Widget HTML #1

Cerpen Ramadhan: Puasa Penuh Pertama Rara

Hai, Sobat Guru Penyemangat. Selamat Menyambut Bulan Suci Ramadhan yang penuh berkah, ya.

Alhamdulillah pada tahun ini kita kembali diberi kesempatan umur oleh Allah SWT untuk melaksanakan ibadah puasa beserta segenap amalan-amalan di bulan mulia Ramadhan.

O, ya, kira-kira tahun kemarin puasa Sobat sudah penuh satu bulan atau masih bolong-bolong?

Wah, kalau sudah penuh, maka Alhamdulillah ya. Menahan diri dari lapar, haus, serta segala hal yang membatalkan puasa selama satu bulan dengan ikhlas dan rela adalah sesuatu yang hebat.

Tapi jika Sobat masih belajar berpuasa dan kemudian masih belum penuh, sungguh tidaklah masalah ya.

Pada kesempatan kali ini Gurupenyemangat.com bakal menghadirkan cerpen bertema Ramadhan.

Cerpen bertema Ramadhan berikut berkisah tentang aktivitas puasa penuh pertama Rara yang sudah berumur 8 tahun.

Mari disimak ya:

Cerpen: Puasa Penuh Pertama Rara

Oleh Inong Islamiyati

Cerpen Ramadhan: Puasa Penuh Pertama Rara
Cerpen Ramadhan: Puasa Penuh Pertama Rara. Dok. YouTube Nussa

Puasa tahun ini akan menjadi puasa penuh pertama bagi Rara. Rara sudah berumur 8 tahun dan sudah waktunya dia belajar untuk puasa sampai Magrib.

Dulu ketika Rara masih TK, dia sudah mulai belajar puasa tetapi hanya setengah hari. 

“Tetapi kalau Rara nanti jadi sakit gimana, Ma? Rara takut tidak kuat,” keluh Rara saat mereka tengah makan sahur bersama

“Rara pasti kuat kok. Buktinya Rara tahun kemarin bisa tahan puasanya. Tahun ini juga bisa ya, Sayang. Mama akan menyemangati Rara.”

“Mama yakin Rara pasti bisa?”

“Insya Allah, Sayang. Percaya sama Allah.”

“Baiklah,” ujar Rara pelan

“Nanti kalau Rara bisa puasa penuh selama satu bulan ini, papa bakal belikan Rara hadiah,” seru papa sambil mencubit pipi Rara.

“Wah hadiah, hadiah!”

“Papa, tidak boleh begitu. Rara harus berpuasa dengan ikhlas,” keluh mama tidak setuju

“Tidak apa-apa, Sayang. Yang penting Rara harus rajin dan niat puasanya jangan hanya demi hadiah. Puasalah karena Allah,” jelas papa

“Baik, Pa,” jawab Rara 

Awalnya Rara masih bersemangat puasa dan tidak merasa capek. Tetapi hari semakin panas dan Rara mulai kelelahan. Terlebih di bulan puasa ini dia masih harus bersekolah. 

“Rara, hari ini aku bawa ayam goreng. Makan bareng yuk,” ujar Li Mei sambil tersenyum

“Maaf Mei aku sedang berpuasa.”

“Oh ya ampun. Maaf ya Rara aku lupa. Aduh padahal Mei sengaja bawa dua ayam supaya kamu kebagian. Maafkan Mei ya,” seru Mei sambil menyembunyikan kotak bekal ke belakang punggungnya.

“Iya tidak apa-apa kok Mei. Ah begini saja, kamu makan bareng Binar.”

“Iya Mei kamu makan bareng sama aku saja. Hari ini aku bawa mie goreng loh. Nanti kita bisa tukaran.” Binar yang mendengar percakapan mereka menghampiri Mei dan Rara.

“Makasih Binar. Semangat ya Rara puasanya,” ucap Li Mei

“Iya terima kasih,” jawab Rara sambil meninggalkan mereka.

Li Mei dan Binar beragama Kristen. Tetapi meski berbeda agama, Rara tetap berteman baik dengan mereka.

Rara tidak merasa tersinggung oleh sikap Li Mei. Dia hanya lupa dan sebenarnya niat Li Mei itu baik. 

Rara selalu ingat pesan ibunya agar mau bergaul dengan siapa saja. Meski terdapat perbedaan di antara mereka.

Matahari semakin terik saja. Rara mulai kehausan. Dia berjalan pulang bersama dengan Yanti  karena mereka bertetangga.

Yanti juga sedang berpuasa. Tetapi baik Rara maupun Yanti seolah sudah tidak tahan lagi ingin membatalkan puasanya.

“Ra, mataharinya panas banget ya,” seru Yanti sambil mengelap keringatnya

“Iya nih. Mana rumah kita masih jauh lagi,” seru Rara 

“Ah Yanti tahu harus bagaimana. Ayo ikut Ra,” seru Yanti sambil mengamit tangan Rara agar berjalan lebih cepat. 

Di hadapan mereka kini terdapat sebuah pohon ceri yang pendek. Beberapa ceri yang telah matang, Yanti ambil dengan mudahnya. Kemudian dia segera kembali menuju Rara yang tengah berdiri di pinggir jalan. 

“Nih lihat, Ra. Banyak, kan? Kita makan saja yuk. Aku sudah tidak sanggup puasa lagi.”

“Jangan Yanti. Kita harus jujur kalau sedang puasa,” Rara tidak setuju dengan ide Yanti

“Ah Rara. Lagi pula tidak ada yang tahu. Nanti setelah makan ceri aku puasa lagi kok. Sekarang aku lelah sekali. Nih buat Rara,”

“Eh tapi aku...”

“Ayolah, Ra, makan saja. Daripada kita tidak bisa pulang karena kelelahan. Setelah ini kita akan puasa lagi kok.”

Rara bingung. Dia berusaha menolak tawaran Yanti. Namun karena sudah sangat lelah, akhirnya Rara memakan buah ceri tersebut.

Ada rasa sesal di hatinya, namun dia juga sedikit senang karena bisa makan sedikit. Meski hanya beberapa buah ceri.

“Assalamualaikum,” seru Rara sambil masuk ke dalam rumah

“Wa’alaikumsalam. Wah Rara sudah pulang. Masih puasa kan sayang?” tanya mama

“Masih kok, Ma.”

“Bagus. Rara harus tetap semangat ya puasanya.” 

“Iya, Ma.”

Rara berbohong pada mama. Dia tidak berani bicara jujur pada mamanya kalau dia telah membatalkan puasanya sendiri.

Melihat wajah mama yang cerah membuat Rara merasa sedikit kecewa. Rara yang kelelahan memutuskan tidur saja sambil menunggu sore tiba.

Rara kaget melihat menu buka puasanya hari ini. Ayam goreng tepung dengan sayur capcai kesukaannya.

Ada juga pisang goreng serta es teh manis menyambutnya. Rara merasa sangat senang dan tidak sabar untuk memakan makanan yang tersedia di meja.

Tetapi mama terus mengingatkan Rara agar bersabar menunggu magrib. 

“Bismillahirahmanirrahim,” ucap Rara bersama dengan kedua orang tuanya.

Rara makan dengan perlahan sambil menikmati menu buka puasanya hari ini. Ayam goreng buatan mama sangat lezat ditambah dengan es teh manis segar membuat haus yang dirasakannya pergi.

Mama dan papa tersenyum melihat anaknya yang terlihat begitu senang.

“Alhamdulillah puasa pertama Rara lancar, kan? Mama ikut senang. Nah sudah jelas kalau Rara bisa. Mulai besok puasa lagi ya nak, sampai satu bulan,” ujar mama

“Papa juga ikut senang. Rara harus tetap bersemangat!”

Rara yang awalnya lahap mendadak diam. Teringat dia saat tengah makan buah ceri bersama Yanti. Tanpa sadar air matanya jatuh. Membuat mama dan papa panik.

“Rara kenapa, Sayang? Mama dan papa salah bicara, ya? Maaf ya, Sayang, mama tidak bermaksud membuatmu sedih,” ucap mamanya sambil menghapus air mata Rara

“Maafkan Rara. Mama, Papa. Rara sudah berbohong. Rara tidak puasa penuh hari ini. Siang tadi sangat panas sehingga Rara akhirnya memakan buah ceri sedikit bersama Yanti karena sudah tidak tahan. Rara bukan anak yang baik. Rara sudah membuat mama dan papa kecewa.” Rara masih menangis kemudian mama memeluk Rara agar dia tenang.

“Rara, mama memang sedikit sedih karena kamu sudah berbohong. Tetapi mama juga merasa senang karena kamu sudah mau jujur pada mama. Puasa itu memang penuh godaan Rara, makanya Rara harus sabar dan mengisi waktu dengan kegiatan yang positif. Lain kali Rara harus bisa menahannya dan coba mengingatkan teman Rara.”

“Jadi Mama tidak marah?” tanya Rara

“Lain kali kamu harus belajar puasa penuh ya, Sayang. Jangan berbohong lagi. Insya Allah Rara pasti bisa.”

“Terima kasih, Mama,” ucap Rara sambil mengeratkan dirinya ke pelukan mama

“Berarti hadiah untuk Rara batal dong? Rara jangan berbuat seperti itu lagi ya. Papa tidak suka. Belajarlah untuk jujur dan berperilaku baik.”

“Iya papa tidak apa kok. Ada hal yang Rara lebih suka dari hadiah,”

“Apa itu?” tanya mamanya

“Mama dan papa masih mau sayang sama Rara. Itu saja sudah cukup,” seru Rara sambil tersenyum. Mereka kemudian kembali melanjutkan makan mereka dan bangkit untuk salat magrib berjamaah.

***

Jujurlah ketika kamu melakukan kesalahan. Meski kamu merasa berat dan takut, cobalah untuk menghadapi segala ketakutan dan kekhawatiranmu. Maka, hatimu akan merasa lebih tenang karena beban yang ada dalam hatimu perlahan telah pergi.

Lanjut Baca: Cerpen Menyambut Ramadan di Kampung

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Cerpen Ramadhan: Puasa Penuh Pertama Rara"