Widget HTML #1

Puisi Tentang Pemuda, Cinta, dan Rindu

Sejatinya anak muda sering menghadirkan segunung cinta dan sebukit rindu. Kedua rasa itu senantiasa hadir, pergi, singgah, kemudian pergi lagi.

Tapi ya... Cinta dan rindu terkadang tak pernah salah. Keduanya seakan berjodoh dan saling melengkapi. Cinta tak bisa berjalan sendirian tanpa rindu, sedangkan rindu bakal kesepian tanpa cinta.

Syahdan, bagaimana dengan pemuda? Berikut kuhadirkan puisi tentang pemuda, cinta, dan rindu. Semoga kamu kuat, ya.

Puisi Tentang Pemuda, Cinta, dan Rindu
Puisi Tentang Pemuda, Cinta, dan Rindu. Ilustrasi by Free Photos/Pixabay

Puisi 1: Engkau Merindu Sebagaimana Aku Mencinta

Suatu hari mangga ingin bercerita. Dirinya yang mentah dan bergetah ingin segera ranum. Aku enggan berujar, karena bukan ajunku mendahului pemetik rindu.

Keesokan harinya anggur ingin berkisah. Dirinya yang tak berbatang ingin segera tumbuh lebih tinggi menembus khayal. 

Aku enggan memungkasi, karena tak ada dayaku mendaki tingginya rindu.

Esok lusa setangkai mawar merah juga ingin bernarasi. Sang mawar yang memesona ingin segera melepas duri-duri rindu agar tak berkecambah. 

Lagi-lagi aku menolak. Rindu mawar tak sembarang orang bisa memetiknya.

Bagaimanakah dengan dirimu?

Entah engkau merindu sebagai mangga, aku tetap hadir sebagaimana aku mencinta. Entah engkau merindu sebagai anggur, aku tetap berdiri di sebelah sebagai penopang tegaknya khayalmu.

Pun demikian. Ketika engkau tak betah merindu sebagai setangkai mawar, aku tetaplah sebagaimana aku mencinta.

Kerinduan nyatamu adalah sebagaimana aku cinta. Kerinduan khayalmu ialah sesungguhnya aku lebih cinta. Silakan engkau merindu sebagaimana aku mencinta.


Puisi 2: Sesungguhnya Aku yang lebih Cinta

Sesungguhnya aku lebih cinta daripada angin. Bila angin hanya mampu menyejukkan, aku lebih mampu memoles hatimu agar menghangatkan sejuk.

Sesungguhnya aku lebih cinta daripada hujan. Bila hujan hanya membasahi yang kering, aku lebih mampu menyuburkan ketandusan angan bagi jiwa pengharapmu.

"Harapmu adalah aku, kan?" 

Aku mengaminkan itu, dan rel kereta cinta sudah kubangun dari hari ini hingga kita menua.

Jauh perjalanan waktu bila kuharus menembus jarak. Luasnya gurun dan lebarnya samudra menghalangiku. 

Aku tak berdaya
Aku tak berkuasa
Aku hanya biasa
Aku kalah dengan hujan
Pun dengan angin

Lika-liku angin dan hujan tak separah pergolakan aku dan cinta. Engkau pasti menyadarinya. 

Ketika sejuk dan dingin bersatu dalam penantian, ketika itu pula aku jauh. Padahal sesungguhnya aku yang lebih cinta.

Hingga angin dan hujan berhenti membasahimu, aku akan tetap berkata: sesungguhnya aku yang lebih cinta. Sampai engkau percaya.


Puisi 3: Seorang Pemuda yang Menangisi Hujannya Sendiri

Dia terdampar di sebuah gurun yang berambigu rasa. Di sekelilingnya hanya ada air mata. Di atas kepalanya ada gerombolan awan sendu. Sedangkan hujan sudah siap bergelabah atas dukanya.

Seorang pemuda yang menangisi hujannya sendiri. Begitu penampakan juang dalam berhelai-helai sepinya. Dia bercandala atas harsa. Dia bergumam demi membenci hujan.

Entah mengapa rindu itu seperti kapal tua yang karam. Di atas kapal ada dirinya yang terombang-ambing memegang harap. Berteriak menyanyikan elegi. Lagi-lagi menangis di tengah serayu.

Begitulah. Ketika pecahan awan berubah menjadi rintik pilu yang menghujam, ketika itu pula dia menangisi hujannya sendiri.

Basahlah sepenggal wajahnya. Bercucurlah sejumput mahligai rindu. Sedangkan dia bergopoh-gopoh merapah menuju nirwana dengan setengah genggam tangan.

Berat rasanya. Lebih mudah bagi diri andai dia menangisi hujannya sendiri. Dia bisa melepas khayal, lalu mengeringkan kebasahan dengan berjemur di langit harsa.

Bukankah setelah hujan akan datang terang?

Puisi Karya Ozy V. Alandika

Baca juga: Puisi Tentang Hamba, Harap, dan Langit

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Puisi Tentang Pemuda, Cinta, dan Rindu"