Widget HTML #1

Awas, Jangan Biarkan Anak Kita Kecanduan Smartphone!

Hari ini smartphone begitu akrab dengan kita, sampai-sampai tetangga yang ternilai sangat ramah juga kalah saing. 

Smartphone pula begitu lezat buat dinikmati, sampai-sampai ayam goreng serta bakso bakar yang kelihatannya begitu menggoda rela ditinggalkan sampai basi. Yang penting fotonya enggak basi. Eh

Awas, Jangan Biarkan Anak Kita Kecanduan Smartphone!
Awas, Jangan Biarkan Anak Kita Kecanduan Smartphone! Gambar oleh Andi Graf dari Pixabay
Tidak berbeda jauh, ternyata anak-anak hari ini yang sedang lapar juga suka ditawari gawai. Anak lapar serta tidak ingin makan nasi, wajib dicari dahulu lauk bonus berbentuk smartphone, barulah dia ingin makan. 

Anak merajuk serta tidak ingin mandi dan pergi sekolah, wajib disuap dahulu dengan sabun mandi berlabel Smartphone supaya ia ingin mandi. Hemm

Kesimpulannya, tiap hari anak cuma ingin berteman dengan smartphone. Sahabat sebaya dapat saja dia tinggalkan dengan menutup rumah.

Orangtua dapat saja dia abaikan dengan metode sok padat jadwal dengan" pinjamkan saja smartphone Bapak!". Apalagi, dirinya sendiri dapat dia abaikan dengan telat makan, telat minum, lupa mandi, tidak sikat gigi, sampai menolak untuk pergi ke sekolah.

Ibu dan bapaknya gimana? Tentu mereka pusing berkelanjutan mengalami anak semacam ini. Lah, salah orangtua sendiri, bukan?

Mengapa kemarin kerap menyuap anak dengan smartphone!

Mengapa kemarin mendownload permainan banyak-banyak buat dimainkan oleh anak!

Serta mengapa kemarin senantiasa membujuk anak yang menangis dengan menyuguhkan smartphone!

Bukankah hal tersebut sama saja dengan membuka peluang agar anak kecanduan smartphone?

Memanglah perlu ditegaskan jikalau smartphone tidak melulu sama seperti narkoba, yang gara-garanya anak kita dilarang memegangnya sebab khawatir terpenjara oleh kecanduan. 

Meski demikian, kita tidak dapat menampik fakta-fakta pelik yang telah terjalin dalam waktu dekat ini.

Fakta: Anak Bisa Saja Celaka Gegara Kekacauan Mental

Telah begitu banyak kenyataan miris yang berserakan akibat smartphone. Di bulan Juni 2019 kemarin tepatnya di Malaysia, seseorang bocah menampilkan indikasi kacau mental dengan mengurung dirinya di mobil.

Kejadian ini berawal kala si bunda membagikan anaknya smartphone serta meninggalkannya sendiri di mobil. Sehabis sebagian waktu, nyatanya anak itu malah mengunci dirinya sendiri di dalam mobil.

Dia tidak ingin membukakan pintu mobil sebab khawatir smartphonenya dirampas oleh bunda. Hingganya, sang bunda wajib menelepon petugas pemadam kebakaran buat menolong menjebol pintu mobil.

Fakta tersebut telah memperlihatkan kepada kita alangkah bahayanya bila anak umur bocah telah kecanduan dengan smartphone, sampai-sampai dengan bunda kandung sendiri dia ketakutan. 

Tidak normal memanglah, tetapi seperti itu akibat kurang baik yang tertinggal.

O ya, ada lagi di Bekasi, lagi-lagi dengan permasalahan yang sama. Dialah Wawan Gim, seseorang pemuda yang telah kecanduan kronis bermain permainan di smartphone. Pemberitaan Wawan  begitu viral serta pernah dilansir di kanal Youtube DAAI Televisi pada bulan Juli 2019 lalu.

Wawan yang diketahui menempuh rehabilitasi di rumah sakit jiwa ini menampilkan sikap aneh serta kadangkala tidak siuman. 

Apalagi, meski smartphone telah lepas dari tangannya, jari-jarinya senantiasa saja bergerak seperti orang yang lagi bermain permainan.

Dua contoh sikap menyimpang di atas rasanya semata-mata kendala mental yang sejatinya bisa diatasi. Tetapi, terdapat lagi peristiwa pelik seseorang bocah berusia 7 tahun tewas sembari memeluk HP.

Peristiwa tragis ini terkisah di NTT bulan Maret 2019 kemarin. Berawal dari main permainan, sang bocah yang memegang HP sembari mengecas kemudian ditinggal ke ladang oleh neneknya. 

Tetapi, kala neneknya kembali ke rumah, sang bocah telah dalam keadaan kedua tangan dibakar, tersengat listrik serta setelah itu wafat.

Kita begitu pilu membaca kisah-kisah nyata semacam itu. Cerita yang ialah akibat dari keteledoran serta kelalaian orangtua, hingganya menyebabkan generasi muda yang tidak tahu apa-apa jadi tersakiti, terluka, apalagi tertimpa musibah.

Fakta- fakta di atas cumalah sebagian kecilnya saja, serta itu cumalah kisah-kisah yang telah terjamah dengan TV serta Mbah Google. 

Di luar sana, barangkali telah terjadi begitu banyak permasalahan yang sama, tetapi dirahasiakan oleh orangtua dengan dalih mereka sangat" sayang anak".

Rasanya, bakal kacau kehidupan masa kecil bila generasi penerus bangsa lebih mengakui smartphone sebagai sahabat baiknya. 

Apalagi, banyak anak telah menjadikan smartphone selaku santapan tiap hari serta suatu yang menghibur hatinya. Benar-benar kecanduan Smartphone.

Lebih lanjut, bagi para pakar kecanduan permainan online bisa memunculkan kendala ataupun permasalahan kesehatan tertentu. Pada orang pecandu permainan, riset menciptakan terdapatnya pergantian fungsional serta struktural dalam sistem reward saraf.

Pergantian, ataupun lebih tepatnya penyimpangan guna saraf bakal menyebabkan kekacauan terhadap perasaan bahagia, kendala pendidikan, serta pergantian motivasi anak. 

Takutnya, anak bakal salah mengerti tentang suatu kesenangan, serta anak pula bakal gampang sekali kehabisan motivasi.

Apalagi, kerapkali aku mendengar anak kita mengumpat, mencaci, serta berkata-kata kotor ketika bermain permainan bersama sahabatnya. 

Mirisnya, ungkapan-ungkapan itu malah biasa untuk mereka. Malahan mereka silih berganti berbalas umpatan via permainan. Duh, ini sangatlah mengganggu.

Awas, Jangan Biarkan Anak Kita Kecanduan Smartphone!

Nanti Saja berkisah tentang harapan besar orangtua terhadap kesuksesan anaknya. Nanti pula menceritakan tentang menjadikan anak sulung selaku calon penerus tulang punggung keluarga. 

Sebab, bila kecanduan terhadap smartphone selalu dibiarkan semacam ini, harapan para orangtua bakal terus menjadi tergusur oleh smartphone.

Ibaratkan makan ayam goreng, Smartphone tidak dapat jadi selalu disayur saban hari. Perlu dihadirkan variasi alias macam-macam hidangan di atas nasi kita. 

Perihal ini dihadirkan sekedar demi kesehatan anak. Bayangkan saja bila anak tiap hari makan ayam goreng, bisa- bisa dia" berkokok" tanda kebosanan.

Meski dengan smartphone anak tidak hendak sempat bosan, tetap saja orangtua tidak dapat menjadikannya sebagai metode damai terbaik buat tidak menabuh gendang perang dengan anak. 

Terlebih bila anak masih berumur 2- 5 tahun. Lebih baik mereka diberikan mainan bola, abjad serta angka-angka, ataupun beri ia pensil buat berkreasi.

Jikapun wajib gunakan smartphone,  cukuplah menyuapnya 1- 2 kali saja, dengan durasi terjangkau seperti khotib yang lagi khutbah jumat. Itupun wajib didampingi oleh orangtua. Tentu saja agar anak tidak kecanduan Smartphone.

Repot? Memanglah wajib repot bila sayang anak, sebab tantangan orangtua hari ini lebih berat.

Tidak hanya itu, sangat pentin pula untuk para orangtua buat mengenalkan anaknya dengan lingkungan sekitar. 

Walaupun semata-mata duduk di teras rumah tiap pagi ataupun sore hari, paling tidak anak mau memandang dunia luar serta disibukkan dengan menegur tiap orang yang melalui di depan ataupun samping rumah.

Akhirnya, biarlah banyak orang yang mulai antipati, tetapi jangan dengan orangtua. Biarlah pula banyak anggapan yang timbul kalau generasi milenial saat ini merupakan generasi yang apatis serta antisosial, lagi-lagi jangan dengan orangtuanya.

Masing-masing dari usaha ini dihadirkan hanya demi menerbitkan, menjilid, menggandakan, serta menebarkan generasi milenial yang sehat secara lahir serta batin.

Salam.
Ditulis oleh Ozy V. Alandika

Baca juga:

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

5 komentar untuk "Awas, Jangan Biarkan Anak Kita Kecanduan Smartphone!"

Comment Author Avatar
"Malahan mereka silih berganti berbalas umpatan via permainan."

Polisi suara banget ðŸĪŠ
Comment Author Avatar
Ini kenapa, komentar sendiri, ngomel sendiri, benerin sendiri 😆

Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.

Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)