Widget HTML #1

Cerpen: Boneka Bella

Cerpen: Boneka Bella

Oleh Inong Islamiyati

Cerpen: Boneka Bella
Cerpen: Boneka Bella. Gambar oleh cablemarder dari Pixabay

“Kuperhatikan kamu  dari jauh. Meski kau tidak pernah menyadarinya.  Kurasa kau telah melupakan semua hal tentang diriku. Tidak apa. Asalkan kamu selalu bahagia, itu sudah cukup untukku. Meskipun terkadang, aku bertanya apakah aku punya salah padamu.”

Aku masih ingat saat pertama kali kita bertemu.

Sorot matamu yang berkilauan, membuat aku tersenyum. Walaupun jelas, kau tidak bisa melihat senyumanku.  Namun, aku bahagia terlebih saat kamu memelukku dan membelaiku hangat.

“Cantik sekali, Mama terima kasih banyak,” serumu sambil memeluk orang yang sering kau panggil mama.

Aku seakan menjadi benda terpenting bagimu. Setiap hari, rasanya kamu tidak merasa tenang jika tidak melihatku.

Namun, sungguh maafkan aku. Karena aku tidak kuasa untuk bicara denganmu. Aku hanya sebuah boneka.

Hadiah dari mama di hari ulang tahun yang sudah lama kamu nantikan. Tetapi meskipun begitu, aku senang. Bisa membuatmu tersenyum dan ceria setiap hari.

“Mulai hari ini namamu Bella, ya. Bella anak yang baik, sama seperti Putri,” ucapmu saat kita bermain bersama untuk pertama kalinya.

Bella. Nama pemberianmu itu sangat cantik dan indah. Namun kurasa kau lebih cantik. Kau berambut panjang halus dan tanganmu begitu lembut.

Kau juga sangat perhatian terlebih kepadaku. Persis seperti namamu, Putri. Aku berdoa agar kau bisa menjadi gadis yang baik seperti dalam cerita putri-putri yang kau baca setiap malam sebelum tidur .

Di sore hari yang tenang seperti biasanya, aku terheran. Tuan putri, mengapa kamu menangis. Biasanya setiap pulang sekolah kita pasti menghabiskan waktu di taman belakang rumah.

Hingga malam akan tiba, baru kita kembali ke kamar bersama. Namun tidak. Hari ini kamu menangis di ranjangmu.

Terus dan terus hingga akhirnya kau terlelap. Hingga di hari-hari berikutnya, Kau mulai biasa lagi. Meski kini, mama tidak pernah membangunkan kamu dan tak pernah aku lihat lagi.

Tahun demi tahun berlalu Persahabatan kita masih terjalin dengan indah. Ketika kau sedih dan menangis, aku selalu ada di sisimu.

Ketika kau bahagia karena berhasil menjadi juara kelas, kita bermain di ayunan bersama sampai sore hari.

Sungguh hari-hari damai dan membahagiakan. Aku berjanji akan selalu ada di sisimu dan mendoakan kebahagiaan untukmu.

Namun aku tak pernah menyangka sama sekali. Ketika tahun demi tahun berlalu lagi, sikapmu padaku mulai berubah. Semakin hari kau semakin sibuk di sekolahmu.

Jangankan bermain denganku, kau bahkan lupa mengisi perutmu hanya karena hantu bernama PR itu. 

Bahkan ketika akhir tahun menjelang, hantu itu berevolusi menjadi musuh baru yang kau sebut ujian. 

Jujur, aku rindu. Aku merindukan bisa makan kue bersamamu, walau aku tahu kau yang akan menghabiskan semuanya.

Aku rindu saat kau mendorongku di ayunan dan juga tidur di sampingmu. Sekarang, kau bahkan seolah melupakan aku yang dahulu selalu menemanimu.

Namun aku masih menunggu. Berharap ketika musuh itu kamu kalahkan, kau akan kembali padaku dan kita akan bersahabat kembali.

Aku sekarang sudah tak tahu lagi dunia ini. Ingin rasanya aku menangis untuk menumpahkan segala rasa.

Namun sayangnya aku tak kuasa. Kini aku telah berdebu. Rambut pirang lembut milikku yang dulu selalu kau belai itu, kini telah kusut karena sudah lama dibiarkan begitu saja.

Gaunku yang dulu berwarna merah muda, kini menjadi gelap dan kotor karena debu dan berbagai kotoran. Aku rindu tuan Putri. 

Aku ingin kamu kembali. Tidak bisakah kita kembali seperti dulu? Bahagia tanpa beban dan bermain bersama. Namun kurasa kau bahkan tidak mencariku. Sementara aku, sering melihatmu dari celah ini. 

Kini, kau sangat cantik tuan Putri. Kau kini pintar sekali memoles wajahmu sehingga terlihat tambah menawan.

Rambutmu juga indah dan kurasa sangat lembut karena ketika terkena angin, rambutmu terbang dengan begitu indah. Suaramu juga, berbeda. Meski begitu tawamu tetaplah sama. Indah dan penuh perhatian.

Gelap.

Aku bahkan tidak berharap bisa melihat mentari lagi. Aku rasa aku hanya akan tetap di sini hingga sisa hidupku berakhir.

Yakni ketika aku rusak dan terbuang bersama sampah yang tak berguna. Andai aku bisa, aku tidak ingin kau mengalami masa bernama “Dewasa” tuan Putri.

Aku benci. Aku dendam. Aku sedih karena kau melupakan aku. Melupakan jasa-jasaku. Melupakan hari-hari indah kita.

Bahkan aku sudah lupa binar matamu ketika pertama kali kita bertemu. Izinkan aku melupakan semuanya dan pergi dari kehidupan ini.

Tidak apa tuan Putri. Aku akan tetap menyayangi kamu meski kamu telah melupakanku.

Hah! Aku terkejut ketika seseorang menyapu dan membersihkan kamarmu. Apakah itu kamu tuan Putri?

Biasanya kamu tak pernah membersihkan tempat ini. Apakah kamu menjawab perasaanku? Jika ini saatnya bagi kita berdua untuk bisa bersama lagi, aku sudah sangat siap.

Aku siap, bahkan jika kamu berniat untuk membuangku, aku ingin bisa melihat wajahmu lagi. Sebentar saja.

Sungguh, ini adalah hari paling membahagiakan setelah bertahun-tahun kulewati dengan penuh kebimbangan.

Kau membersihkan aku. Membelai rambutku lagi dan bahkan mengganti gaunku dengan gaun cantik berwarna biru muda yang berkilau itu.

Ah... Tuan Putri aku sungguh merindukanmu. Meski aku tak bisa bicara, percayalah. Aku selalu ada dan mendoakan kebahagiaan untukmu.

Aku bahagia bisa bertemu dan berjalan-jalan denganmu lagi. Tangan lembut ini sungguh aku rindukan. 

Terutama, senyumanmu. Senyuman lucu yang dulu kulihat kini berubah menjadi senyum cantik. Secantik dirimu kini.

Tuan putri apakah kamu sungguh mendengarkan aku? Terima kasih untuk hari ini. Aku sangat bersyukur.

Kini, kita berdua tiba di sebuah rumah yang tak pernah kulihat sebelumnya. Kau masuk kemudian menyapa perempuan tua yang tak pernah aku kenal. Lalu kalian tertawa, dan kita masuk ke dalam sana.

Boleh Baca: Cerpen Tentang Sebuah Lidi

“Kak putri! Akhirnya kak putri datang juga. Ratu sudah lama sekali menunggu,” sahut anak perempuan kecil yang bernama Ratu itu.

Dia mencium pipimu dan kamu membalasnya dengan memeluk dia. Ratu, mengingatkan aku dengan dirimu yang dulu tuan putri.

Dulu sorot matamu persis seperti dia. Ya, akhirnya aku ingat. Terlebih ketika dia semakin bersemangat ketika melihatku.

“Ini untukmu Ratu. Sesuai janji Kak Putri, kakak ingin memberikan hadiah untukmu. Ini adalah mainan kakak yang paling berharga. Kakak harap, Ratu mau bermain dan menjaganya,” seru Putri sambil menyerahkan boneka kesayangannya ke tangan Ratu.

Beginikah balasanmu Tuan Putri. Setelah semua yang dulu pernah kita lewati kau menyerahkan aku begitu saja.

Apakah aku tidak ada harganya lagi bagimu? Lalu buat apa kamu peduli lagi padaku. Lebih baik kau buang saja aku di tong sampah daripada kau memberikan aku harapan semu.

“Kakak tidak sayang lagi sama dia? Dia terlalu cantik untuk Ratu. Ratu juga tidak yakin bisa menjaganya.”

Putri mengusap kepala Ratu perlahan “Ratu, mungkin karena Ratu masih kecil Ratu tidak akan mengerti.

Tetapi kakak melakukan ini bukan karena tidak sayang lagi pada boneka kakak. Kakak harus pergi jauh sekali dan tak akan bisa bermain bersamanya lagi.

Karena itu, kakak ingin seseorang yang spesial sepertimu mau bermain bersama dengannya. Supaya dia bahagia.

Supaya kamu juga bisa gembira lagi. Pada dasarnya, ketika waktu yang ditentukan tiba kita harus bisa melepaskan hal yang berharga bagi kita.”

“Seperti Boneka ini? Wah Kak putri, Ratu sungguh tersanjung karena kakak menyerahkan boneka ini padaku. Ratu janji, Ratu akan menjaganya dengan baik.”

“Nah, sekarang Ratu jangan menangis lagi ya. Kakak yakin Ratu bisa sembuh dan ceria kembali. Terima kasih ya Ratu.”

Tuan Putri. Maafkan aku yang sudah berprasangka buruk padamu. Aku pikir, kamu membenciku dan membuangku.

Ternyata, meski kita sudah lama tak berjumpa kau masih berhati lembut. Kau memikirkan kebahagiaanku, juga kebahagiaan orang lain.

Kini, aku telah mengerti tuan Putri. Arti dari sebuah perpisahan. Meski aku akhirnya tidak bisa lagi bersamamu, aku akan tetap mengingatmu.

Dan juga, aku ingin membagikan kebahagiaan dengan orang lain seperti ketika aku membagikan kebahagiaan bersamamu.

“Kamu cantik sekali Bella!” ucap Ratu dengan suara lucunya. Sementara aku hanya diam sambil terharu dalam hati.

***

Lanjut Baca: Cerpen Hidup Berat Yolanda

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Cerpen: Boneka Bella"