Widget HTML #1

Cerpen: Mengatasi Kecemasan di Sekolah Baru

Hai Sobat, bagaimana rasanya berkunjung dan berada di lingkungan sekolah yang baru? Kekadang cemas, muncul rasa takut, dan rasa penasaran juga ya kan?

Begitulah.

Sekolah baru, suasana baru, teman baru, dan menghadirkan tantangan yang baru pula. Sesekali kita mungkin deg-degan, cemas, atau bahkan merasa berat untuk beradaptasi.

Nah berikut ada secarik cerita pendek yang berisi kiat-kiat mengatasi kecemasan di sekolah yang baru. Mari gaungkan semangat ya Sobat!

Cerpen: Mengatasi Kecemasan di Sekolah Baru

Oleh Sri R Djalil

Cerpen Mengatasi Kecemasan di Sekolah Baru
Cerpen Mengatasi Kecemasan di Sekolah Baru. Gambar oleh Sasin Tipchai dari Pixabay

“Ibu, sekolah baruku seperti apa?”

Itulah pertanyaan pertama yang dilontarkan Dinda padaku tentang sekolah barunya. Selama tiga tahun ini Dinda sekolah di PAUD dan taman kanak-kanak. Kakaknya bilang kalau Dinda sekolah di TK nol kecil dan nol besar.

Anak bungsuku ini protes, tidak terima dikatakan kelas nol. Sekarang saatnya Dinda masuk kelas satu, tetapi dia mulai cemas dengan sekolah barunya.

Kecemasan Dinda wajar, karena kebanyakan anak mengalami hal serupa jika memasuki sekolah baru. Mereka akan bertemu dengan teman baru dan mencari teman baru bisa membuat stres. Bahkan dapat menyebabkan kecemasan dan gejala depresi jika anak-anak tidak mendapat dukungan. 

“Ibu, sekolah baru Dinda seperti apa, nanti temannya siapa?” Kembali anak berkerudung pink itu bertanya padaku yang asyik memotong sayuran di dapur.

“Baiklah, Nak, tunggu ibu hingga selesai memasak ya!” Tanganku mengelus pipi putih anak itu.

Sayuran yang tadi dipotong dengan cepat aku olah menjadi capcay.  Sambil memasak, pikiranku mundur ke belakang, teringat akan pertemuan dengan kedua temanku yang anak-anaknya satu kelas dengan Dinda semasa taman kanak-kanak.

“Jeng, Dinda sekolah di mana?” tanya ibunya Santi.

“Saya daftarkan ke madrasah ibtidaiyah, Bun,” jawabku singkat.

“Trus Dindanya mau? itu sekolah besar lho, pulangnya juga sore, kamu tega anak sekecil Dinda sekolah di MI?” Kembali ibunya Santi mengorek tentang Dinda.

Aku hanya tersenyum, tak mampu menjawab pertanyaan emak kepo satu ini. Bukan karena tidak punya jawaban, tetapi kalau ngobrol terus, basonya keburu dingin.

Setelah satu mangkuk kulahap, aku baru membuka suara lagi.

“Mumpung Dinda masih kecil, aku ingin nilai agamanya tertanam sejak dini, karena aku sendiri kan kerja, tidak bisa 100 persen mengajari dia.”

“Permasalahannya Dinda itu sulit menerima ruang baru, dia butuh waktu untuk adaptasi dengan hal-hal baru,” tambahku lagi.

Ibunya Santi hanya memajukan mulutnya sambil bilang, “Oooh gitu.”

Bete banget sudah panjang lebar ngomong jawabnya cuma ooh gitu. Tapi maklum juga dia sedang menguyah baso, makannya lambat karena giginya mulai rontok akibat usia. 

Sementara ibunya Sifa yang sejak tadi diam mulai baceo mirip burung beo. 

“Tak perlu khawatir dengan sekolah baru, Jeng, Dinda hanya butuh dukungan ibunya untuk adaptasi. Jeng harus jaga komunikasi, terbuka dengan Dinda, validasi perasaannya dan cobalah untuk mendorong persahabatan di sekolah barunya nanti.” 

“Kecemasan bukan dialami Dinda saja, hampir semua anak. Seperti yang aku baca di verywellfamily, yang ditulis Angie Frencho,  anaknya Sandra Calzadilla, LMHC, seorang konselor kesehatan mental juga mengalami kecemasan terhadap sekolah baru. Menurutnya anak-anak harus memulai dari awal dalam arti menemukan teman baru dan mengidentifikasi guru dan staf yang mereka anggap dapat didekati atau aman. Kita bisa berkaca darinya, Jeng,” ujarnya lagi.

“Nah, betul Jeng, banyak anak tidak bisa menyesuaikan diri di sekolah baru, akhirnya dia mundur, minta pindah sekolah. Eeh begitu pindah sekolah, dia juga harus adaptasi lagi, ini yang akan menganggu pelajaran mereka,” sahut ibunya Santi yang telah selesai makan baso.

“Berapa lama anak-anak bisa adaptasi, Bun?” tanyaku pada kedua temanku itu.

“Periode penyesuaian anak berbeda, tetapi pada umumnya dalam beberapa pekan mereka sudah bisa menyesuaikan dan mendapat teman baru. Hal ini tergantung pada kepribadian dan temperamen anak dan dukungan kita sebagai orang tua, Jeng,” jawab ibunya Sifa.

“Jangan panik, Jeng, kepanikan orang tua akan memengaruhi mental anak,” timpal ibunya Santi.

Aku hanya bisa mesem mendengar ucapan ibunya Santi karena sesungguhnya tidak panik, yang tahu temperamen Dinda hanya orang tuanya yaitu aku.

“Ibu, ibu, teman Dinda di sekolah baru nanti siapa?” Pertanyaan Dinda membuat aku terjaga dari lamunan.

“Iya baiklah, Nak, kita ngobrol di dalam yu biar enak Ibu menjelaskannya.” 

Apa yang aku jelaskan harus dibarengi kesabaran karena menerima hal baru itu sulit dan butuh waktu. Mungkin bagi beberapa anak tampak mudah dan cepat menyesuaikan diri dengan persahabatan, sementara bagi Dinda belum tentu bisa secepat itu. 

Dinda menatap seragam merah putih yang tergantung di dalam kamarnya, sesekali matanya menatapku penuh harap, semua akan baik-baik saja.*

Lanjut Baca: Cerpen Tentang Perpisahan Sekolah dengan Sahabat

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Cerpen: Mengatasi Kecemasan di Sekolah Baru"