Widget HTML #1

Puisi Tentang Penyesalan Terhadap Diri, Jangan Berputus Asa Sesudahnya

Penyesalan selalu datang belakangan. Memang begitu. Tidak akan ada yang berubah, karena semakin diri ini menggaungkan sesal, semakin gelap pula pandangan gegara wajah berbanjirkan air mata.

Sudah, takada gunanya menyesal terhadap apa yang diperjuangkan sedari dulu. Barangkali segenap diksi sederhana berikut ini bisa menguatkanmu.

Puisi Tentang Penyesalan Terhadap Diri
Penyesalan Terhadap Diri. Gambar oleh sreza24595 dari Pixabay

#Puisi 1: Penyesalan

Terlangkah kaki ke pucuk sepi, mengantar diri di hening hati. Lamunan terukir, menghias sunyi, mengirim gundah di lara batin.

Jutaan semut kecil di mata Sang Pencipta, bersujud tangis di sepertiga malam hening. Mengukir nama indah, dibibir ranum pucat tak berwarna.

Seorang menarik perhatian, terbaring lemah, tak berdaya menahan perih. Tak ada yang mendampingi, tak ada yang menemani, dan tak ada yang mengasihani.

Sendiri, sendiri, dan hanya sendiri. Dibungkus pakaian yang sederhana, di persinggahan akhir sebelum hari terombang-ambing.

Tak ada gunanya! Mereka, mereka orang yang dibanggakan, tak menoreh kata dan menolong. Dunia yang diidam-idam kan, tak bisa menjadi jaminan kebahagiaan kekal abadi.

"Ampun!"

"Tolong!"

"Aaaakh!"

Berteriak meminta pertolongan, tak ada yang bisa menolong. 

Menangis dalam bisu, tak kuasa diri menahan perih.

Mengapa? Mengapa baru sekarang. Ketika pecutan belati menghantam kulit bahkan menembus daging dingin itu. Mengapa? Mengapa kau baru akan bertaubat.

Ke mana? Ke mana selama ini?

Di kala kesempatan selalu mengalir setiap detiknya, Ke mana kau pergi? Apa tak sempat? Berapa banyak sholat yang kau tinggalkan? Tak terhitung jumlahnya, bukan? Berapa detik kau berbuat maksiat, Bahkan kau saja tak dapat menghitungnya.

Baru sekarang, saat semua telah berakhir, saat ribuan kesempatan kau sia-siakan, saat telah habis waktumu, saat tak guna lagi semua yang kau perjuangkan, dan saat kau lupa akan kewajibanmu kepada Yang Maha Esa.

Kau ingin kembali, kau menjerit akan bertaubat, kau memohon meminta kesempatan terakhir, kau berharap pecutan kan berhenti. 

Dan tetap saja.

Hingga hari hancurnya seantero bumi nanti, kau menjadi orang paling menyesal dengan ribuan kehancuran yang tak kunjung henti di dunia kekal.

Puisi Karya: Khairia Nurlita.


#Puisi 2: Toko Sulap Keputusasaan

Setelah semua berlalu, kembali terjerat di ambang perhatian. Tak ada kepercayaan juga rasa yang menenangkan. Menginginkan kesendirian yang berkepanjangan, berteman dengan keputusasaan.

Kuarahkan manik coklat, ke arah galaksi bima sakti. Tenggelam di sebuah kota, kota kuno dengan penyihir di dalamnya. Kaki membawa diri bercengkrama di taman kota. 

Seperti pohon ceri, mawar, sejuk embun, mulianya pagi kuingin seperti mereka. Entahlah, berada di keputusasaan mendalam, dengan keraguan penghiasnya.

Keinginan yang menjadi amarah dan irasional, membuatku kembali melangkah ke arah tempat, sedikit aneh? Tertera palang "your magic" penanda namanya.

Tak ada siapa-siapa, hanya setumpuk buku yang menggambarkan ketidaksemangatnya diri. Ah, semua jawab ada di sini. Di waktu tulus yang tersisa, ternyata kuncinya dari hatiku sendiri. 

Jika aku takut pada semuanya, sihir di hatiku akan menjadikan awan mendung menjadi pelangi 7 cahaya. Jika rasa keputusasaan kembali melanda, tongkat sihir kuayunkan mengubah kelaraan hati menjadi semangat berambisi. 

Jika keraguan membelenggu batinku, kuucapkan mantra di bola kristal, hingga berubah keraguan menjadi keteguhan.

Dan terbangun dari toko sulapku sendiri, kembali menghilangkan kegundahan atas keputusasaan. Merajut sebuah cerita menjadi jutaan rasi bintang indah. 

Puisi Karya:   Khairia Nurlita.


#Puisi 3: Lakukan Sepenuh Hati Tanpa Ada Penyesalan

Hari ini menyedihkan tanpa alasan. Melelahkan raga seperti setiap waktunya. Berkutat dengan tumpukan kertas hingga rembulan pun tak terasa.

Seluruh dunia hanyalah figuran di dongengku. Ah, sesak seakan tak ada pasokan udara yang menyapa. Terbaring di tempat tidur, yang tak lagi terasa kenyamanannya.

Jantungku terus berdebar dan kalimatku mulai meredup. Apa semua salahku? Kuulangi selalu kalimat itu. Malam yang terasa pusing, bahkan makin menyakitkan tatkala mata ingin beristirahat.

Tepat jarum jam singgah di dua lingkaran angka, pukul dua belas tepat. Hari ini berakhir, akan memulai hari baru kembali.

Kedua tangan, ketika menit tangan bertumpang tindih, dunia menahan napas sementara waktu.

Ternyata, ditahan napasnya, diberitahukan kepadaku, ini duniamu, lakukan dengan sepenuh hati tanpa ada penyesalan. Duniamu hatimu yang mengatur.

Cukup laksanakan tugasmu dan kewajiban kehidupan kekalmu.

Semuanya hakmu, tahan napasmu, dan mulai kembali lembar menyenangkan. Balikkan keadaan dengan kemampuanmu. Maka kamu akan bahagia.

Puisi Karya:   Khairia Nurlita

Baca juga:

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Puisi Tentang Penyesalan Terhadap Diri, Jangan Berputus Asa Sesudahnya"