Cerpen: Pagi yang Mengubah Sikapku
Cerpen Tentang Pentingnya Kebersihan Lingkungan. Gambar oleh analogicus dari Pixabay |
Hai, Sobat Guru Penyemangat, pernahkah Sobat bertanya kepada diri sendiri mengapa kita harus membuang sampah pada tempatnya meskipun sudah ada petugas pembersih sampah?
Agaknya pertanyaan di atas cukup menggelitik, ya, kan?
Bila diperkenankan untuk menjawab, maka jawaban Guru Penyemangat ialah karena petugas pembersih sampah itu cuma sedikit, sedangkan jumlah kita sebagai masyarakat sangat banyak.
Dengan demikian, kalaulah kemudian setiap warga membuang sampah sembarangan dan menunggu petugas kebersihan untuk membersihkannya, maka dunia ini bisa saja penuh dengan sampah.
Nah, pada sajian kali ini Gurupenyemangat.com bakal menghadirkan cerpen bertema pentingnya menjaga kebersihan.
Cerita pendek berikut berkisah tentang betapa pentingnya kesadaran diri dalam menjaga kebersihan lingkungan dari sampah.
Mari disimak ya:
Cerpen: Pagi yang Mengubah Sikapku
Oleh Fahmi Nurdian Syah
Hari ini merupakan hari Minggu, ayah libur bekerja. Seperti hari minggu biasanya, pagi ini ayah telah bersiap-siap untuk berolahraga mengelilingi daerah sekitar rumah.
Ayah pernah bilang jika berolahraga maka tubuh kita akan menjadi sehat dan kuat. Aku pun menghampiri ayah untuk ikut bersamanya.
“Ayah bolehkah aku ikut?” tanyaku.
Ayahku memperlihatkan giginya dan menganggukkan kepalanya. Aku pun bersiap untuk pergi berlari pagi dengan ayah. Setelah bersiap, aku mulai berlari kecil dengan ayah.
Udara pagi sangat segar. Langit di pagi hari yang berwarna jingga terlihat sangat indah. Mentari mulai muncul ketika kami berlari. Sinarnya di pagi hari begitu hangat.
“Pagi yang indah menyambutku hari ini," pikirku.
Tak lama kemudian kami melewati gorong-gorong yang terbuka. Terdapat sampah yang berserakan di dalamnya. Sampah botol, plastik, gelas kertas dan lain-lain. Ayah menoleh ke arahku karena aku mulai melambat.
“Kenapa Yana?” tanya ayahku.
“Tidak apa-apa, Ayah,” jawabku dengan tersenyum.
Kami lanjut berlari. Setelah beberapa menit kami berlari, akhirnya kami melewati jalan setapak di atas sungai.
Dengan berjalan sedikit dari sana, melewati beberapa rumah, kami akan sampai di rumah kami. Aku mulai merasa letih dengan keringat yang membasahi tubuhku. Lariku mulai melambat.
“Akhirnya sampai sungai," ucapku sambil melihat ayah yang tersenyum padaku.
“Semangat, Yana.” Ayah yang tersenyum melihat kegembiraanku.
Sambil berlari aku lihat sungai kecil itu. Banyak sampah yang tersangkut di bawah jalan.
Ilustrasi Sampah. Gambar oleh RitaE dari Pixabay |
Jalan tapak ini dibangun di atas sungai dan sampah-sampah itu tersangkut di pinggir jalan. Karena aku sudah letih aku hanya berjalan terus supaya cepat sampai di rumah.
Sesampainya di rumah, pak RT datang menyapa dan berbincang engan ayah di depan pagar rumah. Setelah bersalaman, aku masuk ke rumah menuju ke kulkas.
“Segarrr." Seketika dahagaku hilang.
Setelah berbicara dengan pak RT, ayah duduk di depanku dan minum air juga. Kemudian ia bilang ke ibu jika ada gotong royong RW 04.
“Nanti ada gotong royong buat bersihin gorong-gorong dan sungai dekat RT 03. Semalam hujan, jadi sampah-sampah terbawa ke pinggir jalan. Air sungai juga tadi gak terlalu lancar. Iya kan, Yana?”
“Ya. Masa, Bu, aku liat gorong-gorongnya dan di sungai banyak sampah-sampah yang nyangkut di pinggir jalan. Ibu kenapa banyak sampah?” tanyaku
“Itu karena masih ada orang yang buang sampah sembarangan. Sepertimu, kemarin ibu lihat sepulang bermain kamu buang sampah jajan kamu di jalan," jawab ibuku yang duduk di sebelahku.
Aku hanya tersenyum dan berkata “kan cuma buang sampah satu, Bu."
Boleh Baca: Cerpen Tentang Seseorang yang Hidup dari Sampah
“Yana, buang sampah harus pada tempatnya. Jika kamu berpikir buang sampah satu gak apa-apa, bagaimana kalau ada 20 orang yang berpikir sama sepertimu? Jadi numpuk kan sampahnya.” Jelas ibu.
Ayah yang mendengar pun menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ada juga orang yang masih buang sampah bukan ke tempat pembuangan sampah tapi malah buang sampah ke sungai. Jadi ketika hujan turun, sampah-sampah tersebut menyumbat aliran sungai dan mengotorinya” lanjut kata ayah
“Terus kenapa kita yang harus bersihin sampahnya yah? Tugasin saja kepada petugas kebersihan."
“Yana, lingkungan ini juga lingkungan kita. Menjaga kebersihan lingkungan menjadi tanggung jawab kita, bukan hanya petugas kebersihan. Kita sudah diberi berkah oleh Yang Maha Kuasa berupa hujan. Jangan sampai hujan itu malah menjadi musibah karena ulah kita. Misalnya tadi waktu kita lari, kamu lihat kan gorong-gorong banyak sampahnya. Aliran sungai juga tersumbat gara-gara banyak sampah. Untung tidak menimbulkan banjir.” Ucap ayah
“Iya Ayah maaf, Yana gak akan buang sampah sembarangan lagi."
“Mulai sekarang buang sampah di tempatnya ya, Nak”, kata ibu sambil mengelus kepalaku.
“Ya, Ibu," jawabku dengan menyesal.
“Oke, sekarang kita siap-siap untuk gotong royong bareng warga," kata ayahku yang berjingkat dari tempat duduknya.
“Siap, Ayah."
Aku dan ayahku pun pergi bergotong royong dengan warga sekitar membersihkan gorong-gorong.
Boleh Baca: Cerpen Gotong Royong
Sewaktu ayah dan warga membersihkan sungai, aku melihat dari samping dan membantu membuang sampah ke tempat yang sudah disediakan.
Ibu bergabung dengan ibu-ibu yang lain memasak untuk diberikan warga seusai bergotong royong.
Setelah bergotong royong, gorong-gorong dan sungai terlihat bersih dan tidak ada sampah yang menggumpal.
Warga sekitar pun diimbau untuk membuang sampah pada tempatnya dan tidak membuang sampah di sungai agar daerah kami tidak terkena banjir.
Dengan tidak membuang sampah sembarangan, dapat menjaga kebersihan lingkungan.
~ SELESAI~
Posting Komentar untuk "Cerpen: Pagi yang Mengubah Sikapku"
Posting Komentar
Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.
Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)