Widget HTML #1

Jangan Salah, Proses Pengambilan Keputusan juga Ada Ilmunya!

Menyelami Lebih Dalam Tentang Ilmu Pengambilan Keputusan
Ilmu Pengambilan Keputusan. Dok. Gurupenyemangat.com

Pemberian keputusan alias sikap menerima dan menolak pernyataan orang lain sekiranya sudah lumrah terjadi, baik di lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan yang paling sederhana yaitu keluarga. 

Sikap menerima dan menolak ini digunakan dan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang kejelasan pernyataan orang lain yang ingin ia sikapi. 

Tidak sebatas itu, pengalaman yang didapat seseorang baik itu dari teman sebaya, dari orang tua, dari televisi, maupun dari media informasi lainnya sedikit banyak akan mempengaruhi argumen mereka dalam menerima atau menolak suatu pernyataan yang dilontarkan kepada mereka. 

Namun, yang jadi permasalahan adalah “apakah sikap menerima atau menolak itu sesuai dengan kebenaran?”

Memang benar bahwasannya kebenaran dalam logika adalah persesuaian antara pernyataan (pikiran) dengan kenyataan. 

Jika kita kaitkan dengan pernyataan seseorang, maka kebenaran bisa didasarkan dengan teori atau rujukan dari pernyataan itu sendiri dan manifestasinya tentu saja kepada kenyataan. 

Terlepas sesuai atau tidaknya pernyataan terhadap kenyataan, yang jelas kebenaran itu juga haruslah bersifat objektif sehingga bisa diterima secara umum. 

Keabsahan membuat pernyataan inilah yang perlu diperhatikan. 

Dalam membuat pernyataan, proposisi, dan keputusan kita baik itu menolak atau menerima diperlukan aturan-aturan tertentu sehingga tidak berselisih jauh dengan kebenaran. 

Dengan demikian, keputusan yang ingin kita tuangkan secara lisan maupun verbal perlu diperhatikan menurut hukum dan aturan logika khususnya. Tak hanya itu saja, bagaimana bentuk keputusan itu sendiri perlu untuk kita ketahui.

Apa Itu Keputusan?

Keputusan, atau yang biasa disebut putusan ialah tindakan manusia (dengan budinya) yang mengakui atau mengingkari sesuatu terhadap sesuatu. 

Sesuatu disini bisa bermakna manusia, binatang, benda, maupun kejadian-kejadian tertentu. 

Jika pengakuan atau pengingkaran ini sesuai dengan realitas, benarlah putusan itu. Kebenaran ini dapat diteliti dan dalam ilmu harus diteliti. 

Contoh: “gelang itu emas” mudah saja diteliti, karena sekarang banyak cara-cara untuk mengetahui dengan pasti apakah logam itu emas atau bukan. 

Misalnya dengan air keras, jika tidak hancur maka benar gelang itu emas, dengan demikian kebenaran dapat dibuktikan.

Inti dari putusan ialah kegiatan akal budi yang mengandung pengakuan atau pengingkaran (predikat) terhadap apa yan diakui atau yang diingkari (subjek). 

Dalam memutuskan, akal budi “melihat” dan “menangkap” pengertian-pengertian di dalamnya, kemudian mengakui atau mengingkarinya dalam putusan. 

Maka dari itu, di dalam putusan, pengakuan atau pengingkaran masih tersimpan di dalam akal budi. 

Pengakuan atau pengingkaran itu diungkapkan baik secara lisan maupun tulisan. Ungkapan inilah yang disebut proposisi. 

Jadi, proposisi adalah ungkapan verbal dari putusan. Pengakuan atau pengingkaran yang masih tersimpan di dalam pikiran kita disebut proposisi.

Alhasil, dapat direngkuh gagasan bahwa keputusan adalah suatu sikap yang termasuk di dalamnya perbuatan, maupun tindakan dengan menggunakan akal budi dan masih tersimpan diakal budi itu sendiri. 

Bentuknya adalah pro atau kontra, mengiayakan atau menafikkan pengertian-pengertian atau konsep-konsep sesuatu yang dipikirkan. 

Jadi, kiranya putusan itu tidak jauh dan tidak lepas dari kegiatan berpikir seseorang. Keputusan dan pikiran sama-sama tersimpan diakal budi (otak). 

Keputusan dan pikiran bisa dipelajari ketika keduanya diwujudkan dalam bentuk lisan. Simbol, atau tulisan. 

Setidaknya bisa tersentuh oleh panca indera. Keputusan diwujudkan dalam bentuk verbalisme yaitu proposisi.

Hakikat Keputusan

Menyelami hakikat keputusan, berarti kita perlu “tenggelam” dalam penyelenggaraan sintesis. 

Sintesis ini adalah suatu aktivitas mengumpulkan atau memperbandingkan dua buah konsep. 

Dua konsep yang berada di dalam pikiran kita tadi, yang satu mewakili unsur yang akan ditentukan, sedangkan yang lain mewakili unsur formal, yakni unsur penentuan. Proses ini disebut sintesis konkret. 

Aktivitas tersebut bermaksud untuk menangkap hubungan yang ada dan hendak menentukan hubungan antara dua konsep tadi. 

Apabila kemudian kita membuat kegiatan penyatuan konsep-konsep di mana kita mengakui atau menolak hubungan yang ada, yakni yang disebut kegiatan memutuskan, maka kita menyelenggarakan sintesis objektif.

Dengan demikian, dalam menyelenggarakan sintesis objektif tentu pandangan pribadi haruslah disingkirkan. Dasarnya adalah pengalaman terhadap sesuatu. 

Dalam mencampur atau memadukan suatu konsep atau pengertian pada kegiatan memutuskan, pengalaman merupakan situasi atau keadaan yang sebenarnya. 

Dengan demikian, argumentasi atau pendapat tidak didasarkan pada seseorang tertentu (subjektif).

Jadi kalau dirumuskan kembali: keputusan adalah kegiatan manusia melalui akal budinya tempat ia mempersatukan karena mengakui (identitasnya) atau memisahkan karena menolak (identitasnya).

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam setiap putusan, yaitu:

  • Akal budi harus memiliki pemahaman yang memadai tentang kedua jenis gagasan tersebut sehingga dapat kita pergunakan untuk menyusun sebuah putusan.
  • Akal budi harus membuat perbandingan diantara kedua gagasan yang di pertanyakan, untuk selanjutnya mengamati dan menyelidiki masing-masing konotasi atau isi pengertiannya.
  • Akal budi membuat pernyataan mengiyakan atau mengingkari antara dua gagasan yang diperbandingkan atau dihubungkan.

Syahdan, keputusan memiliki suatu batasan-batasan sebagai berikut:

Perbuatan manusia.

Keputusan adalah perbuatan akal. Dengan demikian dalam membentuk keputusan maka perasaan dan kemauan memegang peranan penting.

Mengakui atau memungkiri

Inti sari keputusan adalah mengakui atau memungkiri. Mengakui berarti mengiyakan sedangkan memungkiri berarti menidakkan. Dapat juga diartikan bahwa mengakui berarti mempersatukan sedangkan memungkiri berarti memisahkan. 

Oleh karena itu keputusan adalah suatu sintesis, artinya kita menggabungkan dua hal atau lebih dengan mengatakan bahwa sesuatu hal bukan demikian.

Sesuatu tentang sesuatu

Dalam berpikir kita melihat keseluruhan lalu dianalisis, aspek demi aspek, pengertian demi pengertian, dan dihubungkan dalam suatu keputusan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwasannya hakikat keputusan itu adalah suatu penyelenggaraan akal budi yang terpadu dan selaras, terlepas bagaimana perpaduan dan penyelarasan sesuatu itu. 

Sepertinya, objektifitas di junjung tinggi dalam pengambilan putusan agar bisa menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang terjadi hingga dapat mencapai suatu kebenaran.

Klasifikasi Keputusan

Berdasarkan isi, putusan dan proposisi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

Putusan dan proposisi kategoris

Putusan dan proposisi kategoris adalah putusan dan proposisi yang  di dalamnya predikat (P) diakui atau dipungkiri subjek (S) dengan tanpa syarat. 

Dengan kata lain P menerangkan S. Putusan kategoris dirumuskan dalam bentuk kalimat, khususnya kalimat berita. 

Sebagai contoh: “kapan kamu akan berangkat?”, “bersiap-siaplah!”, “mengapa kamu tertawa terus?” Kalimat-kalimat ini bukanlah putusan, sebab di dalamnya tidak ada afirmasi atau negasi sesuatu tentang sesuatu.

Lain halnya dengan contoh berikut: 

“Kerbau itu besar badannya” 

“Ibu tidak pergi kepasar”

“Saya suka makan durian” 

Kalimat-kalimat ini merupakan kalimat berita (kalimat informatif atau deklaratif), yang mengatakan sesuatu tentang sesuatu dan ada penggandengan antara S dan P karena afirmassi atau negasi. Hanya kalimat-kalimat seperti inilah yang menjelma putusan.

Berdasarkan kuantitas subjeknya, putusan dan proposisi kategoris terbagi menjadi 3, yaitu:

  • Singular, kalau term subjeknya satu dan tertentu.
  • Partikular, kalau term subjeknya sebagian atau satu, tetapi tidak tentu.
  • Universal, kalau term subjeknya menunjuk pada keseluruhan.

Berdasarkan kualitas dan kuantitas proposisi, putusan dan proposisi kategoris terbagi menjadi 4, yaitu:

  • Singular atau universal afirmatif, yaitu proposisi yang memiliki kuantitas universal/ singular dan kualitasnya afirmatif.

Contoh:

Semua pengacara menegakkan keadilan dan kebenaran (universal afirmatif).

Ayah saya adalah dokter (singular afirmatif).

Untuk mempermudah, jenis proposisi ini diberi lambang logika A yang berarti mengakui, mengiyakan, dan membenarkan.

  • Partikular afirmatif, yang memiliki kuantitas partikular dan kualitasnya afirmatif.

Contoh:

Beberapa pejabat adalah orang jujur.

Untuk mempermudah, jenis proposisi (putusan) ini diberi lambang logika huruf I

  • Singular/universal negatif, yaitu proposisi yang memiliki kuantitas singular atau universal dan kualitasnya negatif.

Contoh:

Semua politisi tidak ingin populer (universal negatif)

Menteri sosial tidak menginginkan bencana (singular negatif)

Untuk mempermudah, jenis proposisi ini diberi lambang logika E yang berarti saya menyangkal atau mengingkari.

  • Partikular negatif, yaitu proposisi yang memiliki kuantitas partikular dan kualitasnya negatif.

Contoh:

Beberapa pejabat adalah bukan orang jujur

Untuk mempermudah, jenis proposisi ini diberi lambang logika O, yang berarti saya menyangkal atau mengingkari.

 Putusan dan proposisi hipotesis

Putusan dan proposisi hipotesis adalah putusan dan proposisi yang di dalamnya P diakui atau dipungkiri tentang S, dengan bersyarat. Jadi secara tidak langsung. Hal ini diperinci sebagai berikut:

  • Kondisional (bersyarat): jika ...................., maka ..................,
  • Disjungtif, yang biasa ditandai dengan: atau ...................., atau, .................
  • Konjungtif, yang biasanya ditandai dengan: tidak sekaligus,................., dan ................

Putusan bersyarat, merupakan proposisi yang dihasilkan oleh sebab hubungan satu proposisi dengan proposisi lain. Hubungan kedua proposisi tersebut membentuk proposisi baru dengan menggunakan kata bantu (adat), misalnya: 

“Jika besi dipanaskan, maka akan memuai” 

Putusan itu terdiri dari dua proposisi predikatif, yaitu "besi dipanaskan” dan “besi akan memuai” akibat panas. 

Keterkaitan proposisi yang kedua disebabkan oleh adanya kata bantu “jika” dan “maka” pada kedua proposisi tersebut. 

Proposisi pertama memiliki pengertian yang utuh karena adanya proposisi yang kedua. 

Dari kedua proposisi itu kemudian terbentuk satu putusan yang menunjukkan hubungan kedua proposisi, yaitu: 

“Bahwa keberlangsungan proposisi yang kedua bergantung pada proposisi yang pertama.”

Dalam logika, hubungan kedua proposisi ini disebut hubungan korelatif.

***

Di sisi lain, putusan itu sendiri terdiri dari dua bagian yaitu S dan P. P merupakan keterangan dar S. Hubungan S dan P ini menimbulkan bermacam-macam putusan, yang meliputi:

Putusan analitis (a-priori)

Yaitu suatu jenis putusan dimana pengakuan atau pengingkaran (predikat) terhadap subjek hanya dapat diketahui berdasarkan analisa mental. 

Apa yang dikatakan di dalam P sebenarnya sudah terdapat dalam S. Misalnya: lingkaran itu bulat, 1+2 sama dengan (adalah) 3, jumlah sudut-sudut dalam segitiga adalah 180 derajat, dan lain sebagainya.

P di dalam putusan analitis itu merupakan suatu aspek dari  S yang terdapat dengan mutlak pada S itu, artinya pada semua inidividu dan tiap-tiap individu yang termasuk dalam macam S. 

Itulah sebabnya P selalu berlaku umum dan mutlak bagi S dan putusan seluruhnya berlaku umum dan mutlak pula.

Putusan sintesis (a-posteriori)

Yaitu suatu jenis putusan dimana pengakuan atau pengingkaran predikat terhadap subjek dapat diketahui hanya berdasarkan pengalaman. 

Dalam putusan ini, apa yang dikatakan dalam predikat belum atau tidak terdapat dalam subjek. 

Misalnya: ‘bumi itu bulat’, atau ‘suhu di puncak gunung Himalaya selalu dibawah nol derajat Celcius’. 

Putusan ini berdasarkan pengalaman. Dengan demikian, pengalaman dipakai sebagai ukuran untuk mengecek benar tidaknya suatu putusan. Kata post dalam a-posteriori berarti sesudah. Jadi maksud a-posteriori adalah sesudah di alami.

Putusan positif dan negatif

Pengetahuan pada dasarnya positif, begitupun dengan putusan. Putusan positif maksudnya jika ada pengakuan hubungan S dan P. Adapun jika pengingkaran hubungan S dan P adalah putusan negatif. 

Pengakuan dan pengingkaran haruslah secara logis, bukan menurut tata bahasa saja. Ada kalanya kita dalam bahasa tidak memiliki  bentuk yang positif, terpaksa menggunakan kata ingkar, misalnya: ‘kekuasaan Allah itu tidak terbatas’. 

Sebaliknya, putusan negatif dapat juga dituangkan dalam kata positif, ‘orang itu miskin’. ‘Miskin’ adalah pengertian negatif.

Putusan universal, partukular, dan singular

Baik universal, partikular, maupun singular semuanya tergantung dari wilayahnya. Begitu pula putusan, sebab putusan erat sekali hubungannya dengan pengertian, dan pada putusan ini lalu muncul sifat hubungan antara S dan P. 

Jika hubungan itu mengenai semua dan tiap-tiap pada macamnya, maka putusan itu merupakan putusan universal. Misalnya ‘manusia itu berbudi’. Semua dan tiap manusia mempunyai budi. 

Jika tidak berlaku bagi semua, melainkan hanya beberapa walaupun banyak , maka putusan tersebut disebut partikular. 

Misalnya: ‘orang Indonesia kaya’. Jika hubungan S dan P itu hanya berlaku bagi satu individu (S) saja, maka putusan itu singular. Misalnya: ‘orang Jakarta ini sakit’.

Dengan demikian, dalam berkeputusan kita perlu memperhatikan Subjek dan Predikat dari keputusan yang akan kita verbalisasikan. 

Apa yang terkandung di dalam Predikat akan berpengaruh terhadap Subjek yang dipakai, dan sebaliknya. 

Kemudian, kesemuanya tidak hanya semata disusun sesuai tata bahasa saja melainkan harus logis hubungan keduanya. 

Jika tidak logis meskipun sesuai susunannya, maka proposisi yang dihasilkan sebagai perwujudan dari keputusan tidaklah bermakna apa-apa, terlebih mendekati benar. 

Jadi, penting kiranya dalam berkeputusan kita memperhatikan bagaimana pengertian, serta sifat hubungan dari Subjek dan Predikatnya.

Taman Baca:

Ibrahimi, Muhammad Nur. (2012). Logika Lengkap. Yogyakarta: Ircisod
Poedjawijatna, I.R. (1994). Logika Filsafat Berpikir. Jakarta: Rineka Cipta
S, F, Warsito Djoko. (2011). Logika. Jakarta: Indeks
Sumaryono, E. (1999). Dasar-dasar Logika. Yogyakarta: Kasinus

Baca juga: 

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Jangan Salah, Proses Pengambilan Keputusan juga Ada Ilmunya!"