Widget HTML #1

6 Alasan Mengapa Guru Honorer Tak Betah Mengajar, Mungkin Kamu Pernah Mengalaminya

Hai Sobat Guru Penyemangat, masih semangat mengajar hari ini?

Mudah-mudahan senantiasa, selalu, dan always semangat ya. Seringkali gara-gara semangatlah kita bisa menjadi pribadi yang ikhlas, lapang hati dan antikeluh.

Ketika nanti semangat itu mulai lenyap, maka dimulailah pula kisah tak betah, suka ngomel, dan curcol sana-sini, dan segunung hal lainnya.

Uhuk.

Sorry, sorry. Aku becanda aja, kok. Hehe. Toh tidak semua guru honorer seperti itu. Toh masih banyak guru honorer yang semangat dalam mengajar, tak peduli berapa gajinya. Karena yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana caranya berdedikasi untuk negeri.

Walau begitu, sejatinya permasalahan guru honorer cukup pelik dan runyam. Bukan hanya sekadar urusan gaji, melainkan juga urusan adminstrasi, birokrasi, dan jenjang karir.

Dulu, ketika aku aktif sebagai guru honorer, kira-kira mulai tahun 2016 akhir menuju 2017, aku membayangkan bahwa guru honorer itu nantinya bisa diangkat sebagai PNS dengan syarat telah mencapai masa jabatan tertentu.

Tapi sekarang?

Amsyong deh. Kisah tersebut hanya menjadi cerita indah masa lalu, masa di masa presiden SBY masih berkuasa.

Bertahun-tahun kita mendengar kerjaan DPR yang katanya sedang mengusulkan sistem supaya guru honorer bisa menjadi ASN, tapi bertahun-tahun pula kisah tersebut hanya menjadi komik jenaka.

Tambah lagi belum lama ini Pak MenPAN-RB mengatakan sesuatu yang cukup untuk memiriskan sanubari. Ya, beliau mengatakan: “Bisa-bisa Indonesia Menjadi Negeri Republik Honorer”.

Sebagaimana yang aku kutip dari Kompas, Menpan-RB Abdullah Azwar Anas mengatakan bahwa memang saat ini pekerja honorer ada yang direkrut dengan berbagai cara. Namun kebanyakan dari honorer meminta agar mereka diangkat jadi ASN.

Nah, apa salahnya coba jika kita sebagai guru honorer meminta kejelasan karir yaitu sebagai ASN? Entah itu Guru PNS atau Guru PPPK, tidak salah, kan?

Hal seperti ini tentu bikin nyesek, dan aku bakal menyajikan ragam alasan mengapa guru honorer tidak betah mengajar. Mungkin Sobat juga mengalaminya.

Mari disimak ya:

Alasan Mengapa Guru Honorer Tak Betah Mengajar

Alasan Mengapa Guru Honorer Tak Betah Mengajar
Alasan Mengapa Guru Honorer Tak Betah Mengajar. Dok. Malukuterkini.com

Berikut ada ragam alasan mengapa guru honorer jadi tak betah mengajar. Alasan-alasan berikut aku coba kumpulkan dari pengalamanku, teman-temanku, serta fenomena yang berkembang saat ini.

1. Gaji Turun Gara-gara Pergantian Kepemimpinan

Sebagai seorang guru, tentu kita boleh berharap untuk naik gaji, kan? Soalnya pengalamanku ketika mengajar di SMP Negeri juga seperti itu.

Ya, meskipun dalam setiap semester cuma bertambah Rp50.000 atau Rp100.000, namun kenaikan seperti itu tentu membuat kita bahagia.

Tapi, apa jadinya jika pergantian kepemimpinan di sekolah maupun di pemerinah daerah malah menghadirkan pemangkasan gaji?

Kalau Sobat adalah guru honorer yang digaji dengan DANA BOS, maka kebijakan gaji bergantung kepada kepala sekolah. Artinya, kepala sekolah ganti maka sistem honor pun berganti.

Syukur-syukur kepala sekolah yang baru ini pro dengan guru honorer. Kalau malah baru mutasi kemudian langsung pangkas gaji, bukankah ini bikin guru honorer pengen pindah?

Tentu saja.

Lah, memangnya ada kepala sekolah yang seperti ini? Ada kok. Dan pemimpin yang seperti itulah yang membuat guru honorer menjadi tidak semangat, bahkan tidak betah mengajar. Kalau menurutku, mengubah kebijakan secara mendadak itu kurang bijaksana.

2. Gaji Dibayar Tidak Tepat Waktu, Mundur-Mundur Cantik

Sudah bukan rahasia lagi bahwa sistem penggajian guru honorer itu tidak pernah baku. Terutama guru honorer di sekolah negeri. Gajinya dibayar 3 bulan sekali, 4 bulan, sekali, bahkan ada yang lebih dari 6 bulan sekali.

Gaji dibayar kalau DANA BOS sudah cair.

Sekarang, tidak hanya sistem penggajian guru honorer dari anggaran DANA BOS yang ngaret melainkan juga guru honorer pemda atau yang dikenal dengan THL (Tenaga Harian Lepas).

Gajinya sudah kecil, pembayarannya lelet, administrasinya njelimet, dan waktu pembayaran pun terus mundur-mundur cantik. Aduh, nggak kuat rasanya adek, bang!

3. Diberi Tugas yang Tidak Sesuai dengan Kompetensi Secara Tiba-tiba

Secinta-cintanya kita dengan profesi guru, tentu cinta tersebut bakal pudar kiranya bila kita diberi tugas yang tidak sesuai dengan kompetensi secara tiba-tiba.

Lha, bang, itu kan namanya tantangan seorang guru? Bukan. Itu musibah. Hahaha

Ya, ketika guru honorer diberikan tugas yang bertolak belakang dengan kompetensinya, bukan hanya dirinya saja yang menjadi takbisa berkembang melainkan juga jenjang karirnya menjadi buram.

Mengajar bertahun-tahun tapi tak linier dengan ijazah. Pada akhirnya nanti Dapodik jadi tidak sinkron, masa kerja jadi tidak terhitung, dan jika ada tes seperti PPPK malah tidak bisa berpartisipasi karena sudah keduluan gagal administrasi.

Hemm. Tapi ya terkadang kita yang sedang butuh dengan pekerjaan. Jujur saja, saat ini mencari kerja itu susahnya minta ampun. Dan sayangnya pula ada orang yang sudah enak kerjanya namun lupa bersyukur. Semena-mena bekerja, kerjanya asal-asalan.

Ya, itulah namanya fenomena.

4. Tekanan dari Lingkungan Sekolah yang Tak Kondusif

Kesehatan mental itu sangat penting kan, kawan? Apalagi di zaman sekarang ini. Banyak orang sedang sibuk membicarakan kesehatan mental, self-reward, hingga self-healing.

Lho, memangnya mental guru honorer zaman sekarang selemah itu?

Tidak, kok.

Aduh, aku jadi ingat kata-kata mutiara yang bunyinya seperti ini:

“Carilah tempat di mana kamu dihargai, bukan hanya dibutuhkan.”

Lingkungan sekolah yang kondusif, nyaman, dan juga menyenangkan adalah tempat kerja terbaik bagi seorang guru. Sebaliknya, lingkungan sekolah yang tak kondusif bakal menjadikan guru tidak betah, bahkan malah ingin cepat-cepat pindah.

Adapun tekanan dari lingkungan sekolah yang kondusif misalnya ada sistem kasta antara guru honorer dan guru PNS, ada konflik internal, permusuhan, sistem kerja yang tidak jelas, dan semisalnya.

Tapi, mudah-mudahan Sobat guru yang membaca tulisan ini tidak mengalami hal tersebut ya. Toh kita datang baik-baik, bekerja yang baik-baik, dan ingin mengajarkan yang baik-baik pula.

Boleh Baca: Pengalaman Menjadi Guru Honorer, Inilah Suka dan Duka yang Aku Rasakan

5. Sekolah Full Day, Tak Bisa Cari Seseran

Masuk jam 7 pagi dan pulang jam 4 sore, itulah namanya sekolah full day. Meskipun hari Sabtu dan Minggu libur, namun jadwal full day sangatlah padat.

Aku sempat merasakan sistem full day ini di tahun 2017. Pagi sudah mengajar full, ditambah pula siangnya mengajar lagi sampai sore.

Duh, rasanya penat sekali. Dan hebatnya? Gaji tetap sama. Karena waktu itu gajiku hanya dihitung sebagai PTT, bukan per jam.

Tapi beruntung sistem full day school waktu itu hanya berlangsung 2 bulan saja. Coba kalau 2 tahun, bisa-bisa tidak betah aku jadinya.

Asalan utama mengapa guru jadi tidak betah, selain karena jadwal yang sangat padat ialah karena tak bisa mencari pekerjaan sampingan.

Guru PNS yang sudah sertifikasi atau bergolongan tinggi mah enak. Tanpa pekerjaan sampingan pun mereka sudah ada pemasukan.

Lah kalau guru honorer?

Dengan gaji Rp250.000-500.000/bulan, tanpa ada pekerjaan sampingan rasanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah sangat berat.

Belum bayar listrik, belum beli gas melon, belum bayar PDAM, belum beli kuota, belum beli susu anak, juga belum untuk jajan anak. Tambah lagi sekarang harga pertalite sudah makin mehong. Eh, mahal maksudku.

6. Baperan

Eh jangan salah, guru honorer bisa pula resign dari sekolah karena baperan lho! Maksudku bukan baperan gaya generasi Z dan Alpha zaman sekarang melainkan baperan karena lingkungan kerja yang toxic.

Mulai dari adanya penjilat yang bermasker malaikat di ruang kerja, manajemen yang kacau, rekan dan guru senior yang terus menekan dan sebagainya.

Toh kalau mental sudah terus dicekam, nantinya juga jadi tidak nyaman, tidak betah dan kerjanya jadi setengah hati, kan?

***

Selain daripada alasan di atas, barangkali Sobat punya poin-poin lain yang menjadikan seorang guru tidak betah mengajar.

Namun dari lubuk hati terdalam, aku yakin bahwa semua guru di negeri ini atau bahkan di seluruh dunia selalu semangat dalam mengajar dan juga senantiasa betah.

Hanya saja, keadaan tertentu yang tidak dikehendaki bisa mengubah segala kebetahan menjadi kebosanan.

Tidak apa-apa. Perjuangan harus terus dilanjutkan, meski seperti apa pun tantangan dan hambatannya.

Guru itu sudah pasti orang hebat, tapi orang hebat belum tentu bisa menjadi guru.

Nah sebagai penutup, aku ingin menghadirkan secarik kalimat sederhana;

“Banggalah dengan profesimu sebagai guru. Bebanmu mungkin berat, tapi semoga engkau tidak keberatan.”

Semoga bermanfaat
Salam.

Lanjut Baca: Inilah Alasan Mengapa Jadi Guru SD Itu Menyenangkan

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

1 komentar untuk "6 Alasan Mengapa Guru Honorer Tak Betah Mengajar, Mungkin Kamu Pernah Mengalaminya"

Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.

Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)