Widget HTML #1

Kumpulan Contoh Puisi Tentang Hari Pendidikan Nasional yang Singkat dan Menyentuh Hati

Hai Sobat Guru Penyemangat, sudah punya rekomendasi puisi indah untuk menyambut Hari Pendidikan Nasional tahun ini?

Ya, berpuisi adalah salah satu kegiatan yang bisa kita lakukan untuk menyemarakkan peringatan Hardiknas sekaligus bulan Merdeka Belajar.

Di dalam puisi ada harapan, ada umpatan, serta ada pula kesan dan pesan yang bisa kita utarakan menggunakan kata-kata yang berirama.

Nah berikut ada kumpulan contoh puisi bertema Hari Pendidikan Nasional yang singkat dan menyentuh hati, cocok untuk anak SD.

Mari disimak ya:

Puisi Bertema Hari Pendidikan Nasional Singkat 4 Bait

Puisi Hari Pendidikan Nasional Singkat dan Menyentuh Hati
Puisi Hari Pendidikan Nasional Singkat dan Menyentuh Hati. Designed by GuruPenyemangat.com

Puisi: Hari Pendidikan Nasional Telah Tiba

Karya Ozy V. Alandika

Sejenak kulihat kalender bulan kelima
Ternyata tanggal satu sudah berlalu
Hari Pendidikan Nasional mulai menyapa
Dengan seutas kenangan indahnya di masa lalu

Hari Pendidikan Nasional telah tiba
Bersama sepucuk tuah Ki Hajar Dewantara
Saatnya kita berlomba
Membaca, menulis, dan belajar dengan gembira

Hari Pendidikan Nasional telah tiba
Tidak cukup disambut hanya denga upacara
Kisah sekolah kita masih penuh dengan debu-debu iba
Masih perlu perjuangan yang bukan sekadar sejahtera

Apa kabar pendidikan hari ini?
Barangkali terlihat sedang tidak baik-baik saja
Meski nanti banyak orang bercerita begitu dan begini
Aku masih punya harap pendidikan di hari esok kian cerah nan bersahaja

*

Puisi: HARI PENDIDIKAN NASIONAL

Karya Ozy V. Alandika

Puisi Hari Pendidikan Nasional
Puisi Hari Pendidikan Nasional. Designed by GuruPenyemangat.com

Hias barisan tampak rapi menatap bendera
Asa kembali menyatukan mereka yang sibuk mengumbar cerita
Rasa-rasanya kemarin harapan tentang sekolah lebih banyak tentang mimpi
Impian yang berhuruf tebal syahdan ditumpuk bersama proposal yang mati suri

Pendidikan hari ini masih terus melangkah
Entah dengan cara berlari atau berjalan
Namanya perjuangan pastilah ramai dengan si dia yang banyak tingkah
Depan mengumbar harap, belakang sibuk mencari bantalan
Ingin rasanya kita berharap lebih kepada anak-anak
Duduknya mereka masih rapi
Ikhtiar mereka masih tanpa kata tapi
Kemilau mimpi masih terpegang dalam balutan janji
Ada cita-cita mulia nan tinggi
Naik kelas kemudian beraktualisasi

Namanya juga belajar
Ada harap-harap yang ingin dikejar
Sesusah dan sepedih apa pun rasa gemetar
Ingat perjuangan orang tua mengabar sanubari supaya tak gentar
Orang-orang hebat akan terus berjuang
Nakhoda akan segera berganti juang
Ancang-ancang patah arang adalah pantang
Lari terus dan bersegera menyapa cerah yang menjelang

*

Puisi: Jangan Sesali Ilmu

Karya Ozy V. Alandika

Tidak sedikit kulihat wajah-wajah muram
Yang menyesali sekolah sejak Subuh hingga malam
Katanya sungguh tak berguna sang ijasah
Cari kerja alangkah susah

Katanya percuma aku dapat ilmu
Sedang impian tak kunjung didapat
Katanya percuma aku duduk manis setiap hari di bangku
Sedang presentasi biografi terus-menerus kena umpat

Tapi biarpun kisahmu begitu
Janganlah sesali ilmu
Terkadang sesuatu yang indah butuh waktu
Masa depan tidak bergantung dengan tetanggamu

Tak pernah akan ada yang salah dengan ilmu dan pendidikan
Semuanya adalah bagian kecil dari kebaikan
Kebaikan akan mengantarkan kita kepada kebermanfaatan
Kebermanfaaatan akan mengantarkan kita kepada keselamatan

*

Kumpulan Puisi Tentang Pendidikan yang Menyentuh Hati untuk Menyambut Hardiknas

Puisi: Bingkau Candu

Oleh Ozy V. Alandika

Nak, duduk rapi lalu silangkan tanganmu di meja
Mari kita memandang papan tulis dengan segenap asa

Di sebelah kiri papan tulis ada penghapus dan spidol
Di atasnya ada mistar kayu panjang
Di sebelah kanan papan tulis ada paku berkarat
Semua untuk masa depan kalian, Nak

Tolong jangan tertawa!

Biarkan saja bercak hitam di sekujur papan tulis itu
Tidak akan mengganggu
Kalian juga tidak akan mau menulis terlalu banyak ilmu
Biarkan pula mistar panjang itu terpampang manis
Kalian tidak akan dipukuli lagi

"Masa depan itu lebih perih, Nak!"

Biarkan saja aku yang dipukul rotan karena tidak hafal perkalian
Biarkan pula perutku yang dulu dicubit karena lupa pakai tali pinggang

Angin dahulu lebih sejuk
Angin dahulu mampu menghembuskan segenap perihku hingga jauh

Enam tahun aku mengukur panjang jalan setapak hingga ke kantin sekolah
Aku beruntung selalu naik kelas

Tiga tahun aku menggemukkan otot betis di atas jalan raya
Aku beruntung tidak terkena kram dan asam urat

Pada tahun sisa, aku lebih sering ganti oli
Kakiku malah sering kram karena kurang jalan-jalan

Tapi kalian hari ini bahagia
Di kamar kalian banyak terpampang bingkai candu

Aku pernah bertanya kepada para peneduh hati
Kata mereka kalian sering rebahan
Kedua kuping kalian disumbat
Ibu kalian teriak-teriak dari dapur
Lalu kalian diam saja
Asyik pencet-pencet

Keesokan harinya kalian merajuk
Meraung-raung di hadapan Ayah seraya minta uang untuk beli casing HP
"Casing HP lama tidak cantik!" kata kalian
Malu, takberani unjuk swafoto

Kalian yang seperti itu memalukan
Tapi Ayah dan Ibu telah maafkan

Sudah, Nak!

Hidupkan LCD Proyektor itu
Lalu kita lihat dunia
Dunia yang luas kita masukkan ke dalam kelas
Kalian siapkan pertanyaan
Lupakan sejenak pulsa dan kuota
Ingat dengan keringat Ayah yang penuh jerih payah
Bantu Ibu cuci piring setelahnya
Bantu juga kakak
Mungkin dia sibuk menyusun skripsi
Hingga lupa mandi
Lupa menyetrika pakaian untuk esok pagi

Begitulah hidup yang seharusnya, Nak!
Jangan biarkan kamarmu ditumpuki bingkai candu

Guna teknologi bukan untuk itu, Nak!
Teknologi ada demi memudahkan dirimu membaca dunia

Membaca tentang mengapa langit ditinggikan
Mengapa laut diluaskan
Mengapa gunung-gunung berdiri di atas satu urat
Hingga mengapa dirimu dan diri kita masih ada

Bukankah dulu tanpa ada teknologi diri ini baik-baik saja?

Sudah, Nak!
Tutup bukumu
Lihatlah cermin
Lalu mari kita kita bersyukur

*

Boleh Baca: Kumpulan Puisi Tentang Belajar Online

Puisi: Aku Menemukanmu di Halaman Sekolah

Karya Ozy V. Alandika

Hari yang cerah untuk para penduduk bangku. Jiwa-jiwa pengharap duduk tegak sembari melipat kedua tangan. Mereka baru saja selesai memberi salam. Di hadapan, telah datang sang mentari peradaban.

"Hadir semua?"

Para penduduk bangku membuka jendela dan siap bertualang ke seluruh semesta. Planet-planet mulai mengitari meja, kutikula dan tudung akar juga mulai hidup di lantai. Peradaban bertumbuh jadi benua.

Aku takjub. Masa depan yang cerah ternyata bersembunyi di balik pintu kelas. Aku bangga. Aku cinta dengan jiwa-jiwa pengharap. Ingin rasanya kedua bola mataku berlari menuju jendela.

"Kami bingung, Pak!"

Sesaat kujenguk kelas semesta, entah mengapa petualangan tak lagi seindah senja. Susunan planet jadi berantakan. Kutikula dan tudung akar jadi tandus karena kehausan. Aku tak menemukanmu. Aku mulai meragukanmu, duhai peradaban.

"Ayo kita keluar kelas!"

Para penduduk bangku mulai meninggalkan meja. Planet-planet menyelinap ke angkasa. Kutikula dan tudung akar kembali bertemu tanah. Semua bergembira. Jendela ikut tertawa.

Aku semakin bangga. Begitu hebatnya sang mentari peradaban. Aku telah menemukanmu di halaman sekolah.

*

Puisi: Pejalan yang Berseragam Sunyi

Karya Ozy V. Alandika

Hari itu, dia yang berseragam putih biru berjalan dalam kesendirian. Tidak ada kawan. Tidak ada keramaian. Hanya ada hasrat ingin yang bersemayam dalam tas gendong berwarna cokelat kebiruan.

Kata orang-orang, dialah si pejalan yang berseragam sunyi. Kataku juga demikian. Tambahku, dialah juga si pejalan hebat itu. Dia beruntung karena selalu diantar oleh sang peneduh hati, pemenuh kecintaan.

Setelah berkilo-kilo membuang gas pembakaran, sampailah dia di pucuk pengharap. Kuberitahu, dia tetap sendirian. Temannya kali ini ialah bangku-bangku kosong.

Tepat di depan majalah ilmu, dia duduk di bangku paling depan. Persis menghadap kepada kesunyian. Sesaat setelah dia duduk, datanglah sang teladan yang memberi salam dan kemudian bertanya:

"Mengapa kamu tetap berseragam sunyi, padahal kalender hari ini sudah berganti dengan yang baru?"

Si pejalan tetap dalam diamnya. Sunyi yang menjawab dan memberitahu kepada sang teladan bahwa majalah ilmu tak ada di rumah. Majalah ilmu hanya ada di hadapan bangku kosong. Tepat di depan pandangannya.

Syukur, sang teladan mau memaklumi dan rela hati. Si pejalan tetap berseragam sunyi karena tak punya banyak rupiah untuk menyeberang ke bangku maya.

Apakah sang nahkoda sudah tahu kisah ini?

Jangan tanya tentang apakah. Sang nahkoda sedang sibuk menjulurkan kail ke benua.

Dan, jangan pula tanya tentang kapan. Nanti si pejalan kian terluka. Biarlah dia tetap berseragam sunyi sementara ini. Kita hanya perlu berbangga.

Puisi: Entah Kapan Engkau Temui Kami dengan Nirwana

Karya Ozy V. Alandika

Puisi Tentang Pendidikan yang Menyentuh Hati
Puisi Tentang Pendidikan yang Menyentuh Hati. Designed by GuruPenyemangat.com

Dari mulai terbit hingga terbenamnya surya, kami lihat betapa lesunya wajah pendidikan di negeri tercinta. Buih-buih kegundahan tampak berseliweran di atas kapal tua Merdeka Belajar yang nyaris karam.

Kami tebak, kesamaran kebijakanlah yang melubangi kapal tua itu. Kebijaksanaan terlalu dini, bagaimana mungkin bisa menggapai sebuah keniscayaan. Ternyata, nahkoda baru belum begitu kekar melawan badai.

Dan, ingin kami tebak lagi bahwa harapan tanpa arahlah yang menghadirkan tangisan jiwa-jiwa pengharap.

Tangisan itu kian riuh. Padahal yang dituntut hanyalah kemerdekaan berbaju putih abu-abu, berbaju putih biru, berbaju putih merah, yang berkalungkan Tut Wuri Handayani.

Bolehkah kami tebak lagi?

Sayangnya kami bukanlah teropong yang mengagumi bintang kecil dari kejauhan. Kami pula bukan pengagum harapan-harapan fana. Kami hanyalah pengharap nirwana dan penyuka senyum-senyum indah generasi penerus bangsa.

Jadi, manakah janjimu tentang nirwana, duhai nahkoda?

Kami mulai nyanyang berlayar bersamamu di dalam perahu Merdeka Belajar. Kami takut engkau lupa arah. Kami takut kami karam. Sedangkan kami belum tahu entah kapan engkau tawarkan nirwana.

Mungkin dan puguh. Harus engkau temui dulu sang nirwana itu. Selagi engkau mencari, ajak-ajaklah kami.

Dulu nirwana yang engkau sajikan di awal tahta itu sangatlah indah. Tapi, apakah itu cukup?

Sayangnya kami tambah pedih bila harus memakan niscaya yang berlaukkan janji. Dan maaf, kali ini kami tak mau banyak makan lagi. Kami hanya ingin kepastian. Kepastian tentang kapan engkau temui kami dengan nirwana.

Boleh Baca: Kumpulan Pantun Ucapan Hari Pendidikan Nasional

Puisi: Gerombolan Kabut yang Tertawa

Karya Ozy V. Alandika

Saban pagi menjelang
Menggulingkan dua ban
Lima puluh kilometer
Kebasahan
Kehujanan
Disiram gerombolan kabut

07.15 Aku tiba
Gerombolan kabut tertawa
07.05 Aku tiba
Gerombolan kabut tertawa
07.30 Aku tiba
Gerombolan kabut muram
08.00 Aku tiba
Gerombolan kabut prihatin
08.10 sekali Aku tiba
Memakai mantel plastik biru
Kabut terbahak-bahak
Ha ha ha ha ha

Mereka sepertinya senang Aku datang
Menyalami muridku
Mendengar teriakan muridku
Kapan belajar, Pak
Tertawalah terus sepuasmu
Karena kita jauh di dekat gunung
Jangan muram lagi
Jangan prihatin lagi
Aku sayang, kalian

***

Demikianlah tadi segenap sajian GuruPenyemangat.com mengenai kumpulan contoh puisi bertema pendidikan untuk menyambut Hari Pendidikan Nasional sekaligus bulan Merdeka Belajar.

Puisi di atas adalah puisi bebas yang ditulis singkat, juga ada yang terdiri atas 4 bait. Mudah-mudahan bermanfaat ya baik bagi anak SD, SMP, SMA, maupun pelajar pada umumnya.

Selamat Hari Pendidikan Nasional
Salam Merdeka Belajar!

Lanjut Baca: Kumpulan Puisi Tentang Pembelajaran Jarak Jauh

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Kumpulan Contoh Puisi Tentang Hari Pendidikan Nasional yang Singkat dan Menyentuh Hati"