Widget HTML #1

Pengalaman Menjadi Guru Honorer, Begini Suka Duka yang Aku Rasakan

Pengalaman Menjadi Guru Honorer
Pengalaman Menjadi Guru Honorer. Dok. Gurupenyemangat.com

Hai, Sobat Guru Penyemangat;

Apakah dirimu punya cita-cita besar ingin menjadi guru? Jika iya, maka sungguh bagus sekali, ya.

Guru memang identik dengan julukan “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Tapi, rasanya kita patut bersedih bila kemudian pemerintah menyandarkan julukan tersebut untuk membayar upah guru dengan rendah.

Lho, kalau tahu upahnya rendah, mengapa kok mau jadi guru?

Aduh. Sungguh pertanyaan di atas cukup klise bagiku. Karena begini; sama saja bila aku bertanya kepada Sobat bahwa; kalau sudah tahu akan mati, mengapa kita harus susah-susah hidup dan berusaha?

Ehem. Tak perlu dijawab kok.

Aku akan menceritakan pengalamanku menjadi seorang guru honorer di sekolah negeri berikut dengan suka dan duka yang dirasakan.

Mari disimak ya:

Apa Itu Guru Honorer?

Guru honorer terdiri atas dua kata, yaitu “Guru” dan “Honorer”. Merujuk pada KBBI, guru adalah orang yang berprofesi sebagai pengajar, sedangkan honorer adalah upah atau imbalan jasa yang bersifat tidak tetap atau lebih mengarah kepada upah kehormatan.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa guru honorer adalah orang yang berprofesi sebagai pendidik sekaligus mengajar dengan gaji yang tidak tetap.

Di Indonesia, guru honorer diartikan sebagai seorang guru bukan ASN (Aparatur Sipil Negara). ASN direkrut oleh negara secara umum, sedangkan guru honorer direkrut oleh Pejabat Pemangku Kebijakan (PPK) yang memiliki otoritas.

Ya, misalnya seperti aku pada tahun 2017 dahulu. Aku diangkat sebagai guru honorer oleh Kepala Sekolah, dan upahku dibayar oleh sekolah. Tidak ada kaitannya dengan negara.

Apakah kemudian dapat dikatakan bahwa guru honorer itu buah dari perekrutan yang ilegal? Tidak bisa dibilang seperti itu juga sih.

Karena pada dasarnya kehadiran guru honor adalah buah dari ketidakmampuan pemerintah dalam mencukupi kebutuhan pendidik dan pengajar untuk mengisi kelas-kelas kosong di sekolah.

Menurut data Kemendikbud terbaru tahun 2022, ada total 704.503 guru honor sekolah. Apakah jumlah tersebut valid?

Belum tentu. Karena Kemendikbudristek mengumpulkan data guru dari DAPODIK. Dan kenyataannya, banyak pula guru-guru yang sudah lama mengajar namun tidak masuk DAPODIK, kan?

Itu fakta kok.

Berapa Gaji Guru Honorer? Begini Pengalamanku

Berapa Gaji Guru Honorer
Berapa Gaji Guru Honorer? Gambar oleh Eko Anug dari Pixabay

Gajiku sewaktu menjadi guru honorer di sekolah negeri ialah Rp1.200.000/bulan. Tapi mendapatkan angka segitu sungguh butuh proses dan keterampilan yang cukup kompleks!

Aduh. Kalau sudah bicara upah, agaknya kisah kita bakal sedikit memucatkan wajah, ya.

Bukan tanpa alasan. Semua orang di Indonesia ini rasanya sudah tahu berapa rata-rata gaji guru honorer.

Tapi, ketika aku masih kuliah dulu, jujur aku belum tahu berapa nominal gaji guru honorer. Yang kutahu waktu itu, guru itu relatif kaya malahan.

Tambah lagi ketika aku melaksanakan kegiatan PPL, semua guru senior di tempat aku praktik rata-rata punya mobil. Ehem.

O ya, pertama kali aku menerima gaji ialah di bulan Desember 2017. Waktu itu aku mendapatkan jam mengajar 12 JP/minggu dan menerima gaji setiap triwulan.

Di mana aku bertugas? Di salah satu SMP negeri favorit di Kota Curup, Bengkulu. Dulunya sekolah ini bergelar RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional), tapi sekarang gelar tersebut sudah tidak berlaku di Indonesia.

Di tempat bertugas tersebut, aku menerima gaji sebesar Rp720.000. Ya, benar. Perhitungannya ialah 12 JP x Rp20.000 x 3 bulan.

Anehnya, 12 jam mengajar itu adalah perhitungan baku untuk satu minggu, tapi langsung dikalkulasikan tiap bulan.

Padahal dulu aku sendiri sempat mengira bahwa kalau 12 JP/minggu, berarti sama dengan 48 JP/bulan, kan? Hehe. Ngarep dah.

Tapi, memasuki semester baru di tahun 2018, aku diberikan tambahan jam mengajar sekaligus jabatan sebagai stafsus perpustakaan. Eh, maksudnya staf di perpustakaan.

Alhasil gajiku bertambah Rp170.000/bulan. Alhamdulillah. Setidaknya, gaji saban tiga bulananku sudah bertambah, kan?

Boleh Baca: Kata-kata Mutiara Guru Honorer, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang Digaji Seadanya

Berlanjut ke tahun ajaran baru 2018/2019, aku pun kembali membuka diri dan diberikan banyak jabatan di SMP tersebut.

Awalnya aku sempat ditawarkan oleh salah seorang guru olahraga di sana. Katanya; sebaiknya aku mencari jam tambahan untuk mengajar di SMK. Di sana gajinya ialah Rp50.000/jam.

Jujur saja aku tergiur. Toh, temanku cukup banyak yang mengajar lebih dari satu sekolah.

Nah, seketika aku hampir menerima tawaran, tetiba saja aku diberikan beberapa jabatan baru di SMP tempatku mengajar.

Selain sebagai GTT (Guru Tidak Tetap), aku diberikan SK PTT (Pegawai Tidak Tetap), SK Pengurus Masjid SMP, dan SK Pembina 2 ekstrakuliker keagamaan.

Nah, semenjak itulah gajiku langsung naik drastis menuju angka Rp1.200.000/bulan.

Apa yang bisa kubagikan dari kisah tersebut? Bahwa saat menjadi guru honorer, sebaiknya kita lebih membuka diri dan tidak hanya terpaku kepada jam ajar saja.

Penting bagi seorang guru untuk punya keterampilan tambahan agar gajinya pun bertambah. Sedangkan bila mengandalkan gaji dari jam mengajar saja, maka sungguh miris.

Gajinya sangatlah kecil.

Di tempatku mengajar itu masih mendingan gajinya. Karena di tahun 2019 kemarin, saat aku pindah mengajar di SD Negeri sebagai ASN, ternyata gaji guru honorer di SD kebanyakan berkisar dari angka Rp150.000-300.000/bulan. Sungguh kecil, kan?

Boleh Baca: Sederet Alasan Mengapa Menjadi Guru SD Itu Menyenangkan

Itulah mengapa aku selalu bingung mengapa pemerintah mencantumkan julukan sebagai “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” kepada guru. Apa hakikat mereka memberi julukan tersebut, karena bila ditilik dari sisi gaji, angkanya sungguh sangat jauh dari kata sejahtera.

Dan sedihnya, sekarang di tahun 2022 pemerintah mulai menggaungkan penghapusan tenaga guru honorer secara nasional.

Aih. Guru dan tenaga honorer di Indonesia sudah seperti pekerja ilegal yang abdinya tidak diakui pemerintah, ya, kan?

Kalaulah semua guru honorer di Bumi Pertiwi ini mengajar hanya demi upah yang layak, maka dapat dipastikan bahwa seluruh sekolah akan kosong.

Suka Duka Menjadi Guru Honorer

Suka Duka Menjadi Guru Honorer
Suka Duka Menjadi Guru Honorer. Dok. Gurupenyemangat.com

Menjadi seorang tenaga pendidik sekaligus pengajar memang penuh dengan suka dan duka. Berikut Guru Penyemangat sajikan segenap suka duka menjadi seorang guru honorer:

1. Dianggap Remeh Pekerjaannya di Masyarakat

Hehe. Boleh dibilang bahwa inilah kedukaan pertama yang pernah kurasakan sebagai guru honorer.

Karena bukan PNS, beberapa kali pekerjaanku dianggap sepele oleh masyarakat setempat. Padahal aku mengajar di salah satu sekolah terbaik di kabupatenku lho.

Tapi ya, orang-orang nyatanya cuma bisa ngomong sesuka dan seenak hatinya, kan? Jadi tidak perlu dipedulikan, sih. Cukup lakukan yang terbaik serta perjuangkan amanah yang sudah kita dapatkan.

Ya, sesederhana itu.

2. Sering Diberi Tugas yang Tak Sesuai dengan Ijazah

Entah boleh dibilang suka, atau malah dianggap sebagai dukanya seorang guru honorer. Sering diberi tugas yang tak sesuai dengan ijazah itu sudah merupakan rahasia umum.

Karena kebutuhan atau malah desakan, seorang guru honorer terkadang diminta untuk mengajar mata pelajaran lain di luar jurusannya, jabatan yang tak sesuai dengan keterampilannya, serta tugas lain.

Contoh seperti kisahku tadi. Aku pada dasarnya adalah guru mata pelajaran PAI. Eh, disuruh jadi staf perpustakaan. Tapi aku masih beruntung kok. Soalnya rekan sejurusanku malah jadi staf TU.

3. Sering Dimintai Tolong oleh Guru PNS

Biasalah. Guru PNS terkadang ada yang rajin dan tidak sedikit pula yang sibuk. Mulai dari sibuk mengisi pelatihan, sibuk dinas luar, sibuk kuliah S2, hingga sibuk antar-jemput anak.

Jika sudah begitu?

Ya sudah, guru honorer yang dijadikan sasaran “empuk”. Pengalamanku, aku pernah diminta untuk membuat soal, mengisi jam kosong, hingga membuatkan program-program kependidikan lainnya. Hemm

4. Dituntut Aktif di Berbagai Kegiatan Kependidikan

Ya sih. Aktif ikut upacara, tapi tugas utamanya adalah mendampingi siswa agar tetap tertib. 

Aktif mendampingi lomba, tapi sebenarnya tugas guru honorer ialah menyediakan kebutuhan si anak. Dan lain sebagainya.

5. Dekat dengan Siswa

Adalah kesukaan tersendiri bagi seorang guru honorer karena ada ketercenderungan bagi mereka untuk lebih dekat dengan siswa.

Tapi, hal ini hanya berlaku bagi guru yang cinta dengan profesinya sih.

Sebagaimana kisahku. Karena sering mendampingi anak, sering ikut dengan pekerjaan dan kegiatan anak, serta sering membina mereka, maka guru honorer akan lebih dekat dan tertinggal di hati siswa.

6. Sering Ditunjuk Menjadi Panitia Kegiatan

Tidak bisa dihindari kalau untuk hal yang satu ini. Bagiku pribadi, sudah menjadi kebahagiaan tersendiri bagiku ketika sering ditunjuk menjadi panitia kegiatan.

Bukan tanpa alasan. Selain karena bisa berkenalan dengan orang-orang hebat, toh panitia kegiatan juga ada honorariumnya kan? Nah maka dari itu! Wkwk

Boleh Baca: Ciri-ciri Guru Hebat dan Bermartabat

7. Semakin Sedikit Kompetensi, Semakin Kecil Gaji

Kalau dulu aku bisanya hanya mengajar dan tidak mau membuka diri, mungkin gajiku hanya akan stagnan di angka Rp240.000/bulan.

Jadi, agar gaji seorang guru honorer bisa lebih layak, ia harus lebih membuka diri dan menguasai banyak keterampilan di luar ijazahnya.

Bagaimana cara mendapatkan keterampilan tersebut? Saran Guru Penyemangat, asahlah keterampilan tersebut sejak kamu menjadi mahasiswa.

Ya, katakanlah seperti menjadi moderator kegiatan, MC, pembuat sertifikat, desain grafis, dan segenap hal lainnya.

8. Bisa “Dirumahkan” Secara Tiba-tiba

Hemm. Ini adalah duka tersendiri bagi seorang guru tidak tetap. Walaupun SK berlakunya adalah satu tahun atau lebih, tapi karena sesuatu hal, guru honorer bisa dirumahkan secara tiba-tiba.

Misalnya?

Misal ada guru PNS yang kekurangan jam. Untuk mencukupi kebutuhan 24 JP, ia harus mengajar di sekolah lain yang punya kelebihan jam.

Aku dulu pernah begitu. Awalnya aku mengajar 18 JP alias enam kelas. Tapi gara-gara ada guru PNS dari SMP sebelah yang kekurangan 3 jam, akhirnya jamku dipangkas menjadi 16 JP.

Kalau di sekolah lain, malah ada yang guru honorernya terpaksa diganti jabatannya atau malah resign. Meng-sedih, kan.

9. Sering Mendapat Tambahan Uang Jajan

Terkhusus untuk hal ini, kupikir hanya akan didapat oleh guru honorer yang rajin dalam pekerjaannya dan ringan tangan dalam membantu orang.

Ketahuilah bahwa guru senior di sekolah itu banyak yang baik dan ringan dalam memberi. Pengalamanku, ketika hari raya tiba aku mendapat THR dari guru-guru senior.

Ada yang memberikan Rp30.000, Rp50.000, bahkan ada yang sampai Rp300.000.

Bagiku, hal tersebut sungguh nikmat yang besar sekaligus menjadi nilai tambah atas kebahagiaan terhadap profesiku.

Boleh Baca: Tips Agar Guru Selalu Semangat Mengajar di Sekolah

***

Nah, demikianlah tadi segenap pengalamanku saat menjadi guru honorer berikut dengan suka dan duka yang dialami.

Sejatinya berbeda guru, berbeda pula pengalaman dan kisahnya. Walau begitu, satu hal yang tidak boleh kita lupakan ialah; apa pun pekerjaan yang kita dapatkan haruslah kita syukuri.

Bekerja sebagai guru honorer adalah pilihan, gaji yang kecil adalah konsekuensi. Maka darinya, jangan terlalu banyak mengeluh, jangan melulu bersedih, apalagi berduka hati.

Lakukanlah yang terbaik selama hal itu baik, dan tetaplah bersemangat dalam mengajar dan mencerdaskan generasi penerus bangsa.

Salam.

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

2 komentar untuk "Pengalaman Menjadi Guru Honorer, Begini Suka Duka yang Aku Rasakan"

Comment Author Avatar
Tapi sekarang udah jadi PNS. Sukses selalu, barakallah, Pak
Comment Author Avatar
Padahal dulu aku sendiri sempat mengira bahwa kalau 12 JP/minggu, berarti sama dengan 48 JP/bulan, kan? Hehe. Ngarep dah.

Hehe pernah juga mengira begitu, wkwk
Semangat 🔥

Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.

Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)