Widget HTML #1

Cerpen Tentang Nasihat Kakek di Kebun

Cerpen Tentang Nasihat Kakek di Kebun
Cerpen Tentang Nasihat Kakek di Kebun. Gambar oleh Heri Santoso dari Pixabay

Hai, Sobat Guru Penyemangat, seberapa berarti kehadiran seorang kakek di sisimu?

Kenyataannya, kita sebagai seorang cucu begitu akrab dan bahagia saat dekat dengan kakek.

Kegiatan seperti saling lempar guyon, bercengkramah, hingga saling bekerja sama adalah saat-saat yang tak terlupakan bersama kakek.

Lebih daripada itu, sebagai sosok yang dituakan, kita pula sering mendengar nasihat kakek yang penuh dengan pesan moral.

Nah, kali ini Gurupenyemangat.com bakal menghadirkan cerpen tentang nasihat kakek di kebun.

Penasaran dengan seperti apa nasihatnya? Mari kita simak ya.

Cerpen: Nasihat Kakek di Kebun

Oleh Fahmi Nurdian Syah

Matahari telah naik sepenggalan, kakek sedang sibuk berada di halaman belakang rumah, ia berkebun.

Kakek menanam pohon pisang yang berukuran tidak begitu besar, total ada empat pohon yang akan ia tanam hari ini.

Kemarin lusa ia memesan kepada tetangganya dan pagi tadi telah diantarkan pohon pisang tersebut ke rumah. 

Kakek telah menanam dua pohon pisang, kali ini ia berlanjut dengan linggis yang tajam untuk menggali tanah.

Ia begitu cekatan walaupun usianya sudah tak muda lagi. Semangatnya yang menggelegar membuatnya seperti tak mengingatkan akan usianya yang sudah senja. 

Hari ini tepat tanggal 21 Juni. Edwin yang sedang berada di kamarnya dengan ponsel yang ada di tangannya.

Ia melihat sebuah postingan dengan ucapan selamat hari ayah. Sudah setahun yang lalu Edwin menjadi anak yatim piatu, maka terlintas pada pikirannya untuk mengucapkan selamat tersebut pada kakeknya. 

Edwin pun menaruh ponselnya. Ia bergegas keluar rumah dan menuju ke halaman belakang rumah. 

"Happy father’s day, Kek!” ucap Edwin. 

“Ucapkan sana pada ayahmu yang sudah berada di tanah itu!” gerutu kakek.

Linggis yang berada pada genggamannya pun melayang. Kakek angkat pohon pisang untuk ditanam.

Edwin yang sedikit kaget dengan ucapan kakek secara tak sadar memegang batang pisang itu. Kemudian kakek menutup akarnya dengan tanah galian tadi.

Tidak lama setelahnya, pohon pisang tersebut sudah berdiri dengan tegak. Masih empat pohon pisang lagi yang belum ditanam.

Edwin melihat peluh kakek telah mengalir dengan deras membasahi seluruh kulitnya yang sudah berkeriput. Dadanya naik turun tak beraturan.

“Istirahat dulu yuk Kek!" Edwin duduk di atas alas yang telah disiapkan.

Ilustrasi Kakek dan Cucu
Ilustrasi Kakek dan Cucu. Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay

Tapi, tak ada jawaban dari kakek.

"Kakek marah?” tanya Edwin. 

“Tidak cucuku, Kakek tidak ada perasaan marah. Hanya saja aku tidak suka dengan ucapan selamat semacam itu. Ambilkan segelas air." Kakek berselonjor di sebelah Edwin.

Kaos yang ia pakai dilepas lalu diusapkan ke seluruh bagian tubuh untuk mengeringkan peluh yang telah membanjiri tubuhnya. 

“Ini airnya, Kek!” 

Tak berlama-lama, segelas air putih itu habis dalam empat tegukan. Lalu bibir kakek bergetar. Ingin mengucapkan sesuatu.

“Kita terlalu banyak ucapan selamat. Sebentar selamat hari ini, sebentar selamat hari itu. Dua minggu yang lalu ramai dengan selamat hari lahir Pancasila. Semua bersorak aku Indonesia, aku Pancasila," ucap kakek.

Kakek menghela napas. Lalu menyambungnya.

“Ucapan selamat itu harus tulus, harus benar-benar tulus dari dalam hati. Tidak harus menunggu hari ketika tanggalnya tiba. Buktikan dalam bentuk tindakan yang nyata, bukan hanya sekedar kata-kata yang tidak ada manfaatnya dan sangat menyebalkan. Happy father’s day, selamat hari Pancasila, selamat hari ibu. Udah? Itu saja?"

Boleh Baca: Cerpen Tentang Pesan Ibu di Tepi Pantai

Kakek beranjak dari tempat duduknya dan melanjutkan menggali tanah dengan linggisnya.

“Dengan sadar mari mulai dari kita sendiri.” Kedua tangan kakek bekerja dengan lincah mengambil bongkahan tanah. “Dengan mendoakan ayahmu dan tidak membuat nama beliau menjadi buruk Itu lebih baik dari hanya sekedar ucapan happy father’s day," ucap Kakek.

Setelah mendengar ucapan kakeknya, Edwin berpikir bahwa ternyata benar juga apa yang telah dilontarkan oleh kakeknya. Seharusnya ia tak mengucapkan seperti itu, lebih baik mendoakan orang tuanya yang sudah tidak ada supaya mendapatkan ampunan dari Tuhan yang Maha Esa. 

"Ayo, bantu kakek angkat pohon pisang itu," pinta kakek.

***

Pohon pisang kakek yang dulu ditanam kini telah berbuah lebat. Buahnya menjuntai ke bawah hampir menyentuh tanah. Warnanya sudah banyak yang kuning dan siap untuk dipanen.

Ketika matahari belum sepenuhnya menampakkan diri, dengan raut wajah sangat bahagia, kakek mengajak Edwin memanen buah pisang itu.

Setiap satu tandan, dipotong satu sisir, lalu dimasukkan ke dalam plastik berwarna hitam. 

“Ini mau dijual, Kek?” tanya Edwin menerka-nerka. 

“Gak usah banyak tanya. Nanti kamu ikut kakek keliling desa.” 

Matahari sudah naik. Kami keliling desa, mendatangi setiap rumah, ternyata buah pisang itu dibagikan oleh kakek ke tetangga-tetangga.

Mereka sangat senang menerima buah pisang itu. Kakek juga selalu tersenyum ketika menyerahkan bungkusan plastik yang berisi pisang  itu ke penghuni rumah. Edwin pun juga ikut senang.

~ Selesai ~

Nah, demikianlah tadi cerita pendek tentang nasihat kakek. Mari kita petik pesan inspiratif dan jangan pernah lupa untuk mendoakan yang terbaik untuk beliau ya.

Salam.

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Cerpen Tentang Nasihat Kakek di Kebun"