Widget HTML #1

Cerpen: Makna Kesaktian Pancasila bagi Pemuda

Hai Sobat Guru Penyemangat, menurut Sobat apa saja sih makna peringatan Hari Kesaktian Pancasila? 

Sehari sebelum tanggal 1 Oktober yang menjadi peringatan Hari Kesaktian Pancasila, kita sempat memasang bendera setengah tiang sebagai wujud berkabung sekaligus mengenang para pahlawan revolusi yang dibantai oleh PKI.

Pahlawan revolusi boleh wafat, namun semangat perjuangan tidak akan semudah itu ditenggelamkan. 

Kesaktian Pancasila adalah momen yang tepat bagi kita semua terutama para pemuda untuk menyelam lebih dalam tentang Pancasila sekaligus mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang ada di dalamnya.

Nah berikut disajikan cerpen singkat dan inspiratif tentang makna kesaktian Pancasila bagi Pemuda masa kini. Mari disimak ya:

Cerpen: Makna Kesaktian Pancasila bagi Pemuda

Oleh: Sri Rohmatiah Djalil

Cerpen Makna Kesaktian Pancasila bagi Pemuda
Cerpen Makna Kesaktian Pancasila bagi Pemuda. Dok. GuruPenyemangat.com

“Kamu pasti menang, Layla,” seru Nanda memecah hening yang sejak tadi tercipta.

“Pasti lah, teman kita emang keren,” timpal Nindi si cantik bak artis Korea. Si kembar ini memang memiliki wajah yang menyenangkan untuk dilihat. Selain putih, cantik, mereka pun baik hati.

Hanya aku yang sedikit berbeda, warna kulitku cokelat seperti ibu. Kata nenek, itu karena saat ibu hamil aku, ia sering makan gula jawa bukan gula pasir. So apa hubungannya? Hehe.

Walaupun demikian, kata ibu pula, aku cukup manis apalagi jika tersenyum. Udah deh mana ada seorang ibu yang mengatakan putrinya jelek. Aku cukup bangga dengan diriku.

Kedua temanku, si kembar tiba-tiba menepuk pundak, “Kami duluan ya, jangan lupa 2 jam lagi tunjukkan pesonamu!”

“Ok, kalian juga jangan lupa semangat jadi tim hore.”

Mereka berlalu sembari tertawa riang.

Aku perhatikan kedua gadis itu hingga punggung mereka tak tampak lagi. Tiba-tiba, netra ini tertuju pada seseoarang yang sibuk dengan segudang buku di depannya, sesekali kacamata tebalnya disimpan di atas meja.

“Hai, anak baru ya, kelas berapa?” tanyaku sambil duduk di sampingnya.

“Hai juga, baru satu pekan masuk di kelas XI IPA. 2.”

“Namaku Layla, kelas XI IPA. 5.” aku ulurkan tangan padanya.

“Bella.”

“Ikut lomba baca pidato tema Kesaktian Pancasila ya, Bel?” Aku lanjut pembicaraan sedikit lebih hangat. Dia sepertinya introvert, sejak tadi tidak ada teman satu kelasnya yang menemani.

Bella membetulkan kacamatanya, lalu mengangukkan sedikit kepalanya.

“Semangat, kamu pasti menang,” ujarku sambil melempar senyum termanis.

“Apa? aku menang? materi saja aku belum ada.”

“Kamu tidak akan bisa membaca tumpukan buku dalam sekejap.” Aku tutup buku-buku itu.

“Kamu mau apa? Biarkan aku membaca dan menyusun naskah pidato!” teriak Bella.

“Diam, aku bantu agar kamu menang, asal kamu nurut, ikuti perintahku.”

Bella hening, seperti terhipnotis dengan ucapanku yang sedikit memerintah. Itulah kata ibu, aku seperti ayah yang suka memerintah, anehnya orang di sekitar manut.

Aku mulai perhatikan wajah ayu milik Bella. Dia sedikit kikuk mendapat tatapan tajam dari mataku yang hitam.

“Tenang daku tidak akan menyakitimu, kamu hanya perlu mengubah penampilan, cara berdiri, cara berbicara saat pidato agar lebih percaya diri. Aku ajari kamu sesingkat mungkin, waktu kita tidak lama.” 

Tiba-tiba ponsel yang ada di saku baju berdering.

“Tunggu sebentar ya, ayahku telepon.” 

Ponsel Oppo Reno berwarna hitam aku ambil pelan dan langsung menekan 6 angka tanda membuka password. 

“Ayah, ada masalah?” 

“Seharusnya ayah yang tanya ada masalah ke kamu, Layla? 5 jam lagi kamu harus ada di Bandara Juanda. Segera pamit sama teman-temanmu dan guru, kalau kamu akan pindah ke Winna. Kamu selalu ngeyel akan nyusul sendiri jika urusan di SMA selesai, ngurus apa lagi? semua akan diurus Om Sigit.” Suara ayah dari seberang sana sedikit meninggi. 

Ya … ini juga karena salahku yang selalu menunda keberangkatan menyusul ayah dan ibu ke Winna. Sekarang aku tidak bisa mengelak dan harus mengikuti tugas ayah sebagai diplomat.

“Iya, Ayah. Layla segera berangkat, tiga jam lagi tiba di Bandara Juanda bersama Om Sigit, Layla kangen Ayah juga Ibu.” 

Setelah memberi salam dan menutup ponsel, aku mulai merias wajah Bella dengan sedikit sapuan bedak tabur dan bibirnya sedikit dioles lip gloss. 

“Kamu mau pindah sekolah, Lay?”

“Iya,” ucapku singkat.

Aku menilik wajah Bella, cukup rapi dan tampak anggun. Setelah merasa yakin dengan penampilannya, aku berikan naskah pidato.

“Untukmu, ini hanya 300 kata, tidak perlu kamu hafal setiap kata, paling tidak inti dari makna Kesaktian Pancasila. Aku yakin dalam 10 menit kamu bisa menguasai isi pidato ini.”

“Layla, kamu ikut lomba pidato juga? kenapa ini diberikan padaku?”

“Kamu kan tadi dengar, aku harus segera ke Winna menyusul kedua orang tuaku.”

“Oh ya, Bel sampaikan ini, Kesaktian Pancasila kita peringati bukan sekadar mengenang para pahlawan yang telah gugur. Namun, juga sebagai pengingat kaum muda agar di masa sekarang, mendatang, kejadian serupa yang merugikan bangsa tidak terjadi lagi. Kita sebagai pemuda harus memupuk persatuan dan berpikir cerdas,” jelasku panjang dengan harapan Bella bisa memahami inti dari isi pidatoku yang telah beralih tangan.

Bella mengangguk tanda mengerti. Aku yakin, Bella bisa mewakili suara pemuda masa kini untuk mengajak bersatu, bahu-membahu membangun Negeri.

***

“Jahat kamu, Layla, tidak bilang-bilang kalau mau ke Winna, kamu anggap apa kami ini?” cerocos Nanda sembari membanting tubuhnya di atas kursi di hadapan Bella. 

“Maafkan, Sahabat termanisku.”

“Kenalkan ini Bella, dia yang akan jadi sahabat kalian, dukung dia ya biar menang di lomba pidato tahun ini. Aku batal mengikuti lomba karena harus segera ke Bandara!” ujarku lagi.

Mereka saling berjabat tangan tanda persahabatan dimulai. Kami berpelukan erat, persahabatan terindah di akhir keberadaanku di sekolah ini. Tak terasa buliran bening terasa dingin di kedua pipiku, dada mulai sesak. Aah secengek itukah aku? 

“Pak Sigit nunggu kamu di ruang kepala sekolah,” sentak Nindi seraya melepas pelukan.

Om Sigit, adik ayah yang akan mengantarku ke Winna.

Aku perlahan meninggalkan sahabat, sekolah, Negeri tercinta dengan menitipkan sepenggal naskah “Makna Kesaktian Pancasila bagi Pemuda” pada Bella. Makna Pancasila pun aku bawa ke Negeri orang.

***

Demikianlah tadi sajian cerpen inspiratif mengenai makna Hari Kesaktian Pancasila, utamanya bagi para pemuda yang menjadi harapan kemajuan bangsa ini.

Salam.

Lanjut Baca: Cerpen Inspiratif Tentang Kecintaan kepada Tanah Kelahiran

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Cerpen: Makna Kesaktian Pancasila bagi Pemuda"