Widget HTML #1

Cerpen Tentang Puasa: Bukan Alasan untuk Malas

Bismillah:

Hai, Sobat Guru Penyemangat. Apakah Sobat sudah menyiapkan target Ramadhan tahun ini?

Lho, memangnya perlu pake target-target segala?

Agaknya perlu, ya. Target ibadah di bulan puasa laksana motivasi atau motor penggerak bagi kita untuk merengkuh keutamaan dan keistimewaan Ramadhan.

Meski begitu, ketercapaian terhadap target bukan perihal utama sih. Esensinya ialah kebulatan dan ketulusan niat dalam ibadahnya.

Ya, balik lagi kepada target tadi. Kalau tidak ada target nanti puasa kita hanya sekadar menahan, dan sisanya malah bermalas-malasan, kan?

Barangkali begitu.

Nah di sini Gurupenyemangat.com telah menyiapkan contoh cerpen tentang puasa dengan judul "Bukan Alasan untuk Malas".

Mari disimak ya:

Cerpen: Bukan Alasan untuk Malas

Oleh Inong Islamiyati

Cerpen Tentang Puasa: Bukan Alasan untuk Malas
Cerpen Tentang Puasa: Bukan Alasan untuk Malas. Dok. Gurupenyemangat.com

“Khalisa, Bangun Nak ayo sahur,” seru ibu sambil menggoyang-goyangkan tubuh Khalisa. Namun bukannya bangun, Khalisa justru masih terlelap dalam tidurnya.

“Khalisa, bangun Nak!” seru ibu lagi.

“Bu... Biar kakak saja yang bangunkan,” seru kakak sambil mengamit lengan  ibu agar keluar dari kamar

“Yakin kak? Kakak bisa?”

“Yakin Bu, sudah ibu masak lagi saja,” jawab kakak dengan yakinnya. Ibu mengalah dan akhirnya keluar. Kini di kamar hanya ada kakak dan Khalisa yang masih terlelap.

“KHALISA! BANGUN!  sudah pagi. Kamu telat sahur!” Seru kakak panik sambil menyiram wajah Khalisa dengan air minum yang ada di atas meja. 

“HAH! Telat! Telat! Duh kakak kok tidak bangunkan Khalisa dari tadi,” seru Khalisa panik sambil mengerjapkan matanya. Dia lalu melihat keluar jendela dan suasana masih gelap sekali. 

“Kalau telat bangun lagi nanti kamu benar-benar tidak sahur loh. Sudah yuk Mama sudah masak dari tadi. Cepat sahur nanti keburu imsak,”

Kakak yang merasa tak berdosa lalu segera berlari keluar dari kamar. Mengabaikan pandangan sebal adiknya yang kesal dengan perlakuan kakaknya itu.

Zahra memang suka jahil pada adiknya, Khalisa. Dia suka sekali melihat adiknya panik atau menampakkan wajahnya yang kesal. Karena menurutnya, wajah kesal Khalisa lucu sekali.

Meski terkadang jahil, Zahra masih tetap sayang pada adiknya. Dia selalu mencoba membantu mengerjakan PR Khalisa, atau sekedar menemaninya menonton TV.

Terkadang mereka pergi membeli makanan bersama-sama lalu tertawa sambil bercerita tentang hal yang mereka alami di sekolah.

Boleh Baca: Cerpen Tentang Puasa Penuh Pertama Rara

“Sudahlah jangan marah lagi, niat kakak baik loh. Supaya kamu tidak telat sahur,” seru Zahra sambil makan sahur kembali. Dilihatnya Khalisa yang masih cemberut karena kesal.

“Tapi kan jangan disiram juga! Kasurku jadi basah, kakak ini.”

“Soalnya kamu itu tidurnya kayak kebo. Susah banget di bangunkan. Kalau basah kan tinggal dijemur lagi,” jawab Zahra tak mau kalah.

“Sudahlah kalian berdua. Jangan berantem. Nanti setelah makan sahur jangan lupa salat dan mengaji ya,” seru ibu mencoba mengakhiri pertikaian mereka

“Iya ibu,” jawab Zahra dan Khalisa bersamaan

Sudah menjadi kebiasaan rutin setiap bulan Ramadan, mereka sekeluarga akan mengaji bersama setiap selesai salat.

Biasanya, Khalisa dan Zahra hanya mengaji setiap selesai salat magrib saja. Namun kali ini, ibu menyuruh agar mereka lebih banyak mengaji karena keutamaan mengaji di bulan puasa itu besar. 

Awalnya Khalisa dan Zahra merasa berat namun perlahan-lahan mereka mulai terbiasa. Mereka berdua bahkan sudah berjanji pada ibu, akan mengaji setiap hari minimal 1 juz.

Ibu juga selalu berpesan kepada mereka tentang manfaat yang akan diperoleh jika sering mengaji. 

Selain mendapatkan pahala, dengan sering mengaji hati akan menjadi lebih tenang karena dekat dengan Allah dan terhindar dari hal-hal yang negatif.

Sekolah di bulan puasa memang menimbulkan suatu tantangan tersendiri. Termasuk bagi Zahra dan Khalisa.

Zahra sudah kelas 1 SMP, sementara Khalisa masih kelas 3 SD. Meski sekolah mereka berdekatan, Khalisa pulang lebih cepat daripada kakaknya sehingga mereka akan pulang ke rumah sendiri-sendiri. 

“Huft... Capek,” keluh Khalisa ketika sudah sampai di rumah.

“Assalamualaikum, Ibu,” seru Khalisa sambil membuka pintu. Hening. Tumben sekali ibunya tidak menyambut Khalisa pulang seperti biasa. 

“Ibu... Ibu di mana?” seru Khalisa sambil mencari-cari ibunya.

Oh, rupanya ibu tengah tertidur karena sepertinya kelelahan sekali. Khalisa bisa melihat buliran keringat ibunya yang basah. Juga wajah ibunya yang tampak lelah.

Tanpa disuruh, Khalisa segera mengambil sapu dan mulai membersihkan rumah. Mencuci piring kotor, juga mengepel lantai agar rumah bersih dan wangi.

Setelah selesai, Khalisa merasa bangga karena bisa membantu ibunya.

“Assalamualaikum, Ibu,” kali ini Zahra yang membuka pintu. Dia terkejut melihat adiknya yang tengah sibuk melipat baju. 

“Wa’alaikumsalam, Kak. Ibu sedang tidur. Kelihatannya capek sekali jadi Khalisa tak tega membangunkan ibu,” jawab Khalisa sambil tetap melipat baju. Meskipun kurang rapi, namun niat Khalisa patut untuk dipuji.

“Masih kurang rapi kamu melipatnya. Tunggu sebentar ya, biar kakak ajarkan cara melipat baju yang benar,” seru Zahra sambil pergi menuju kamar. Setelah berganti baju, Zahra segera membantu adiknya. 

“Nih lihat. Pertama dari arah belakang dulu. Mulai dari lengan terus baru dari bawah ke atas,” jelas Zahra.

“Begini, Kak?”

“Iya betul. Lipatnya yang rapi ya,” seru Zahra lagi.

Mereka berdua melipat baju bersama. Kini Baju yang tadi menggunung tinggi, sudah habis dilipat semuanya. Khalisa dan Zahra merasa bangga lalu segera meletakkan baju-baju itu ke dalam lemari.

“Kalau baju yang terlalu kusut, letakkan di bak pakaian. Besok kakak gosok, kalau kakak sempat,” seru Zahra pada Khalisa

“Iya, Kakak.”

“Wah ada apa ini? Anak-anak Ibu rajin sekali. Ibu senang dan bangga sekali pada kalian berdua. Kalian tidak lelah?” tanya ibu 

“Tidak, Ibu. Ibu kan sudah bilang, kalau puasa bukan alasan bagi kita untuk bermalas-malasan. Justru kalau kita berpuasa, kita harus rajin beribadah. Membantu orang tua juga salah satunya kan?” tanya Khalisa

“Betul, Adik. Tumben kamu pintar dan rajin. Biasanya sepulang sekolah kamu pasti menonton TV atau pergi main keluar.”

“Yee... Itu mah Kakak,”

“Sudah ya sudah. Nah karena rumah sudah bersih, ibu sekarang mau pergi ke pasar nih. Membeli sayur dan bahan untuk membuat takjil. Kalian berdua mau ikut?” Tanya ibu

“Mau dong, Ibu. Ayo kita pergi,” seru Khalisa dan Zahra.

Mereka segera mengambil jilbab dan pergi ke pasar bersama-sama. Ibu tersenyum melihat tingkah kedua putrinya yang terkadang bertengkar namun kadang bisa rukun juga.

Puasa bukan alasan bagi kita untuk bisa bermalas-malasan. Justru puasa adalah ladang bagi kita untuk bisa memanen pahala sebanyak-banyaknya.

Istirahat itu diperbolehkan. Namun kalau sudah kebablasan maka kamu akan merugi. Karena keutamaan di bulan puasa, tidak akan kita dapatkan di bulan lainnya.

Marilah kita sambut bulan Ramadan dengan penuh semangat.*

Lanjut Baca: Cerpen Menyambut Ramadhan di Kampung

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Cerpen Tentang Puasa: Bukan Alasan untuk Malas"