Widget HTML #1

Sudahkah Kita Mengamalkan 5 Adab Penuntut Ilmu dalam Kitab Taisirul Khollaq Berikut Ini?

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِه طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (H.R. Muslim)

Siapa sih yang tidak ingin dimudahkan jalannya menuju surga Allah?

Siapa pun ingin masuk surga. Akan tetapi, tidak semua orang mau memudahkan jalannya menuju surga. Karena sesungguhnya hanya orang-orang yang bersungguh-sungguh, yang benar-benar akan menggapainya inginnya, tidak sekadar angan.

Sungguh mulia ketika seseorang mau melangkahkan kakinya menuju majelis-majelis ilmu. Allah sendiri sudah berjanji untuk memudahkan jalannya menuju surga melalui sabda Rasulullah di atas.

Hanya saja, melangkahkan kaki menuju jalan ilmu memang tidaklah mudah, terlebih lagi bagi yang sukanya bermalas-malasan dan menuruti hawa nafsu.

Majelis ilmu itu banyak sekali, seperti majelis ta’lim, perpustakaan, sekolah, kajian-kajian online, dan di manapun serta apa pun itu medianya.

adab penuntut ilmu terhadap sesamanya
Adab penuntut ilmu terhadap sesamanya. Foto: İbrahim Mücahit Yıldız dari Pixabay

Ilmu tak terbatas oleh keadaan, tempat, dan waktu. Kapan pun, apa pun, dimana pun dan dari siapa pun. Itu semuanya adalah ilmu bagi orang yang mau berpikir. 

Betapa Allah memuliakan ahli ilmu, sampai-sampai Allah abadikan dalam surat cinta-Nya yang berbunyi: 

يَرۡفَعِ اللّٰهُ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡكُمۡ وَالَّذِيۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ دَرَجٰتٍ

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Q.S. Al Mujadalah: 11)

Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang yang beriman dan berilmu.

Orang yang berilmu pasti Allah naikkan derajatnya melebihi seorang ahli ibadah tetapi tak memiliki ilmu. Ia dimuliakan di kalangan umat manusia sekaligus di kalangan penghuni langit.

Namun, seorang ahli ilmu bisa saja ia malah merendahkan derajat dirinya sendiri dengan mengabaikan adab-adab yang seharusnya melekat pada dirinya. 

Adab terhadap seorang guru terutama yang menjadikan keberkahan ilmu itu selalu mengalir hingga akhir hayat. 

Pada saat menuntut ilmu, tidak hanya ilmu dan guru yang wajib dimuliakan. Akan tetapi, ada satu hal lagi yang tidak kalah penting untuk diperhatikan. 

Apakah itu?

Ya, kita hidup tidaklah sendiri. Kita hidup dengan orang lain yang mana kebutuhan akan asupan sebuah ilmu juga ada pada masing-masing diri mereka. 

Maka, sebagai insan yang sama-sama menuntut ilmu sudah seharusnya bisa saling mengerti dan saling memberikan rasa nyaman satu sama lain. 

Lantas, bagaimana seharusnya penuntut ilmu memperlakukan temannya dalam perjalanan menimba ilmu?

Disarikan dari kitab Taisirul Khollaq yang ditulis oleh Syaikh Hafidz Hasan Al-Mas’udi bahwa ada 5 butir adab penuntut ilmu terhadap sesama teman, yaitu:

1. Menghargai Teman 

    (احْتِرَامُ إِخْوَانِه)

Sikap menghargai orang lain tidak hanya ditujukan kepada orang yang lebih tua. Terhadap sesama umur sekalipun kepada yang lebih muda, sikap seperti itu tidak selayaknya diabaikan.

Begitu pula terhadap teman sesama penuntut ilmu, sikap saling menghargai perlu untuk selalu dihadirkan. 

Menghargai teman sepembelajaran membuktikan bahwa seseorang memiliki hati yang bersih tanpa ada unsur iri ataupun jumawa. 

Dengan menghargai orang lain, tidak berarti bahwa seseorang merasa rendah atau tak memiliki harga diri. Justru dengan menghargai orang lain, dirinya akan semakin dihargai dan dimuliakan. 

2. Tidak Menghina Teman 

    ( تَرْكَ احْتِقَارِ وَاحِدٍ مِنْهُمْ )

Bagaimanapun keadaan orang lain, tidak ada hak bagi siapapun untuk menghinanya. Siapa yang menghina orang lain, maka ia sudah menghina ciptaan Allah.

Mengamalkan adab menuntut ilmu
Mengamalkan adab menuntut ilmu. Foto: abeer alabdullah dari Pixabay
Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 11, bahwa Allah melarang merendahkan dan menertawakan orang lain, karena boleh jadi orang yang direndahkan itu lebih baik dari yang merendahkan. 

Allah tidak menilai kepandaian seorang penuntut ilmu yang di dalamnya ada sifat sombong dan suka menghina teman sepembelajarannya. Karena sebaik-baik di sisi Allah adalah taqwa. 

Rasulullah SAW bersabda: 

اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ

“Takutlah kepada Allah di manapun kamu berada.”

Dengan begitu, sebagai seorang penuntut ilmu sudah seyogianya tidak akan pernah menghinakan orang lain, disebabkan taqwa yang sudah tertanam di dalam dirinya.  

3. Tidak Menganggap Diri Lebih Tinggi dari Mereka 

    (تَرْكُ الْاِسْتِعْلَاءِ عَلَيْهِمْ)

Menganggap diri lebih tinggi dari orang lain termasuk sifat suka “merasa” yang harus dihilangkan. 

Merasa paling baik, paling pandai, paling paham, dan segala macam bentuk merasa yang buruk-buruk, sudah semestinya dijauhkan dari diri. 

Dalam proses belajar, kedudukan setiap penuntut ilmu adalah sama, yakni sama-sama belajar. Pembedanya adalah pada bentuk kesungguhan dalam memperolehnya.

Sebagaimana pepatah Arab yang masyhur:

مَنْ جَدَّ وَجَدَ

“Barang siapa yang bersungguh-sungguh, ia akan berhasil”

4. Tidak Mengejek Teman yang Lambat Pemahamannya  

    (أَنْ لَا يَسْخَرَ بِبَطِيْئِ الْفَهْمِ مِنْهُمْ)

Potensi dan tingkat kecerdasan seseorang berbeda-beda. Allah menciptakan perbedaan tersebut memberikan arti bahwa kuasa Allah itu ada. 

Seseorang yang lambat memahami ilmu yang ia pelajari, tidak mengartikan bahwa ia rendah. Justru ketika ada seseorang yang lambat pemahamannya, tetapi ia sungguh-sungguh, maka ia lebih mulia di hadapan Allah dibanding orang yang pandai tapi menyepelekan orang lain.

5. Tidak Bergembira Ketika Guru Menegur Salah Seorang Teman 

    (أَلَّا يَفْرَحَ إِذَا وَبَّخَ الْأُسْتَاذُ بَعْضَ الْقَاصِرِيْنَ)

Teguran seorang guru tidak memberikan makna bahwa beliau membenci muridnya. Justru ketika guru mau menegur murid yang salah, itu artinya beliau sangat peduli dan sayang.

Maka dari itu, tidak elok kiranya bagi seorang penuntut ilmu merasa bergembira ketika melihat temannya ditegur oleh guru. 

Perlu dipahami bahwa arti “bergembira” di sini adalah mengejek

Dalam kitab Taisirul Khollaq dikatakan bahwa munculnya rasa gembira yang bermakna mengejek pada teman sepembelajaran ketika ia ditegur oleh guru, maka dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan.

Lain hal jika merasa gembira yang dimaksudkan adalah agar sang teman mendapatkan arah atau petunjuk jalan yang benar dari guru supaya tidak melenceng dari yang haq.

Alhasil, jadikan pula teguran guru pada teman sebagai bahan introspeksi diri sendiri.

Itulah 5 adab penuntut ilmu terhadap sesama temannya. Semoga kita tidak hanya membacanya. Akan tetapi, sebagai hamba yang beriman kepada Allah, maka sudah seharusnya mengamalkan apa yang telah kita ketahui. 

Semoga berkah dan memberi manfaat.
Ditulis oleh Firda Fatimah.

Baca juga:

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Sudahkah Kita Mengamalkan 5 Adab Penuntut Ilmu dalam Kitab Taisirul Khollaq Berikut Ini?"