Widget HTML #1

Cerpen: Berlomba Dalam Kebaikan

Hai, Sobat Guru Penyemangat. Agaknya Sobat di sini menyukai permainan dan perlombaan, kan?

Di era digital seperti saat sekarang ini, banyak orang yang cerah mukanya ketika di Smartphone yang mereka pegang ada tulisan "Level Up".

Di sisi yang sama, tidak sedikit pula orang-orang yang keningnya mengerut gara-gara tidak mendapat uang dari Emak. Ya, akhirnya tidak bisa beli kuota internet, kan. Ehem.

Nah, apakah permainan dan perlombaan seperti itu yang Ayah dan Ibu kita harapkan? Rasanya tidak ya.

Sebagai seorang insan yang masih muda, masih bertenaga, dan mampu berpikir kritis kita perlu berlomba-lomba dalam kebaikan.

Berikut Guru Penyemangat hadirkan cerita singkat tentang berlomba dalam kebaikan untuk menata diri dan impian supaya menjadi lebih baik.

Mari disimak ya:

Cerpen: Berlomba Dalam Kebaikan

Oleh Devani Imario Putri

Cerpen: Berlomba Dalam Kebaikan
Cerpen: Berlomba Dalam Kebaikan. Gambar oleh ooceey dari Pixabay

Ambisi, berlari, dan capai target bak pacuan kuda yang didikte dengan sorak sorai 'Ayo, cepat! cepat larinya!'

Sambil disentakkan tali kendali bahkan dipecut berkali-kali agar makin berlari kencang dan memenangkan persaingan balap demi mencapai garis target tercepat.

Lantas si penunggang tentu bangga dan terkenal karena diakui kehebatan dan kegagahannya menjadi juara.

Ketika pulang, ia memasukkan kuda ke kandang, mengusap kepalanya sebagai bentuk ekspresi kasih sayang dan apresiasi karena telah tunduk selama persiapan latihan maraton sehingga kini membuahkan hasil sesuai harapan, kemudian dijejalkan hamburan pakan.

Tentu saja, agar mengisi stamina kuda yang akan diperas lagi pada ronde balap berikutnya.

Motivasi dan tujuannya harus capai garis "finish" dan memenangkan pertandingan tetapi tak ada kata finish yang benar-benar di ujung garis finish kecuali garis kematian.

Si kuda dan si penunggang itu sendiri jika masih belum puas dengan pencapaian dan masih digelar ajang pacuan lagi yang lebih bergengsi demi menerobos garis kemenangan dan kilau ketenaran. Lagi dan lagi.

Demikian pula anologi kuda dengan manusia yang ditunggangi ambisi mengejar cita-cita dan karir.

Namun, dua bocah cilik laki-laki yang suka menciptakan dunia imajinasi ini justru ingin mengadopsi mainan boneka kuda poni ajaib bukan kuda asli.

Inginnya ialah untuk memotivasi dan mewujudkan cita-cita mereka berdua sebagai kesatria dan pembalap kuda.

Bahkan mereka malah bisa memecut dan melesatkan ambisi kakak-kakaknya bersaing di jalur kebaikan bukan bersaing untuk saling menyalip dan menenggor.

"Makanannya sudah siap, Pak!" Seru bocah bernama Kenzo dengan lucu menirukan gaya ala koki paling mahir, cita-citanya kali ini adalah koki.

"Awas masih panas!”

Sahut kembarannya bernama Kenzie menyajikan sepiring makanan yang terbuat dari bahan  plastik.

"Wah, iya terima kasih. Enak, cowok tapi juga bisa pintar masak! hebat sekali!"

Bapak larut dalam arena permainan imajinasi dua bocahnya yang menjadi koki dengan memakai peralatan masak mainan.

"Tolong panggil Kakak, ajak mereka makan! Sarapannya sudah matang."

Ibu menata hidangan pagi ini. Si dua kembar ini berjalan ke kamar kakak-kakaknya yang masih asyik di dunia mereka masing-masing.

"Kak, ayo, ke dapur, masakan Ibu sudah siap!"

Kenzie menepuk-nepuk tangan kakaknya yang memegang tetikus. Ia sedang fokus mengerjakan esai untuk menyemarakkan lomba tingkat nasional walau sudah pernah menang dan berulang kali gagal.

"Mas, ayo ke dapur, makan dulu!"

Sementara Kenzo menaiki ranjang lalu menengok ke arah gawai yang menunjukkan tampilan game online.

Kakak laki-lakinya tampak serius memencet dan mengusap layar gawai demi ambisi dan obsesi mencetak skor tertinggi sekaligus memecahkan rekor walau untuk yang kesekian kali sudah tercapai di tiap ronde permainan.

Kakak-kakak tidak menggubris ajakan makan bersama. Lalu dua bocah tersebut mengadu sikap cuek kakaknya hingga Ibu sendiri yang  turun tangan mengingatkan dengan nasihat yang dikemas dalam nada omelan.

"Ayo, ingat makan dulu! yang penting itu makan sebelum lanjut beraktivitas, isi perutnya biar ada sumber energinya! nanti kalau telat makan jadi sakit, siapa yang susah? siapa yang repot?

 Pada akhirnya mereka semua bisa duduk untuk makan bersama.

Di sela-sela proses santap-menyantap tidak terhindar dari sesi perbincangan yang dipancing oleh para kakak mengemukakan letupan ambisinya.

"Bu, aku minta uang buat bayar pendaftaran lomba lagi, ya! biayanya kali ini tidak terlalu mahal kok! kalau menang hadiahnya besar!"

Ucap Kak Putri setelah menelan sesendok nasi pecel dengan harapan ambisinya akan dikabulkan.

Namun Ibu tak memperhatikan ujaran tersebut dengan cermat karena sibuk menyuapi dua bocah yang amat lahap sementara Bapak sudah pergi mengais rezeki dengan membawa bekal.

Lantas tanpa menunggu jawaban Ibu atas ambisi pertama,  tiba-tiba giliran ambisi kedua meletup dari mulut Kak Yusuf.

"Bu, aku minta uang buat isi token karakter game onlineku ya! mau ada pertandingan keren, kalau timku menang dapat satu set playstation canggih!" Imbuh Kak Yusuf setelah menandaskan seteguk minuman.

Ia lalu langsung menyambar gawai yang tergeletak di samping gelas untuk melanjutkan dunia gim virtualnya yang sempat terjeda.

Ia optimis ambisinya pasti terkabul.

Namun sang Ibu masih belum menanggapi karena teredam oleh suara tawa dua bocah yang mata beningnya mengeksplorasi layar yang menampilkan iklan boneka kuda poni lucu bersayap dengan nuansa dunia fantasi nan ajaib.

Dua bocah cilik pun tergiur oleh strategi akun youtube yang mempersembahkan sponsor agar bisa menuai pundi-pundi dari penonton.

Akibatnya mestimulus ambisi si dua otak bocah dalam daya imajinasi mereka.

"Bu, boleh tidak beli mainan kuda poni tadi yang ada sayapnya?" Pinta si kembar dengan tatapan memelas.

"Iya, nanti bilang ke Bapak ya!" Ibu mengangguk dan langsung menyetujui permintaan yang menimbulkan protes dari para kakak.

"Lah, aku juga boleh minta kan, Bu!?" Sergah Kak Putri melihat adiknya dengan gampang dikabulkan.

"Kamu mau apa? mau beli boneka juga?" Ibu malah balik bertanya keheranan, merasa aneh jika putrinya meminta dibelikan boneka anak kecil.

"Aku dan Kak Putri mau minta uang bukan boneka, Bu!" Tegas Kak Yusuf hingga fokus pandangannya teralihkan total dari game onlinenya.

"Kalian mengalah saja dulu, adik kalian ingin beli mainan, sudah lama juga mereka tidak dituruti kemauannya, daripada nanti nangis, rewel dan merengek terus,  nanti siapa yang susah? siapa yang keganggu?" Saran Ibu memcoba mengontrol ego anak-anaknya namun disambut reaksi penolakan keras dari Yusuf.

"Ha! Ibu pilih kasih, tidak adil, aku boleh beli pulsa buat mainanku juga dong! lagi pula mereka sepertinya tidak normal! masa minta mainan cewek, sukanya memasak dan sekarang minta kuda poni." Bantah Yusuf memberontak nasihat Ibu.

"Suf, apa bedanya kamu dengan adik, mainan onlinemu  itu juga tidak penting! sudah besar masih mikir mainan saja! aku harusnya yang dikasi Ibu uang buat bayar lomba biar bisa dapat prestasi, bikin bangga Ibu dan Bapak!" Cela Putri terhadap argumen kekanak-kanakan Yusuf.

Daripada semakin runyam, Ibu pun mencari jalan tengah dari permasalahan ini.

Sementara dua bocah itu masih anteng melahap suapan demi suapan sambil memainkan imajinasi menjadi kesatria dan pembalap kuda yang tangkas, gagah, dan pemberani.

"Sudah, jangan ribut! nanti kita tanya Bapak! tunggu saja, biar bapak yang memutuskan" Pungkas Ibu yang memang saat ini sangat butuh pertimbangan dari Bapak sebagai kepala rumah tangga guna mencari solusi dari keributan ini.

Malam tiba, kini satu keluarga besar itu berembuk dan saling berpendapat di ruang tengah sambil lesehan di karpet.

Dimulai dengan pertanyaan yang diajukan Bapak tentang latar belakang motivasi yang terbersit pada masing-masing benak anaknya sehingga sangat ingin ambisi mereka terwujud.

"Suf, bapak tanya, kalau Bapak beri uang, mainanmu bisa lakukan apa saja?" Ujar Bapak penuh kewibawaan.

"Ya, kekuatannya bisa naik level saat bertempur meski diserang musuh, Pak! kalau aku menang, hadiahnya juga nggak main-main" Ucap Yusuf menggebu-gebu.

"Naik level, ya? kalau hafalan suratmu sudah sampai level berapa, Suf? apakah kamu belum sanggup lanjutin ngaji?" Tegur Bapak dengan nada sindiran yang seketika memadamkan ambisi pada game onlinenya.

Boleh Baca: Cerpen Tentang Pentingnya Perilaku Disiplin Sejak Dini dan Tidak Membuang-buang Waktu

Ia akui memang hafalannya terbengkalai lantaran ia beberapa kali bolos ngaji sudah terhitung dua minggu karena gurunya dianggap terlalu galak bukan disiplin.

"Suf, berarti mulai besok kamu harus datang ke masjid lagi. Paham, kan?"

Sang Ibu sebagai pihak penengah berusaha merangkul Yusuf kemudian dibalas anggukan pelan dari Yusuf dan senyuman meremehkan sedangkan dua bocah cilik intens memandangi model gambar kuda poni yang mereka idamkan di google.

"Putri, apa tujuanmu ikut lomba? apa tidak takut gagal lagi?" Tanya Bapak penasaran.

"Ya, Putri ingin berprestasilah, jadi juara lomba. Putri akan terus coba sampai sukses. Ini bukti kalau Putri gigih berjuang dan tidak menyerah seperti Yusuf!" Ledek Putri sambil melempar tatapan meremehkan ke Yusuf yang semakin tertunduk lesu dan malu.

"Apakah jika kamu kali ini juara, kamu akan puas dan bangga?" Tantang Bapak menangkap aura sombong yang terpancar dari kalimat putrinya.

"Iya dong, Pak. Putri bisa membanggakan Bapak dan Ibu dan pasti akan berjuang menaklukan lomba lain yang lebih menantang lagi! bisa dapat uang jutaan" Jawab Putri tegas.

"Bapak tidak suka dengan sifatmu, jangan terlalu berbangga diri hingga kamu merendahkan adikmu. Ibu dan Bapak lebih bangga jika kamu mampu membimbing adikmu mengaji, apalagi sudah mulai masuk bulan Ramadhan” Ungkap Bapak dengan sorot mata tajam yang dibalas tatapan sendu dan Putri pun merenung dalam diam. 

Sang ibu tanpa berkata, hanya bisa mengusap puncak kepala Putri dan Yusuf. Mereka akhirnya paham bahwa mereka boleh berambisi untuk melejitkan potensi apapun selama itu berdampak positif.

Namun fokus mereka pada hasil dari ambisi semakin bergeser bahkan bisa menjerumuskan sehingga bapak kembali mengarahkan ke jalan yang lebih baik.

Kini giliran dua bocah cilik, jika tadi semacam tahap  interogasi bagi kakak-kakaknya namun kini berubah menjadi pertanyaan manis nan mengemaskan.

"Kalau jagoan Bapak ini mau dibelikan apa, nih?" Tanya Bapak dengan nada ceria.

"Kuda poni ajaib yang ada sayapnya pasti larinya cepat banget kalau balap-balapan" Kenzie bercerita dengan mata polosnya yang berbinar-binar.

"Iya, bagus banget. Cita-citaku sekarang jadi kesatria dan pembalap!" 

"Aku juga, Pak!" Sahut Kenzie tak mau kalah.

"Wah! bukannya baru tadi pagi ingin jadi koki?" Timpal Bapak diselingi tawa renyah.

"Iya, koki, pembalap, dan kesatria. Jadi koki untuk bantu orang-orang kelaparan dan kesatria buat bantu melindungi dari orang jahat! Pembalap biar bisa naik kuda tercepat sampai terbang tinggi ke atas langit" Ujar Kenzo dengan lugu tanpa bisa memilih salah satu.

"Betul, Pak. Aku minta yang warnanya biru dan Kenzo mau yang warna sayapnya coklat" Kenzie menyodorkan layar yang berisi variasi  boneka kuda poni yang telah ibu mereka cari di toko online.

"Wah, bagus ya! buat apa ini ada sayap segala? bukannya kuda itu larinya kencang pakai kaki ya?" Tanya Bapak memancing logika anak-anak tak berdosa.

"Apa, ya? Oh, buat terbang ke langit paling tinggi sampai surga. Nanti kita semua naik ini ke surga! pasti larinya kencang banget! jadi tambah cepat sampai surga!" Jawab Kenzie asal.

Namun, lontaran ucapan tak sekadar kelakar bagi orang dewasa yang mendengarnya termasuk Putri, Yusuf, Ibu, dan Bapak langsung disergap gelenyar rasa yang menggetarkan kesadaran hati dan jiwa. 

Mereka pun tersenyum haru atas setiap interaksi tanya jawab antara Bapak dengan adik kesayangan mereka.

"Iya, berarti harus beli banyak kuda biar bisa naik semua ke surga, Tapi Bapak kan gendut, gimana kalau kudanya keberatan dan tidak bisa terbang?" Kenzo dengan lugu bertanya dan kebingungan dengan pemikiran polosnya sendiri.

"Ya, kudanya digabungkan dengan gerobak punya Bapak saja, jadi seperti delman, terus Bapak diangkut gerobak, deh!" Celetuk Yusuf tiba-tiba mengusulkan ide cemerlang.

Ide tersebut pada akhirnya bisa membawa suasana haru sebelumnya menjadi ledakan tawa bahagia dan suasana hangat mengembang berkat boneka kuda poni ajaib yang digadang-gadang menjadi kendaraan tercepat ke surga yang akan mereka tunggang bersama.

Tamat.

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Cerpen: Berlomba Dalam Kebaikan"