangkutan dalam meningkatkan indikator pembangunan, beberapa indikator yang dilupakan di antaranya adalah kemerosotan moral, sopan santun, keterasingan budaya, lemahnya koneksi sosial dan tumbuh suburnya sikap individualistik serta melemahnya sikap pluralistik budaya.
Orang kemudian mengkaitkan berbagai jenis kemerosotan itu dengan pengelolaan pendidikan yang selama ini dilakukan.
Di samping itu orang juga mengkaitkan pemilihan konsep pendidikan yang tidak tepat, konsep yang dipilih justru anti kebudayaan sendiri. Yang dipilih justru konsep pendidikan liberal, rasionalistik-individualistik dan anti sosial.
Maka dari itu, perlu adanya perubahan alias revitalisasi indikator pembangunan yang lebih beriorientasi pada moral, sopan santun, budaya, dan koneksi sosial.
Sebagai siswa penerus generasi disamping memiliki intelektual dan wawasan yang luas, penting kiranya dilekatkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa kepadanya.
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini:
Agama:
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya.
Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama.
Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
Pancasila:
Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila.
Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945.
Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilainilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
Budaya:
Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu.
Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu.
Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Tujuan Pendidikan Nasional:
Sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur.
Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia.
Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini:
Religius
Yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Jujur
Yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Toleransi
Yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
Disiplin
Yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
Kerja Keras
Yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
Kreatif
Yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
Mandiri
Yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Demokratis
Yaitu cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
Rasa Ingin Tahu
Yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
Semangat Kebangsaan
Yaitu cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Cinta Tanah Air
Yaitu cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
Menghargai Prestasi
Yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
Bersahabat/Komuniktif
Yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
Cinta Damai
Yaitu sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
Gemar Membaca
Yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
Peduli Lingkungan
Yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
Peduli Sosial
Yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
Tanggung-jawab
Yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Catatan:
Sekolah dan guru dapat menambah atau pun mengurangi nilai-nilai tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dilayani sekolah dan hakekat materi SK/KD dan materi bahasan suatu mata pelajaran.
Meskipun demikian, ada 5 nilai yang diharapkan menjadi nilai minimal yang dikembangkan di setiap sekolah yaitu nyaman, jujur, peduli, cerdas, dan tangguh/kerjakeras.
Prinsip dan Pendekatan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Membangun Karakter Bangsa. Ilustrasi: kpud-madinakab.go.id |
Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah.
Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum, Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri.
Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat.
Ketiga proses tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.
Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa:
- Berkelanjutan;
Mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.
Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
- Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah;
Mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.
- Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan;
Mengandung makna bahwa materi nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa.
Atinya, nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, dan keterampilan.
Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
Juga, guru tidak harus mengembangkan proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai.
Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian.
Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna nilai itu.
- Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan;
Pinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru.
Guru menerapkan prinsip “tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.
Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.
Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar aktif.
Hal ini dilakukan tanpa guru mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka harus aktif, tapi guru merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi, dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang sudah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.
Adapun prinsip-prinsip pengembangan karakter yang ikut mendukung pembelajaran berkarakter, meliputi:
- Adanya proses berkelanjutan, sebagai pendidikan alih generasi
- Pendidikan terkait semua ranah tujuan pendidikan sebagai keutuhan
- Pendidikan tak terpisahkan dari penguasaan sains, teknologi, dan seni
- Perlu dilakukan pembelajaran yang mendidik sebagai wahana utama
- Melibatkan ragam aspek perkembangan dalam konteks kehidupan kultural
- Perlu penciptaan lingkungan pembudayaan terutama kultur sekolah/pendidik
- Perlu adanya proses sepanjang hayat sebagai keteladanan sejak dini sampai dewasa.
- Pendidikan berkarakter bersifat multi level, multi chanel, dan multi setting.
Pelaksanaan pembelajaran dalam membentuk karakter peserta didik selain menggunakan pendekatan pedagogik, dianjurkan untuk menggunakan pendekatan andragogik.
Pedagogik diartikan sebagai “the art and the science of teaching children”, sedangkan andragogik diartikan sebagai “the art and the science of helping adult learn”.
Kata helping mengandung arti kata bahwa andragogik menempatkan peran peserta didik lebih dominan dalam pembelajaran, yang meletakkan perhatian dasar terhadap individu secara utuh.
Belajar dipandang sebagai proses yang melibatkan diri dalam interaksi antara diri sendiri dengan realita diluar diri individu yang bersangkutan.
Dalam kaitan dengan implementasi pendidikan karakter disekolah, belajar dapat dipandang sebagai aktivitas psikologis yang memerlukan dorongan dari luar. Oleh karena itu, hal-hal yang harus diupayakan antara lain:
Bagaimana memotivasi peserta didik dan bagaimana materi belajar harus dikemas sehingga dapat membangkitkan motivasi, gairah, dan nafsu belajar.
Baca juga: Menata Mindset Guru untuk Merancang Masa Depan Pendidikan Indonesia
Belajar perlu dikaitkan dengan seluruh kehidupan peserta didik, agar dapat menumbuhkan kesadaran mereka terhadap manfaat dari perolehan belajar.
Sehubungan dengan itu, dalam proses pembelajaran yang paling penting adalah apa yang dipelajari peserta didik, bukan apa yang dikehendaki dan diajarkan oleh guru/fasilitator.
Dengan kata lain, apa yang dipelajari oleh peserta didik merupakan kebutuhan dan sesuai dengan kemampuan mereka, bukan kehendak yang ingin dicapai oleh guru/fasilitator.
Andragogik dapat dikembangkan sebagai salah satu pendekatan pembelajaran dalam mensukseskan implementasi pendidikan karakter disekolah, baik disekolah dasar, sekolah menengah, maupun diperguruan tinggi, sesuai situasi, kondisi, dan karateristik setiap lembaga.
Melalui model andragogik dalam mensukseskan implementasi pendidikan berkarakter diharapkan dapat mengubah sikap ketergantungan (dependent) peserta didik menjadi tidak bergantung (independent), melalui pengarahan diri (self directed) dan mengahrgai diri peserta didik. Harga diri merupakan sesuatu yang sangat penting bagi peserta didik, sehingga mereka memerlukan karakter yang saling menghargai.
Pendekatan pembelajaran berkarakter merupakan alternatif pembinaan dan pembentukan karakter peserta didik, melalui penanaman berbagai kompetensi berbasis karakter yang berorientasi pada karateristik, kebutuhan dan pengalaman peserta didik, serta melibatkannya dalam proses pembelajaran seoptimal mungkin, agar setelah mereka menamatkan suatu program pendidikan mereka memiliki kepribadian yang kukuh dan siap mengikuti berbagai perubahan.
Hal ini penting karena banyak diantara peserta didik yang kebingungan setelah keluar dari suatu lembaga pendidikan, tidak sedikit yang menjadi pengangguran, bahkan banyak yang terlibat dengan berbagai masalah di masyarakat.
Di lain sumber, secara teoritis setidaknya ada delapan pendekatan yang dapat digunakan dalam mengajarkan pendidikan karakter/budi pekerti, yaitu:
- Evocation, yaitu pendekatan yang memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada peserta didik untuk secara bebas mengekspresikan respons afektifnya terhadap stimulus yang diterimanya.
- Inculcation, yaitu pendekatan agar peseta didik menerima stimulus yang diarahkan menuju kondisi siap.
- Moral Reasoning, yaitu pendekatan agar terjadi transaksi intelektual taksonomi tinggi dalam mencari pemecahan suatu masalah. Dalam hal ini diperlukan penalaran moral untuk mengevaluasi kebajikan dan mengembangkan pribadi yang konsisten dan tidak memihak serangkaian prinsip-prinsip moral yang digunakan untuk hidup.
- Value Clarification, yaitu pendekatan stimulus terarah agar peserta didik diajak mencari kejelasan isi pesan keharusan nilai moral.
- Value Analysis, yaitu pendekatan agar peserta didik dirangsang untuk melakukan analisis nilai moral.
- Moral Awareness, yaitu pendekatan agar peserta didik menerima stimulus dan dibangkitkan kesadarannya akan nilai tertentu.
- Commitment Approach, yaitu pendekatan agar peserta didik sejak awal diajak menyepakati suatu pola pikir dalam proses pendidikan nilai.
- Union Approach, yaitu pendekatan agar peserta didik diarahkan untuk melaksanakan secara riil nilai-nilai budi pekerti dalam suatu kehidupan.
Perencanaan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
“Pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.”
Karena berdasarkan atas hal itu, maka karakter bangsa dapat dikatakan sebagai cerminan sekaligus manifestasi dari ideologi bangsa.
Jika karakter bangsa itu baik, tentu mencerminkan ideologi bangsa yang menjunjung sistem nilai dan juga berperadaban.
Begitupun sebaliknya jika karakter bangsanya jatuh, maka ideologi bangsa itu ibarat catatan tertulis yang sudah menjadi arsip lama yang tidak terpakai lagi.
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal berikut ini.
- Program Pengembangan Diri
Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah, yaitu melalui hal-hal berikut:
- Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus-menerus dan konsisten setiap saat.
Contoh kegiatan ini adalah upacara pada hari besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari Senin, beribadah bersama atau shalat bersama setiap dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdoa waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam bila bertemu guru, tenaga kependidikan, atau teman.
- Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga.
Contoh kegiatan itu: membuang sampah tidak pada tempatnya, berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh.
Kegiatan spontan berlaku untuk perilaku dan sikap peserta didik yang tidak baik dan yang baik sehingga perlu dipuji, misalnya:
Memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi perilaku teman yang tidak terpuji.
- Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya.
Jika guru dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa maka guru dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh berperilaku positif dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu.
Misalnya, berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan.
- Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu.
Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar ditempatkan teratur.
Melihat integrasi pengembangan karakter disekolah, maka kembali lagi guru yang berperan penting disini. Sebagai pelaksana kegiatan disekolah, guru mesti secara berkesinambungann memantau siswanya.
Sebagai teladan disekolah, guru mesti mencerminkan nilai yang sesuai dengan karakter bangsa, dan tidak terkecuali dalam pengambilan sikap, harus sesuai dengan tatanan nilai yang berlaku di sekolah, atau yang sesuai dengan karakter dan budaya bangsa.
- Pengintegrasian Dalam Mata Pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran.
Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:
- Mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya;
- Menggunakan tabel yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan;
- Mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus;
- Mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP;
- Mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan
- Memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku.
- Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses mengambil keputusan, kebijakan maupun interaksi sosial antarkomponen di sekolah.
Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antaranggota kelompok masyarakat sekolah. Interaksi internal kelompok dan antarkelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah.
Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya sekolah.
Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.
- Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat pada anak; dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat.
- Kelas
Melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru.
Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai itu.
- Sekolah
Melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh peserta didik, guru, kepala sekolah, dan tenaga administrasi di sekolah itu, direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya sekolah.
Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program sekolah adalah lomba vocal group antar kelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidato bertema budaya dan karakter bangsa, pagelaran bertema budaya dan karakter bangsa, lomba olah raga antar-kelas, lomba kesenian antarkelas, pameran hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, pameran foto hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, dan masih banyak lagi.
- Luar sekolah
Melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik.
Misalnya, kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan tempat-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah tertentu).
Dengan demikian, jelaslah bahwasannya dalam pengembangan pembelajaran yang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak terpaku hanya di sekolah saja.
Lingkungan luar sekolah terutama dimasyakarakat juga dapat berpran penting dalam membangkitkan jiwa solidaritas, saling menolong, dan jiwa gotong-royong siswa.
Taman Baca:
- Hasan, Said Hamid. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta: Pusat Badan Penelitian dan Pengembangan Kurikulum, 2010
- Kurniawan, Pemikiran Pendidikan, Curup: LP2 STAIN Curup, 2011
- Mulyasa, E. Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara, 2013
- Priyanto, Edi. Pendidikan Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa dalam Pembelajaran Matematika di SMP, Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan/PPPPTK, 2011
- Soegito, Indonesia Belajarlah! Membangun Pendidikan Indonesia, Yogyakarta, Tiara Wacana, 2007
- Sri Narwati, Pendidikan Berkarakter, Yogyakarta: Familia, 2011
- Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Kencana Predana Media Grup, 2012
Posting Komentar untuk "Pembahasan Lengkap Tentang Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa"
Posting Komentar
Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.
Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)