Cerpen Gotong Royong: Kemarau Panjang Meresahkan Hewan Rawa
Cerpen Gotong Royong: Kemarau Panjang Meresahkan Hewan Rawa. Illustrated by Freepik |
Dengan bergotong royong, segala pekerjaan akan menjadi lebih ringan. Benar begitu, kan?
Agaknya Sobat Guru Penyemangat pasti setuju dengan pernyataan di atas.
Gotong royong termasuk ke dalam pengalaman sila ke-4 Pancasila, yaitu kemasyarakat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Adapun lambangnya adalah kepala banteng, karena memang hewan tersebut dikenal suka hidup berkelompok alias berkumpul.
Syahdan, bagaimana dengan kita? Tentunya di lingkungan keluarga, sekolah, hingga masyarakat kita senantiasa bersemangat gotong royong, kan?
Berikut dihadirkan seutas cerpen berupa cerita fabel dengan tema gotong royong berjudul “Kemarau Panjang Meresahkan Hewan Rawa.
Mari kita simak ya:
Cerpen: Kemarau Panjang Meresahkan Hewan Rawa
Oleh Fahmi Nurdian Syah
Musim kemarau yang panjang telah tiba. Kekeringan melanda di mana-mana membuat seluruh tanah menjadi tandus kering. Sementara langit tidak kunjung menampakkan tanda-tanda akan turunnya hujan.
Siapa pun yang hidup akan merasa tersiksa. Tak terkecuali warga rawa-rawa.
Semenjak kemarau panjang lompatan si Katak menjadi tak selincah biasanya.
Si Cacing yang bersusah-payah dalam menggali tanah dan si Badak merasakan tubuhnya yang panas karena kulitnya yang tebal tak bisa berendam di dalam air supaya suhu tubuhnya menjadi normal.
Dengan kemarau panjang ini, semua nampak merasakan kesusahan. Mereka sangat merindukan hujan.
Meskipun merasa kesusahan, tidak ada satu pun di antara mereka yang mengeluh. Karena semua sama-sama memahami jika yang merasakan kesusahan bukanlah dirinya saja.
Sebagai pelopor Rawa, si Badak mengkhawatirkan nasib yang lainnya. Si Badak mendapatkan ide untuk mencari sebuah kolam baru.
Keesokan harinya ketika si Katak dan di Cacing masih tertidur pulas, di Badak perlahan berjalan menyusuri pinggiran hutan dan mulai menjauh dari tempat rawa.
Siang harinya terdapat seekor Gelatik yang sedang terbang kemudian mendarat di dekat Cacing dan Katak.
“Hai kalian, dimana si Badak? aku lapar ingin makan kutu sekaligus membersihkan kulitnya," ucap Gelatik itu.
"Aku tidak tahu,” Jawab si Katak.
“Semenjak pagi si Badak sudah tidak kelihatan ada di kolam," tambah di Cacing.
“Ke mana ya si Badak pergi?” tanya Gelatik penasaran.
“Entahlah Aku gak tahu, tapi jika dilihat, memang dia nampak gelisah."
Boleh Baca: Fabel Si Marmut dan Gong Hitam
Hingga pertengahan siang dan sore hari pun telah tiba, tidak ada tanda-tanda si Badak kembali ke rawa. Cacing, Gelatik dan Katak pun memutuskan untuk mencari keberadaan si Badak.
“Badak! Kamu di mana sih?" teriak si Katak yang mulai sibuk mencarinya.
Katak, Cacing dan Gelatik telah mencari kesana-kemari tetapi tidak melihat keberadaan Badak. Matahari yang sebentar lagi tenggelam membuatnya untuk kembali ke rawa dan tak lagi mencari keberadaan Badak.
Langit telah tampak menggelap, tak lama kemudian muncullah keberadaan Badak di rawa.
"Hai Badak, kemana saja kau seharian, kita khawatir dengan keberadaanmu," ucap Katak yang nampak kesal dengan sikap Badak yang pergi tidak bilang dahulu.
“Maaf sudah membuat kalian kawatir, tadi aku pergi mencari rawa yang lebih banyak airnya,” jawab Badak.
“Kamu gak akan meninggalkan kita ke tempat barukan?” tanya Katak khawatir.
“Tidak Kok, justru aku mengkhawatirkan kalian, sudah lama aku tidak melihat Katak melompat dan berenang, Cacing juga kelihatan kesusahan menggali tanah."
“Baik sekali kamu sudah memikirkan kita. Tapi, aku juga yakin kulitmu juga butuh air,‟
Badak hanya tersenyum, memperlihatkan gigi besarnya.
“Kemarau tahun ini emang panjang banget." Gajah muncul dari semak-semak.
“Gimana kalau kita tambahkan saja air rawa ini?” usul Badak.
“Tadi sewaktu mencari rawa baru, aku sempat melewati sungai di dekat bukit. Di sana terdapat air yang masih mengalir meskipun tidak begitu deras.”
“Bagus juga idemu. Tapi, bagaimana cara membawa airnya?” Cacing nampak kebingungan.
"Hai Gajah, belalaimu kan panjang, bisa untuk menyimpan air," ucap Katak.
“Jika hanya Gajah yang bawa air, kapan penuhnya?” ujar Badak.
“Gimana kalau kita ke rumah pak Badrus saja? Dia kan menyimpan perkakas bekas, mungkin dia mempunyai panci, ember, atau barang lainnya yang bisa mengangkut air.” ucap Gelatik tiba-tiba.
Mereka pun akhirnya sepakat dengan ide Gelatik. Setelah itu mereka pun tidur mempersiapkan tenaga untuk besok.
Keesokan harinya, mereka pun berangkat menuju ke rumah Pak Badrus yang letaknya tak jauh dari rawa.
Sesampainya di sana, mereka dikasih beberapa panci bekas yang ada tambalnya, dan ember yang besar.
Hewan-hewan rawa pun berbondong-bondong menuju ke sungai yang berada di kaki bukit.
Sesampainya di sana, Katak dan beberapa hewan yang lain langsung mengambil air dan memasukkan ke dalam ember dengan dedaunan. perlahan namun pasti, ember dan panci mulai penuh dengan air.
Boleh Baca: Fabel Rubah dan Kucing yang Cerdik
Gajah menyedot air sebanyak mungkin, kemudian Badak memikul ember yang di sudah penuh dengan air.
Beberapa kali mereka bolak-balik mengangkut air dari sungai ke rawa hingga air tersebut cukup untuk beberapa hari ke depan.
Setelah seharian mengisi air rawa, Badak dan teman-temannya beristirahat dan menikmati hasil gotong royong mereka.
Katak melompat dan berenang dengan riang. Cacing menggali tanah dengan mudah. Badak berendam dengan tenang, sementara Gelatik dengan riang memakan kutu dikulit kutu di kulit Badak.
Semuanya nampak sangat bahagia, masalah air rawa bisa diselesaikan bersama dan kemarau panjang pun bisa dilewati.
~ Selesai ~
Nah, demikianlah tadi sajian Guru Penyemangat tentang cerpen gotong royong.
Pesan moral dari cerita pendek di atas adalah seberat apapun masalah jika kita bergotong royong dalam menyelesaikan masalah maka pasti akan terasa lebih ringan.
Posting Komentar untuk "Cerpen Gotong Royong: Kemarau Panjang Meresahkan Hewan Rawa"
Posting Komentar
Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.
Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)