Widget HTML #1

Cerpen: Perayaan Maulid Nabi

Hai Sobat! Ada banyak cara untuk mencintai Nabi Muhammad SAW. Bahkan sejatinya kita tidak memerlukan dalil untuk mencintai Nabi. Kenapa? Karena beliau adalah uswatun hasanah dan khuluqin azhim.

Salah satu wujud kecintaan terhadap Rasulullah yang masyhur dilaksanakan saat ini ialah menggelar perayaan Maulid Nabi. Bukan perayaan Hari Ulang Tahun Nabi, melainkan menghadirkan tradisi alias kegiatan muamalah yang di dalamnya bernilai ibadah.

Sebut saja seperti tabligh akbar, zikir akbar, tausiyah tentang sirah nabawiyah, hingga tadarus Qur'an.

Nah berikut ada secarik cerita pendek mengenai perayaan Maulid Nabi yang singkat dan penuh makna, terutama bagi kita umat akhir zaman.

Mari disimak ya:

Cerpen: Perayaan Maulid Nabi

Oleh Sri Rohmatiah

Cerpen Perayaan Maulid Nabi
Cerpen Perayaan Maulid Nabi. Images by Canva

“Heem harum sekali masakan Ibu,” gumamku seraya menghampiri Ibu yang sedang sIbuk memasak.

“Mau bantu Ibu memasak, De?” tanya Ibu kemudian.

Aku yang mendapat tawaran seperti itu, dengan senang hati menerima. Bukan karena bisa memasak, tetapi aku suka membantu Ibu di dapur dengan alasan biar bisa mencicipi.

“Tapi jangan dimakan dulu, itu untuk perayaan Maulid Nabi di masjid sore ini!” perintah Ibu. Wah Ibu bisa membaca apa kata batin. Ngeri sekali kalau begitu aku tak berani membatin lagi.

Sambil tersenyum, aku pun segera duduk di depan masakan yang hampir semuanya matang.

“Aku bantu apa, Bu?” 

Ibu membawa dua lembar dus nasi dan memberikannya padaku.

“Lipat dulu dus nasi ini ya, Nak mengikuti garisnya.”

Ibu kembali ke depan kompor meneruskan memasak, tak lama terdengar suara sreeng, sreeng … aroma ikan segar pun menyelimuti dapur. Para penghuni perut langsung menggeliat nagih jatah. 

“Sabarlah ya, jangan berisik, nanti terdengar oleh Ibu!” tanganku mengelus-elus kantong nasi yang berada di balik baju. 

Kantong nasi, itulah Ibu menyebut bagian perutku. Katanya isi perutku hanya diisi nasi, nasi dan nasi, karena aku memang gendut.

“Sudah siap kotak nasinya, Bu, ini diisi apa?” ujarku untuk mengalihkan rasa lapar.

“De, kamu makan mie jawa dulu, untuk ganjal kantong nasimu biar nggak berisik,” seru Ibu.

Lha … lagi-lagi Ibu tahu kalau aku lapar. Tanpa menunggu lama, aku segera menyantap mie jawa yang sangat menggugah selera.

“Pelan makannya, setelah selesai segera salat Ashar ya, berpakaian rapi terus ke masjid membawa nasi ini!” Kembali Ibu memberi aba-aba.

***

Cermin itu menggambarkan aku yang sebenarnya, tubuh yang gendut, kulit putih, rambut seperti lidi. “Kalau aku sedikit kurus mungkin juga mirip Naruto,” batinku. 

Namun, itu tidak mungkin, masa kanak-kanak jangan dibiarkan untuk diet, biarkan bahagia, bebas memakan apa yang anak-anak suka asal sehat. Itulah kata Ayah. 

“Anak 9 tahun biarkan dia makan banyak, Bu. Jangan Ibu larang-larang!” Suatu hari kata Ayah pada Ibu.

“Denis, cepat dandannya!” teriak Ibu dari arah dapur.

Segera aku berlari meninggalkan cermin yang tak pernah bohong.

“Bawa dua kotak nasi ini ya ke masjid, dengarkan ceramah ustadz. Ketika pulang …”

“Ketika pulang bawa satu kotak nasi saja, yang satu untuk jamaah lain,” lanjutku memotong pembicaraan Ibu.

“Kamu memang pintar, rajin berbagi, Nak.”  Ibu tersenyum sambil memberikan dua kotak nasi. 

Setelah mencium tangan Ibu yang wangi surga, aku bergegas menuju masjid yang jaraknya tidak jauh dari rumah, hanya 200 meter.

Di serambi ada banyak jamaah dari berbagai generasi, mulai dari generasi Ibu, hingga anak di bawahku. Semua jamaah adalah warga desa yang hendak merayakan Maulid Nabi Muhammad saw., tanpa batas usia. 

“Ibumu mana, Denis?” tanya seorang Ibu yang duduk dekat pintu masuk.

“Ibu lagi nggak bisa ke masjid, Bude,” jawabku sembari menundukkan kepala sedikit, tak lupa menebar senyum tipis.

Setelah menyimpan kotak nasi di barisan tengah bersama kotak nasi lainnya, aku pun mengambil tempat duduk di sebalah temanku, Akbar.

“De, lauknya apa? aku tandai ya,” bisik Akbar.

Aku tersenyum sembari menjawab, “Gurame goreng, Bar. Kamu segera ambil setelah selesai doa.”

Begitulah, jika selesai ceramah dan berdoa, ada Ibu-Ibu yang membagikan kembali kotak nasi kepada jamaah secara acak. Ya, jika Ibu memasak ikan gurame, belum tentu aku mendapat ikan lagi, bisa jadi telur rebus atau dadar telur.

Kata Ibu jangan mengeluh itu sama-sama rejeki, harus disyukuri, masih banyak orang yang kelaparan di luar sana.

Pak Ustadz pun dalam setiap perayaan Maulid Nabi sering mengingatkan agar kita terus sedekah tanpa mengharap imbalan lebih. 

Perayaan Maulid Nabi bukan untuk pamer makanan, tetapi bentuk rasa syukur atas lahirnya Kanjeng Nabi Muhammad saw., yang telah membawa umat manusia ke jalan yang benar.

“Bar, jika kamu tidak mendapat kotak nasi berisi ikan, jangan kecewa ya, kita harus bersyukur,” kataku perlahan di dekat kuping Akbar.

Akbar tersenyum dengan sedikit mengedipkan mata tanda setuju.

***

Lanjut Baca: Cerpen Tema Maulid Nabi yang Menyentuh Hati

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Cerpen: Perayaan Maulid Nabi"