Widget HTML #1

Cerpen: Motivasi Terbaik Adalah Al-Qur'an

Cerpen Motivasi Terbaik Adalah Al-Quran
Motivasi Terbaik Adalah Al-Qur'an. Gambar oleh MATAQ Darul Ulum dari Pixabay
Hai, Sobat Guru Penyemangat, sebenarnya apa motivasi terbaikmu dalam hidup ini?

Beda orang, beda pula motivasi alias dorongan yang mampu membuat diri maju. Sama, kok. Guru Penyemangat pula demikian.

Terkadang dorongan dari dalam diri saja tidak cukup untuk menghadapi dunia yang penuh dengan basa-basi ini.

Bagaimana dengan dorongan dari orang lain? Sama saja, dan terkadang malah lebih parah. Parahnya, orang lain hanya datang di kala butuh, dan pergi seketika kita membutuhkannya, eh.

O ya. Pada kesempatan kali ini Gurupenyemangat.com bakal menyajikan cerpen motivasi dengan judul "Motivasi Terbaik Adalah Al-Qur'an" karya Agan Reka Puspa Lestari dari Curup.

Cerpen motivasi berikut berkisah tentang bagaimana menjadikan Al-Qur'an sebagai dorongan terbaik bagi tokoh sehingga bisa tetap tegar menghadapi ujian kehidupan.

Oke, langsung disimak saja ya:

Cerpen: Motivasi Terbaik Adalah Al-Qur'an

Oleh Reka Puspa Lestari

Ilustrasi Perempuan Muslimah
Ilustrasi Perempuan Muslimah. Gambar oleh Pezibear dari Pixabay

Namaku Taqiya Ulfah Nur Syarifah di panggil Qiya. Orang tuaku bilang pemberian nama kepada anak itu harus lah mengandung arti-arti yang bagus, sebab hal itu bisa menjadi do'a untuk si anak agar bisa mempunyai sifat seperti yang terkandung dalam nama nya.

Taqiya Ulfah Nur Syarifah mempunyai makna perempuan yang taat beribadah (bertakwa), ramah terhadap sesama, mulia, serta pemberi petunjuk kepada kebenaran.

Aku anak sulung dari 3 bersaudara.

Ayahku seorang wiraswasta sedangkan ibu ku seorang guru Sekolah Dasar di kota kecilku ini. Mungkin ini juga yang menjadi motivasi beliau untuk menjadikan anaknya seorang guru. 

Dalam hidupku dari kurun waktu 8 tahun ke belakang, ada salah satu potongan ayat dalam Al-Qur'an yang menjadikan kutersadar bahwa sesuatu yang kalian benci belum tentu tidak baik untuk kita.

Begitu juga sebaliknya.

Hal itu kusadari setelah ada beberapa peristiwa yang bagiku sangat berkesan. Mungkin bisa menjadi motivasi juga untuk teman-teman yang lain.

Surah itu yakni potongan dari Q.S Al- Baqarah ayat 216:

….boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.

Aku sangat suka ayat di atas. Ayat tersebut bagaikan moodboster untukku.

Setiap hal yang tidak berjalan sesuai dengan rencanaku, aku akan selalu ingat ayat ini misalnya mulai dari pemilihan tempat kuliah sampai dalam memperjuangkan cita-cita.

Oh iya, saat ini aktivitas sehari-hariku mendidik anak bangsa di salah satu sekolah swasta yang ada di kotaku.

Ya, aku adalah seorang guru.

Sebenarnya dulu, aku sangat menghindari untuk bekerja di sekolah ini. Bagaimana tidak, sekolah tersebut notabenenya berisikan anak-anak yang bermasalah di sekolah asal.

Tapi, kembali lagi pasti Allah mempersiapkan hal baik di sekolah itu dan nyatanya benar. Di sana banyak sekali hal baik yang kudapatkan sekaligus pengalaman-pengamalan yang luar biasa yang tidak akan kudapatkan di sekolah lain.

Selain itu ternyata anak-anak didik yang dalam pikiranku mereka sangat nakal, tapi ternyata nakalnya itu bagaikan siswa yang mencari perhatian guru-gurunya.

Sampai akhirnya secara tidak sadar aku ingat dengan Q.S al-Baqarah ayat 216 yang di awal tadi aku sebutkan.

Satu lagi. Lucunya, sebenarnya menjadi guru bukanlah cita-cita utamaku. Apalagi menjadi guru bidang studi Pendidikan Agama Islam.

Aku ingat sekali, waktu itu aku sudah duduk di kelas XII akhir yang notabenenya akan mengikuti Ujian Nasional.

Setelah selesai mengikuti Ujian Nasional, aku diajak orang tuaku melakukan diskusi.

Kebetulan saat itu suasananya seakan-akan senja. Kunamailah diskusi ini diskusi senja. Ya memang  langit sore kala itu tampak indah nan elok.

Ada warna kuning kemerahan yang biasa orang sebut dengan senja.

"Qiya, kan kamu udah di kelas XII akhir, Nak, apakah sudah ada rencana mau lanjut kuliah ke mana?" kata Ibuku.

Seketika aku kaget dengan pertanyaan tiba-tiba itu.

"Oh iya ya, Bu, aku sih memang belum pasti mau lanjut kuliah ke mana. Masih ragu dan bingung". Ujarku.

Tak lama Bapakku pun menimpali, "Apa lagi yang Qiya ragukan, di daerah kita saja ada beberapa tempat kuliah yang bisa dijadikan pilihan. Kenapa harus bingung dan ragu lagi?"

Otak nalarku pun berjalan. Wah, ini sepertinya sudah ketok palu nggak boleh kuliah keluar daerah.

"Tapi, Bu, Pak, Qiya mau seperti teman-teman Qiya yang lain yang melanjut studinya keluar kota kelahiranku ini. Mereka rata-rata kuliahnya keluar. Setidaknya Qiya mau di Universitas yang terkenal di Provinsi kita ini, Pak, Bu."

"Memangnya kamu mau ambil apa kuliah di sana?"

"Qiya mau ambil keguruan, Pak" Ujarku.

"Bapak senang kalau kamu sudah ada rancangan mau ambil kuliah jurusan apa. Tapi, Nak, sebaiknya tidak usah jauh-jauh sampai keluar daerah, di kota kita ini juga ada jurusan keguruan, Nak."

"Iya Bu, Pak, Qiya tahu di daerah kita ini juga menyediakan kuliah keguruan, tapi Qiya maunya jadi guru fisika nantinya. Qiya suka sekali mata pelajaran itu, Bu. "

Dengan keadaan mata yang sudah mulai berkaca-kaca, aku menjelaskan kepada orang tuaku.

Aku memang mudah sekali menangis, mudah sekali terharu. Katanya sih, orang yang mudah menangis itu termasuk orang yang tulus bukan cengeng.

Entahlah. Apakah itu mitos atau hanya sebuah kata manipulatif saja di sebalik kata cengeng. 

Karena orang tuaku tahu bahwa anaknya sepertinya sebentar lagi akan mengeluarkan bulir bening dari sudut matanya, Ibuku langsung dengan sigap memberi penjelasan mengapa aku tidak diperbolehkan mengambil kuliah keluar dari daerah tempat tinggalku.

"Nak, bukan Bapak dan Ibumu tidak mengizinkan Qiya untuk mengambil kuliah keluar daerah, orang tua mana Nak yang tidak mau melihat anaknya kuliah di jurusan yang memang sangat anaknya minati."

"Iya, Nak, Bapak dan Ibu bangga sekali dengan pemikiran Qiya yang sudah ada rancangan untuk ke depannya, tapi Qiya harus tahu untuk kuliah di sana tidak sedikit biaya yang harus dihabiskan. Belum lagi Qiya kan masih ada dua adik yang masih sekolah. Mereka juga butuh biaya." Ujar Bapakku

"Qiya juga harus tahu, tidak masalah kita mau kuliah di mana pun, jika memang Allah takdirkan Qiya untuk menjadi orang sukses Insya Allah Qiya sukses, Nak. Banyak contohnya di sekitar kita yang tamatan dari kampus yang Bapak sarankan tadi. Mereka juga sudah sukses."

Boleh Baca: Cerita Pendek Tentang Motivasi Sukses Meraih Impian

Dengan air mata yang tanpa sadar sudah berlinang aku pun menjawab, "Iya, Bu, Pak, Qiya tahu Qiya masih punya dua adik. Qiya paham, Bu, bahwa mereka juga masih membutuhkan biaya untuk sekolah. Tapi Qiya rasanya masih berat sekali, Pak."

"Iya, Bapak paham apa yang Qiya rasakan, tapi yang harus Qiya tahu insya Allah semuanya enggak sia-sia, Nak. Di sana juga nanti Qiya bisa ambil jurusan keguruan sama seperti yang Qiya mau jurusan keguruan, kan?"

Dengan sesenggukkan aku menjawab, "Iya, Pak, tapi Qiya maunya jadi guru Fisika nantinya, Pak." 

"Tapi itu tadi, Nak, Qiya harus dewasa bahwa Qiya masih ada dua adik lagi yang masih membutuhkan biaya untuk sekolah. Kalau saran Ibu, Qiya tetap ambil jurusan keguruan di kampus itu. setahu Ibu ada beberapa pilihan jurusan keguruan yang dapat Qiya pilih di sana. Ada jurusan Pendidikan Agama Islam, jurusan Pendidikan Madrasah Ibtidayah dan jurusan Pendidik Bahasa Inggris. Tinggal nanti Qiya pilih mau ngajar di SD, SMP, SMA atau Madrasah."

"Bapak juga mau kasih tahu sama Qiya, kelebihannya lagi jika Qiya ambil kuliah di sana, setidaknya bisa menambahkan pengetahuan Qiya sendiri tentang agama, karena pada dasarnya di sana kan tempat kuliah berbasis Islam. Insya Allah akan banyak ilmu agama yang nanti akan Qiya dapatkan. Apa lagi kalau seandainya Qiya memilih jurusan Pendidikan Agama Islam "

"Iya, Nak, sangat tidak rugi jika seandainya Qiya kuliah di sana." Ujar Ibuku.

Dengan suasana yang mata masih sembab dan suara serasa tercekat, aku pun berpikir iya juga apa yang dikatakan orang tuaku.

Mau kalian kuliah di mana saja, jika kalian bersungguh-sungguh untuk menuntut ilmu maka kata sukses yang kalian idam-idamkan pasti akan menghampiri kalian.

Akhirnya aku pun mulai luluh dan secara tersirat mengiyakan saran dari orang tuaku.

Tapi ada beberapa hal yang aku takutkan jika seandainya aku mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam.

Hal itu bisa menjadi momok yang sangat menakutkan bagiku. Aku takut nanti salah jawab jika ada yang bertanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan agama.

Dan yang paling aku takutkan juga, bagaimana jika ada anak didikku yang lebih pintar bertanya dan aku tidak bisa menjawab apa yang dia tanyakan.

Maklumlah. Aku tidak berasal dari sekolah yang berbasis Islam, jadi pemahamanku tentang agama masih sangat dasar dan itu membuatku menjadi takut sendiri.

Melihat keraguanku ini, Ibuku pun langsung memberikan masukan dan nasehat.

"Qiya, jika seandainya nanti kamu menjadi guru, benar-benar mengajar di depan siswamu, kamu jangan takut. Sejatinya kamu itu jauh menang satu langkah dari siswamu, karena apa? Karena kamu sudah belajar terlebih dahulu dari mereka tentang apa yang akan kamu ajarkan nanti."

Sampai saat ini pun hal itu menjadi motivasi terbaikku ketika aku mengajar. Karena aku pernah disuruh mengajat mata pelajaran yang tidak linier dengan ijazah. Ya. apa boleh buat. Kuambil bidang studi itu karena pada dasarnya kami memang kekurangan guru.

Secara tidak langsung, jelang mengajar aku selalu belajar duluan mulai dari buku paket, terus menjelajah Google dan YouTube untuk cari kata-kata sulit.

Seiring berjalan waktu, akhirnya aku pun kuliah di perguruan tinggi yang orang tuaku sarankan dan mengambil jurusan PAI.

Ternyata semua berjalan dengan baik tanpa ada kendala yang begitu berarti. Ya, walaupun di awal-awal kuliah aku meninggalkan satu mata kuliah.

Hal tersebut lumayan membuatku keteteran, karena mungkin kuliah atas saran orang tua, jadi proses menuntut ilmu yang kujalani terkesan belum serius.

Sepintas, aku berpikir rasanya nggak sanggup aku, Ya Allah. Aku tidak mau kuliah di sana. Spertinya berat sekali kuliah.

Tapi, nyatanya semuanya bisa terlewati bahkan banyak sekali ilmu dan pengalaman yang aku dapatkan.

Allah sungguh sangat mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya sehingga sampai sekarang pun aku sangat bangga dengan almamaterku.

Boleh Baca: Cerpen Hijrahku karena Allah

Aku ingat betul, ada satu peristiwa yang sangat membekas, yang sampai saat ini masih ku ingat ini terkait dengan cita-citaku.

Aku sampai berpikir kenapa Allah beri kejadian ini kepadaku, kenapa aku tidak pernah lolos sedangkan kutahu ada beberapa temanku yang kuanggap tidak begitu berpotensi. Tapi beliau bisa lulus.

Dulu nggak lama setelah tamat kuliah, kalau tidak salah tahun 2018, ada yang nama tes Calon Pegawai Negeri Sipil dan kebetulan ada formasi yang sesuai dengan ijazahku.

Tanpa pikir panjang Bapakku langsung menyarankan aku untuk ikut.

"Qiya, ini kan ada tes CPNS. Qiya ikut, ya? Pokoknya jangan tidak ikut!"

"Iya, Pak, Qiya ikut tapi Qiya bingung mau ambil di mana lokasi nya."

"Ambil saja yang paling jauh, mungkin di sana sepi peminat nya."

Benar saja, ternyata memang di sekolah yang aku pilih ini pesain nya hanya 7 orang dibandingkan sekolah-sekolah yang pinggir jalan.

"Pokoknya kita kan berusaha, jangan lupa belajar dan berdoa." Kata Ibuku.

Bukan hanya untuk tes CPNS saja, Ibuku selalu menyuruhku untuk belajar sedari awal.

Akhirnya aku lanjut ke tahap berikutnya. Tapi Qadarullah, aku masih belum lulus. Aku pun menangis sejadi-jadinya karena memang masih berat sekali menerima kenyataan tidak lulus.

Tambah lagi, salah seorang temanku sempat mengirim pesan kepadaku.

"Assalamu'alaikum, Qiya, mau tanya apakah Qiya ada sertifikat pendidik?"

Mendapat pesan darinya rasanya itu seperti luka yang disiram dengan air garam. Pedih sekali.

"Tidak ada. Sepertinya yang satu lokasi dengan kita juga tidak ada sertifikat pendidik. Selamat ya, seperti nya positif kamu yang lolos. O, ya, doa in Qiya supaya bisa nyusul lulus juga"

Sampai akhirnya aku pun tersadar ketika si teman pesaingku ini tertimpa musibah.

Ya, dia kehilangan ibundanya, sedangkan beliau ini anak pertama dan masih ada adik. Dengan demikian, secara tidak langsung keadaan beliau berbalik, beliau yang menjadi tulang punggung keluarga.

Aku pun sadar, oh, ternyata ini di sebalik kelulusan beliau Allah menyiapkan beliau untuk menjadi tulung punggung bagi adik-adiknya.

Masya Allah sungguh indah cara Allah menegurku, dan seketika itu langsung aku ingat Surah Al-Baqarah Ayat 216, bahwa Allah sangat tahu mana yang baik untuk hamba-Nya.

Tidak hanya peristiwa itu, sebenarnya aku sudah 2 kali ikut tes CPNS dan yang kedua ini aku benar-benar mempersiapkan diri. Soalnya aku sudah sedikit mendapat bayangan dari tes pertamaku waktu itu.

Bagiku, benar-benar butuh perjuangan untuk bisa sampai di tahap tes kedua. Mempersiapkan diri untuk lolos di tahap Seleksi Kompetensi Dasar itu belajarnya bukan main.

Selain itu, orang tuaku selalu mengingatkan untuk jangan lupa belajar dan berdoa.

"Qiya, jangan lupa nanti belajar."

"Qiya, shalat dulu, nanti belajarnya lanjut lagi."

"Qiya, sudah makan belum. Kalau belum makan dulu baru lanjut belajar lagi."

Orang tua memang sangat mendukungku, sampai-sampai setiap hari kata-kata tersebut tidak pernah ketinggalan untuk disampaikan kepadaku.

Aku pun mulai belajar dari mulai isu-isu bakal ada CPNS. 

Masih teringat dengan jelas, ketika aku mau berangkat tes seperti biasa aku pamit dan minta doa restu kepada orang tua tanpa kusadari air mataku menetes.

Saat itu aku berangkat tes diantar Bapakku. Wepanjang perjalanan aku menangis di balik punggung beliau.

Pintaku cuman satu saat itu;

"Ya Allah cuma satu pintaku. Semoga aku lulus nilai ambang batas, supaya setidaknya ada hasil jerih payah yang Bapakku dapatkan dari mengantarku. Hanya satu itu yang aku pinta, Ya Allah."

Aku berdoa terus terkadang sambil menangis di belakang punggung beliau. Tambah lagi kami waktu itu balik hari, jadinya aku tahu betul bagaimana capeknya mengendarai motor dengan perjalanan sejauh itu.

Sampai akhirnya aku tes dan Bapakku menunggu di luar lokasi.

"Pak, doakan Qiya ya dari sini, Qiya tes dulu. Assalamu'alaikum"

"Wa'alakumsalam, masuk lah, Nak. Jangan lupa baca doa."

Dengan mata berkaca-kaca, aku membalas ucapan beliau.

"Siap, Pak. Pak, itu layar untuk melihat berapa point yang Qiya dapatkan selama mengisi."

"Iya" jawab Bapakku singkat.

Berkat doa restu orang tua dan ikhtiar, akhirnya aku lanjut menuju tahap Seleksi Kompetensi Bidang.

Di tahap ini pun aku begitu mati-matian juga dalam belajar dari berbagai sumber. Karena terhalang pandemi. saat itu ujian pun ditunda.

Hikmahnya, masa belajar dan berdoaku jadi lebih panjang. Sangking panjangnya, waktu itu aku jadi bisa mencari tahu latar belakang lawan-lawanku.

Semua sumber belajar aku pelajari tapi apalah daya.Semati-matiannya aku belajar, semati-matiannya aku berdoa ternyata lawanku lebih mati-matian daripada aku. Qadarullah, dia pun lolos. 

Sedangkan aku? Aku macam orang patah hati yang menangis hampir setengah hari lebih. Mata jadi bengkak, kepala jadi pusing.

Sampai orang tuaku bilang, "kita anggap saja ini pertandingan, Nak, dan seperti yang kamu ketahui bahwa dalam pertandingan ada yang kalah ada yang menang. Nggak mungkin menang semua," ujar Bapakku.

Masih dalam keadaan menangis sesenggukkan, Ibuku menimpali, "Tidak apa-apa, kamu masih muda. Masih banyak sekali peluang untuk dapat mengikuti tes, jangan putus asa. Lihatlah lawanmu yang lulus itu, kan usia terakhir beliau sedangkan kamu masih panjang, Nak. Allah Maha Adil."

Aku pun sangat menikmati momen itu. Seharian aku menangis.

Kalau ada orang bertanya macam mana lulus atau nggak, mulailah air mata ini bercucuran lagi. Sampai Ibu Kepala Sekolahku menelpon. "Bagaimana, ananda?"

Dengan suara tercekat sekaligus menangis, kuceritakan semuanya dan beliau pun ikut menangis.

“Semangat terus, Nak. Masih panjang perjalanan. Qiya di rumah sama siapa, Nak?"

"Ada Bapak, Bu."

“Syukurlah, sekarang ambil wudhu sholat tenangkan diri."

Dan akhirnya aku berpikir supaya hatiku tenang. Kulakukan lah trikku di tahun sebelumnya. Kuberilah selamat kepada lawanku walau masih dengan mata berkaca-kaca.

Random emang. Tapi jujur hal itu membuat hatiku berlapang dada.

Salah satu hikmah yang kudapatkan bahwa lawanku itu wajar saja beliau bisa lolos.

Pertama, beliau memang sudah S2, otomatis ilmunya sudah tinggi. Kedua, ternyata beliau di usia akhir untuk ikut tes. Allah sungguh adil dan lagi-lagi Allah sangat mengetahui mana yang baik untuk hamba Nya.

Sebenarnya ada begitu banyak peristiwa yang kualami sendiri yang awalnya membuatku berpikir kenapa aku dikasih ujian sama Allah seperti ini. Rasanya berat sekali.

Kenapa dia yang dapat, kenapa bukan aku. Aku mau juga berada di posisi dia.

Aku mau juga menuntut ilmu di sana. Aku rasanya tidak suka di kampus ini, kampus ini terlalu berat untukku.

Nyatanya hal yang kubenci justru membawa begitu banyak kebaikan untuk diriku sendiri. Tanpa kusadari, Allah punya cara yang sangat indah dalam menegurku agar aku tersadar.

Salah satunya melalui QS. Al-Baqarah ayat 216.

Pertama kali aku mendapat terjemahan ayat ini ialah karena secara tidak sengaja aku menonton potongan video ceramah yang membahas kandungan dari ayat tersebut.

***

Nah, demikianlah tadi seutas cerpen tentang motivasi yang bisa Guru Penyemangat hadirkan. Mudah-mudahan bermanfaat dan mampu mendulang inspirasi, ya.

Salam.

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Cerpen: Motivasi Terbaik Adalah Al-Qur'an"