Widget HTML #1

Cerpen Hari Lahir Pancasila Tentang Kecintaan Terhadap Tanah Kelahiran

Sobat Guru Penyemangat, kira-kira adakah hubungan antara peringatan Hari Lahir Pancasila tanggal 1 Juni dengan cinta tanah air?

Pastinya ada, ya. Pancasila adalah dasar NKRI, pandangan hidup, serta sumber dari segala sumber hukum di negeri ini. Dengan demikian, meningkatkan kecintaan terhadap tanah air adalah petikan kebaikan dalam memaknai Hari Lahir Pancasila.

Nah, berikut disajikan seutas cerpen bertema Hari Lahir Pancasila yang berkisah tentang kecintaan anak muda terhadap tanah kelahiran.

Mari disimak ya:

Cerpen: Cinta Tanah Kelahiran

Oleh Sri Rohmatiah Djalil

Cerpen Hari Lahir Pancasila
Cerpen Hari Lahir Pancasila. Dok. GuruPenyemangat.com

Untuk pertama kalinya aku datang ke kampung halaman setelah 10 tahun kutinggalkan. Suasananya masih sama, sunyi jika menjelang malam. Sesekali terdengar suara jangkrik saling menyahut.

Jika waktu Subuh tiba, suara adzan berkumandang dari surau-surau. Penduduk pun sebagian bergegas melaksanakan ibadah salat.

Sebagian lagi mungkin masih terlelap di balik selimut tebal. Seperti aku, jika bukan karena kewajiban, akan asyik mengukir mimpi di atas bantal.

Dulu ibuku sering bilang kalau anak gadis tidak boleh bangun setelah suara adzan, itu artinya aku harus bangun sebelum ayam berkokok. Duh terasa berat memang, tetapi memang harus dibiasakan. 

Pagi itu, setelah salat Subuh, aku keluar rumah menikmati udara perkampungan yang masih segar. Udara dingin menusuk tulang belulang dan rumput pun masih diselimuti embun.

Aku terus berjalan lambat menyusuri jalan yang berbatu. Sebelah kiri dan kanan jalan, sawah terbentang luas bak permadani hijau. Kata nenek ini baru satu bulan tanam, masih butuh waktu sekitar dua bulan lagi untuk panen. 

Aku terus berjalan sambil menikmati lukisan alam ciptaan Allah Yang Maha Kuasa. Sesekali menyapa warga desa, mereka masih sama seperti dulu, warga yang ramah dan sederhana. 

Kini, jalan yang kulalui telah ramai oleh suara kereningan sepeda anak-anak. Ada yang unik dari mereka. Anak laki-laki ada yang memakai pakaian polisi, tentara, betawi.

Ada juga yang memakai celana ala petani yakni celana hitam komprang komplit dengan topi caping. Kalau di Madura mirip-mirip dengan pakaian Pesa’an, tetapi bagian penutup kepala yang berbeda.

Anak perempuan pun ada yang memakai baju Pesa’an, rok batik di atas mata kaki dan baju kebaya. Ada juga yang memakai pakaian muslim dengan kerudung yang memesona. Mereka beranekaragam dalam balutan kebahagian.

***

Boleh Baca: Cerita Penerapan Sila Pancasila Tentang Persatuan Indonesia

Agak lelah juga berjalan, maklumlah sudah lama tidak jalan kaki. Selama di kota aku dimanjakan oleh keadaan.

Jika orang tuaku tidak bisa mengantar jemput sekolah, ada jasa ojek online yang siaga. Berbeda sekali dengan anak-anak di kampung sini, mereka jalan kaki atau naik sepeda untuk sampai di sekolah. 

Akhirnya aku istirahat di sebuah gubuk pinggir sawah sambil menyapu peluh yang bercucuran melewati pipi.

Setelah beberapa lama, kembali berjalan. Kali ini berjalan bersama anak-anak yang berpakaian adat tadi.

Iseng aku bertanya, “Adik, ko memakai pakaian adat, ada acara apa?”

Salah seorang anak perempuan menjawab, “Kakak, kami akan memperingatinya Hari Lahir Pancasila, kata Pak Guru Ozy, dengan memakai pakaian adat, kami bisa saling mengenal dan menghormati budaya yang ada di Indonesia.”

Aku pun tersentak, baru ingat kalau Hari Lahir Pancasila tanggal 1 Juni, jadi malu dengan pertanyaan tadi. Untuk melupakan rasa malu, kembali bertanya, “Adik mau jadi dokter ya, pakaiannya putih?”

Dia tersenyum malu-malu.

“Eh … adik itu pakaiannya seperti bapak tani, cita-citanya ingin jadi Menteri Pertanian ya?” Anak yang berpakaian baju tani spontan menjawab di luar dugaanku.

“Bukan kakak, aku ingin jadi petani sama seperti orang tuaku.”

“Bagus, bagus, Dik, keren cita-cita kalian, semoga tercapai ya, silakan lanjut ke sekolah, Kakak belok ke kiri ya, dah,” ujarku sambil melambaikan tangan pada mereka.

***

Boleh Baca: Cerpen Gotong Royong

Aku terus berjalan sambil memikirkan apa kata anak sekolah dasar tadi. Jadi teringat akan cita-cita Tari teman satu bangku yang hendak aku kunjungi saat ini. 

Ketika selesai ujian Nasional, guru kami bertanya, “Linda kamu cita-citanya mau jadi apa?”

“Aku ingin jadi dokter, Bu Guru. Setelah lulus SD, kami sekeluarga akan pindah ke Jakarta.”

Bu Guru tepuk tangan, “Hebat, hebat, semoga tercapai, sekolah yang rajin ya,” ujarnya. 

“Dan kamu Tari, ingin jadi apa besok jika sudah lulus SMA?” tanya Bu Guru. 

“Aku ingin jadi petani, Bu Guru,” jawabnya tegas.

“Lho kenapa jadi petani? bukankah cukup orang tuamu saja yang jadi petani, anak-anaknya harus punya cita-cita yang lebih tinggi,” seru Bu Guru.

“Jika semua orang sekolah dan bekerja di kota, siapa yang akan merawat tanah kita. Tanah kampung ini sangat subur. Aku mencintai tanah Negeri ini dan akan terus merawatnya, Bu,” terang Tari.

Kali ini Bu Guru tepuk tangan lebih keras, “Kalian boleh memiliki cita-cita yang berbeda, tetapi tetap mencintai dan menjaga kampung halaman ya!” ujarnya.

Kalimat itulah yang selalu teringat, hingga membawaku kembali ke kampung ini untuk memajukan desa.

“Tari aku kembali untuk kampung kita, sekarang aku sarjana pertanian,” gumamku sambil mempercepat langkah.

***

Boleh Baca: Cerpen Tentang Pentingnya Menjaga Bahasa Persatuan Indonesia

Demikianlah tadi sajian Guru Penyemangat berupa cerpen tentang Hari Lahir Pancasila yang mengajarkan kepada kita tentang pentingnya cinta tanah air dan pengabdian kepada negeri sendiri.

Semoga menginspirasi
Salam.

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

2 komentar untuk "Cerpen Hari Lahir Pancasila Tentang Kecintaan Terhadap Tanah Kelahiran"

Comment Author Avatar
Ilustrasi gambarnya bagus, makasih ya, Pak Ozy

Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.

Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)