Widget HTML #1

Cerpen: Belajar di Alam untuk Meningkatkan Spiritual Siswa

Hai Sobat Guru Penyemangat, apakah Sobat menyukai kegiatan belajar di luar kelas?

Nah kebanyakan siswa yang Guru Penyemangat ajar di SD sangat menyukai kegiatan belajar di luar kelas.

Kita bisa melihat alam seraya mengagumi segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah. Dengan berdekatan dengan alam, nilai-nilai spiritualitas diri bakal bertambah seraya menguatkan pemahaman bahwa Allah itu Al-Khaliq, yaitu Allah Maha Pencipta.

Nah berikut disajikan cerpen tentang belajar di alam untuk meningkatkan spiritual siswa. Bertambah semangat belajar, bertambah pula iman.

Mari disimak ya:

Cerpen: Belajar di Alam untuk Meningkatkan Spiritual Siswa

Oleh: Sri Rohmatiah Djalil

Cerpen Belajar di Alam untuk Meningkatkan Spiritual Siswa
Belajar di Alam untuk Meningkatkan Spiritual Siswa. Illustrated by Pixabay

"Kenapa Bapak selalu mengajak kami belajar di luar kelas?" tanya Mira salah satu murid kelas 5 sekolah dasar di mana saya mengajar.

"Kamu berarti belum paham tujuan bapak mengajak kalian ke alam selama ini?" tanya saya selanjutnya pada Mira yang duduk persis di depan meja guru.

Anak perempuan yang sering mengikatkan pita pada rambut kepangnya menganggukan kepala sambil menjawab iya. Saya pun sebagai guru IPA bertanya kepada siswa lain, apakah mereka juga mengalami hal serupa dengan Mira.

Semua siswa serempak menjawab iya seperti paduan suara wakil rakyat. Hanya satu siswa, Akbar yang diam. 

Saya pun sejenak membisu, sepertinya ada yang salah selama mengajak anak-anak belajar di luar ruang kelas. 

Selama ini saya hanya melihat mereka senang, mendengarkan materi sambil duduk di atas permadani hijau pinggir sawah dengan diiringi kicau burung pipit.

Ketika ulangan harian pun, mereka menunjukkan pemahamannya akan materi. Ya, untuk sebuah nilai, angka 8 dan 9 cukup bagus diperoleh anak-anak dibandingkan sebelumnya.

Belajar di alam terbuka, suatu aktivitas yang baru berjalan tiga bulan dengan durasi 2 kali dalam satu pekan. Pada triwulan sebelumnya, pembelajaran dilakukan di ruangan dengan ukuran 30 meter persegi untuk 15 siswa. 

Ruang kelas tersebut cukup sesak, karena tidak ada pandangan lain selain dinding tembok yang usang, karena lama tidak dicat. Dengan tiga jendela yang mengarah ke lapangan tidak cukup untuk pergantian udara, siswa dan gurunya kadang dibuat kegerahan.

“Pak Guru, kita jadi belajar di kebun?” Terdengar suara Akbar memecah riuh suara anak-anak.

Saya pun langsung memerintah. “Siapkan alat tulis, kita berangkat sekarang ke kebun pisang tidak jauh dari sekolah kita,  jangan lupa berjalan dengan tertib!”

Tidak ada pilihan, belajar merdeka di ruang terbuka adalah ide yang tepat. Saya harus menjelaskan lebih detail manfaat belajar mengenal alam secara langsung.

***

Boleh Baca: Cerpen Tentang Menghindari Akhlak Tercela

Tiba di kebun pisang milik salah satu warga, saya menginstruksikan seluruh siswa berhenti. 

“Jangan takut kotor ya, duduk senyaman mungkin.” Semua siswa segera mencari tempat yang kering untuk duduk.

Kebun itu sangat bersih, tak ada sampah dedauanan berserekan. Semua daun kering tampak bertumpuk pada satu tempat. Itu tandanya pemilik kebun rajin membersihkan kebun. Konon jika tanaman pisang dirawat dengan baik akan menghasilkan buah yang besar dan sehat.

 “Pak Guru, kalau di kebun ada ulat tidak ya?” tanya Mira yang tampak masih ragu untuk duduk. Mungkin karena dia baru pindah dari sekolah kota yang kabarnya di sana tidak ada kebun, sawah, taman hijau.

Akbar tiba-tiba datang mengampiri kami. 

“Mira, kata ibuku ulat itu adalah makhluk hidup yang makanannya daun, jelas ada dong di kebun, tapi jangan khawatir ulat tidak menganggu manusia,” jelas Akbar pada Mira.

“Nah, betul kata Akbar, kita ke sini agar kalian mengenal siklus kehidupan ulat,” tambah saya sembari mendekat salah satu pohon pisang yang agak pendek dan terdapat ulat menggulung daun segar.

“Coba, anak-anak mendekat sini, perhatikan ulat yang ada di daun ini! Ulat itu  mengerti mana makanan yang baik untuk dirinya. Ia akan memilih daun yang lebih segar untuk dimakan agar cepat besar,” jelas saya pada seluruh siswa yang sedang memperhatikan ulat pada daun.

“Geli lihat ulat,” keluh siswa lain.

Suasana kembali riuh karena pada umumnya mereka takut lihat ulat. Berbeda dengan Akbar, dia seperti sudah biasa dengan hewan satu ini.

“Ulat memang menggelikan, tetapi pada fase menjad kupu-kupi, ia hewan yang cantik penuh dengan warna,” sela Akbar yang sejak tadi khusyuk memperhatikan gerak gerik ulat.

“Betul apa kata Akbar, sebelum menjadi kupu-kupu, ulat dewasa menuju fase kepompong (pupa). Pada fase ini bentuk ulat akan keras dan sedikit gerak, juga berhenti makan. Setelah menjadi kupu-kupu, makanannya bukan daun lagi,” papar saya. “Ada yang tahu kupu-kupu makan apa?” 

“Saya tahu, Pak Guru. Kupu-kupu makan madu dari bunga,” jawab Akbar. 

Lagi-lagi Akbar yang respon, siswa lain tampak sibuk memperhatikan gerak-gerik bibir saya.

Seorang siswa, Suryo, bertanya penuh keheranan, “Jika ulat ini menjadi kupu-kupu, tidak ada ulat lagi dong, Pak Guru?”

“Tidak seperti itu, Nak. Kupu-kupu merupakan salah satu hewan yang mengalami metamorfosis sempurna, jadi populasinya tidak akan punah. Akan ada telur setelah kupu-kupu dewasa melakukan perkawinan. Siklusnya adalah ulat – kepompong – kupu – telur – ulat dan itu hanya membutuhkan waktu 5-6 minggu,” jelas saya sambil menyuruh anak-anak mencatat.

“Bagaimana ya kepompong membentuk kupu-kupu yang indah, ko kita tidak bisa melihatnya,” celetuk Mira.

Saya pun terkejut dengan pertanyaan Mira, tetapi ini pertanyaan bagus karena erat kaitannya dengan nilai spiritual yang ingin saya tanamkan pada siswa. 

“Perhatikan semuanya ya, Anak-anak! pertanyaan Mira bagus sekali. Proses perubahan ulat menjadi kupu-kupu yang indah, manusia tidak mengetahuinya. Hal ini agar manusia memiliki rasa kagum dan percaya penuh akan kekuasaan Allah Swt.. Juga menambah keimanan umat-Nya,” tegas saya.

Semua termangu sambil mengucapkan Masya Allah, tanda memuji kebesaran-Nya. Tujuan saya mengajak siswa belajar di alam bukan saja menjadikan siswa pintar, tetapi  juga memiliki kenyakinan kuat pada Allah Swt.

Boleh Baca: Cerpen Tentang Kasih Sayang kepada Alam Sekitar

“Catat satu lagi, bagi pemilik kebun, ulat ini sangat merugikan karena akan memengaruhi fotosistesis daun. Fotosintesis adalah proses pembuatan makanan pada daun dengan bantuan sinar matahari. Jika daun segar dimakan ulat, secara otomatis, pertumbuhan pohon pisang akan terhambat karena tidak ada zat makanan yang bisa diserap. Akibatnya buah pisang akan kecil,” beber saya kemudian.

Anak-anak semakin serius mendengarkan penjelasan saya, hingga waktu tidak terasa lagi hampir siang. Sinar matahari mulai menerobos kebun pisang melalui dedauan.

Saya pun tidak bisa melanjutkan pelajaran, karena panggilan salat Dhuhur hampir tiba. Itu artinya anak-anak akan ke masjid dekat sekolah untuk melaksanakan salat berjamaah bersama guru pendidikan agama Islam.

***

Demikianlah sajian berupa cerpen tentang belajar di alam untuk meningkatkan spiritual siswa. Semoga bisa menjadi inspirasi ya.
Salam.

Lanjut Baca: Cerpen Tentang Lingkungan Alam yang Tercemar

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Cerpen: Belajar di Alam untuk Meningkatkan Spiritual Siswa"