Widget HTML #1

Faktor Penyebab Agama Islam Berkembang Pesat di Indonesia Beserta Jalur Masuknya

Ragam Cara Islamisasi di Indonesia
Ragam Cara Islamisasi di Indonesia. Foto: Pexels

Tanpa disadari proses masuk dan berkembangnya agama Islam di indonesia telah membawa perubahan besar di dalam struktur sosial masyarakat indonesia yang sebelumnya berkarakteristik Hindu-Budha.

Faktor penyebab agama Islam berkembang pesat di Indonesia utamanya adalah, Islam menawarkan kemudahan bertajuk kedamaian.

Detailnya?

Pertama, siapa saja bisa masuk ke agama Islam sangat mudah dengan hanya mengucapkan dua kalimat syahadat saja.

Dengan ucapan asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah, penduduk sudah bisa masuk Islam dan dijuluki sebagai mualaf.

Kedua, orang-orang yang baru masuk Islam alias mualaf dibina diri dan hatinya, diperhatikan, serta diberikan zakat dan bantuan baik materi maupun non-materi. Hal ini menandakan bahwa Islam itu penuh kasih sayang.

Ketiga, tidak ada upacara-upacara yang merepotkan dalam Islam. Tidak ada pula proses pemberian sesajen yang sejatinya membuang-buang rezeki. Dalam agama Islam, ibadah yang utama adalah shalat lima waktu, zakat, puasa, hingga menunaikan ibadah haji bila mampu.

Keempat, Islam tak mengenal sistem kasta layaknya agama Hindu. Agama Islam pula hanya mengenal satu Tuhan yaitu hanya Allah SWT semata. Tiada Tuhan lain selain Allah.

Kelima, agama Islam tidak melarang adat maupun tradisi tertentu sehingga mudah terima masyarakat Indonesia.

Selama adat itu tidak bertentangan dengan syariat dan tidak mengandung unsur kesyirikan, maka kegiatannya tetap boleh dilakukan.

Keenam, Islam datang dengan cara damai. Yup, Islam tidak mengandung unsur kekerasan dan dakwahnya mengutamakan keteladanan Nabi Muhammad SAW seraya bersandar kepada Al-Quran sebagai pedoman.

Dari dua kota suci Islam, yaitu Mekkah dan Madinah, agama Islam meluas ke pusat-pusat peradaban lama yang telah memiliki peradaban lembah sungai sebelumnya, yaitu Irak di lembah Mesopotamia (sungai Eufrat dan Tigris), Israel di lembah Yordan, dan Mesir di lembah Nil. 

Pada daerah-daerah itu, agama Islam memperoleh unsur-unsur baru yang tidak menyimpang dari kaidah yang telah ditentukan.

Berdasarkan asal daerah dan waktunya, penyebaran Islam dari Timur ke tengah Indonesia dapat dibedakan atas tiga jalur. 

Pertama, dari daerah Mesopotamia yang pada waktu itu di kenal dengan Persia merupakan jalur utara. Dari wilayah Persia, Islam menyebar ke Timur melalui jalur darat ke Afganistan, Pakistan dan Gujarat, kemudian dari jalur laut menuju ke Indonesia. 

Dari jalur tersebut Islam mempunyai unsur baru  yang disebut Tasawuf, yaitu cara untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan melalui jalur tersebut, Islam dengan cepat berkembang di Indonesia. 

Hal ini juga disebabkan adanya unsur-unsur kehidupan yang sama dengan Indonesia.

Kedua, melalui jalur tengah, yaitu dari bagian barat lembah Yordania, dan dibagian Timur melalui Semenanjung Arabia, khususnya Hadramaut yang menghadap langsung ke Indonesia. 

Dari daerah Semenanjung Arabia, penyebaran agama Islam ke Indonesia lebih murni, diantaranya adalah aliran Wahabi (dari nama Abdul Wahab) yang terkenal keras dalam penyiaran agamanya. Daerah yang merasakan pengaruhnya adalah Sumatera Barat.

Ketiga, melalui jalur selatan yang berpangkal di wilayah Mesir. Dari kota Kairo yang merupakan pusat penyebaran agama Islam secara modern. Indonesia mendapat pengaruh terutama dari organisasi keagamaan yang disebut Muhammadiyah. 

Muhammadiyah merupakan “gerakan kembali” kepada Al-Qur’an dan Al-Hadis dan tidak terikat kepada salah satu mazhab. 

Melalui ketiga jalur tersebut, dengan waktu dan kondisi daerah yang berbeda, menyebabkan perkembangan agama Islam di Indonesia semakin pesat. 

Di samping itu, proses Islamisasi di Indonesia dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari perdagangan hingga tasawuf.

1) Islamisasi Melalui Saluran Perdagangan

Islamisasi di Indonesia Melalui Saluran Pergadangan
Islamisasi di Indonesia Melalui Saluran Pergadangan. Foto: Swaranesia

Sejak abad ke-7  M, para pedagang Islam dari Arab, Persia, dan India telah ambil bagian dalam kegiatan perdagangan di Indonesia. Hal ini menimbulkan jalinan hubungan dagang antara masyarakat Indonesia dengan pedangan Islam. 

Di samping berdagang, para pedagang Islam juga menyamppaikan dan mengajarkan agama Islam dan budaya Islam kepada orang lain. 

Dengan cara tersebut, banyak pedagang Indonesia yang memeluk agama Islam dan mereka itu pun menyebarkan agama dan budaya yang baru di anutnya kepada orang lain. 

Alhasil, secara bertahap, agama dan budaya Islam tersebar dari pedagang Arab, Persia, India kepada masyarakat Indonesia. 

Proses Islamisasi melalui perdagangan lebih efektif daripada cara-cara lainnya. Apalagi yang terlibat dengan perdagangan bukan hanya masyarakat yang berasal dari kalangan bawah, melainkan golongan atas seperti kaum bangsawan atau para raja.

Tak dapat kita pungkiri bahwasannya kaum awam lebih mudah dalam menerima ajaran atau budaya yang datangnya dari luar. 

Hal itu dikarenakan kemampuan orang awam untuk menanggapi suatu hal yang baru itu tidak dibarengi dengan pengetahuan dan wawasan yang cukup untuk menerimanya, sehingga mau tidak mau, ajaran yang baru otomatis akan tertelan mentah-mentah. 

Contohnya seperti saat sekarang, belum terlalu lama kita mendengar di Negara Indonesia ada Nabi lagi setelah Nabi Muhammad SAW. Nabi palsu itu mengaku bahwa ia mendapat wangsit atau ilham dari mimpi. 

Padahal kita sudah tahu, percaya, dan yakin bahwasannya setelah Nabi Muhammad SAW tidak akan ada Nabi-nabi yang berikutnya. Hal ini pun dibuktikan dengan Firman Allah dalam Surah Al-Ahzab ayat 40:

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

Jadi, implikasinya jika seseorang itu tidak memiliki suatu wawasan yang cukup untuk mengetahui sesuatu, tentu ia akan mengikuti hal tesebut tanpa tahu itu benar atau salah. 

Makanya dengan mudah Islam bisa masuk kedalam jiwa orang-orang awam, hal itu selain karena Islam datang dengan cara damai, juga karena pengetahuan orang awam yang kurang tentang Islam. 

Mereka hanya tahu, jika ada suatu hal yang baik maka akan mereka terima dan tidak menutup kemungkinan untuk mereka amalkan. 

Begitu juga dengan golongan atas seperti kaum bangsawan dan para raja. Mereka yang dengan mudah menerima Islam dari para pedagang akan dengan mudah juga menyampaikan dan menyebarluaskan ajaran Islam kepada masyarakat mereka. 

Hal itu dikarenakan para raja memiliki hal prerogatif, sehingga dengan mudah rakyatnya akan menerima adanya Islam di jiwa mereka.

Saluran perdagangan juga lebih menguntungkan, karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. 

Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran Islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir pulau Jawa, Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir. 

Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mualah-mualah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi lebih banyak, dan karenanya anak-anak muslim itu menjadikan orang Jawa kaya-kaya. 

Di beberapa tempat, penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan karena faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang muslim. 

Dalam perkembangan selanjutnya, mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan ditempat-tempat tinggalnya.

2) Islamisasi Melalui Saluran Perkawinan

Islamisasi Melalui Saluran Perkawinan
Islamisasi Melalui Saluran Perkawinan. Foto: Pixabay

Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan orang pribumi, terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri-isteri saudagar itu. 

Sebelum menikah, mereka terlebih dahulu masuk Islam. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim dengan puteri bangsawan anak raja atau anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi.

Para pedagang Islam melakukan kegiatan perdagangan dalam waktu yang cukup lama. Banyak diantara mereka yang menetap dalam waktu yang cukup lama disuatu daerah. Seteah mereka memiliki keturunan, lingkungan mereka semakin luas. 

Akhirnya timbul kampung-kampung, dan lambat laun terbentuklah masyarakat muslim dengan adat Islam yang hingga pada suatu saat terbentuklah kerajaan Islam. 

Misalnya, perkawinan antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, perkawinan antara Sunan Gunung Jati dengan putri Kawungaten, perkawinan antara Raden Brawijaya dengan putri Jeumpa yang beragama Islam kemudian berputra Raden Patah yang kelak menjadi raja pertama di Demak.

Pengaruh kekuasaan seorang raja berperan besar dalam proses Islamisasi. Ketika seorang raja memeluk agama Islam, maka rakyat juga akan mengikuti jejak rajanya. 

Rakyat memiliki kepatuhan yang tinggi dan seorang raja selalu menjadi panutan bahkan menjadi tauladan bagi rakyatnya.

3) Islamisasi Melalui Saluran Politik

Setelah tersosialisasinya agama Islam, maka kepentingan politik dilaksanakan melalui perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti dengan penyebaran agama Islam. 

Contohnya, Sultan Demak mengirimkan pasukannya dibawah pimpinan Fatahillah untuk menduduki wilayah Jawa Barat dan memerintahkan untuk menyebarkan agama Islam.

Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. 

Kalimantan Timur pertama kali di Islamkan oleh Datuk Ri Bandang dan Tunggang Parangan. 

Kedua mubalig itu datang ke Kutai setelah orang-orang Makassar masuk Islam. Proses Islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya terjadi sekitar tahun 1575. 

Sulawesi, terutama bagian selatan, sejak abad ke-15 M sudah didatangi oleh pedagang-pedagang muslim, mungkin dari Malaka, Jawa, dan Sumatera. 

Pada awal abad ke-16 M di Sulawesi banyak sekali kerajaan yang masih beragama berhala. 

Akan tetapi pada abad ke- 16 itu di daerah Gowa, sebuah kerajaan terkenal di daerah itu, telah terdapat masyarakat muslim. Di Gowa dan Tallo raja-rajanya masuk Islam secara resmi pada tanggal 22 September 1605 M.

Proses Islamisasi pada tahap pertama di kerajaan Gowa dilakukan dengan cara damai, oleh Dato’ Ri Bandang dan Dato’ Sulaeman dengan memberikan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat dan raja. 

Setelah secara resmi memeluk agama Islam, Gowa melancarkan perang terhadap Soppeng, Wajo, dan terakhir Bone. Kerajaan-kerajaan tersebut pun masuk Islam, Wajo, 10 Mei 1610 M, dan Bone, 23 November 1611 M. 

Proses Islamisasi memang tidak berhenti sampai berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, tetapi terus berlangsung secara Intensif dengan berbagai cara dan saluran.

4) Islamisasi Melalui Saluran Pendidikan

Dalam Islamisasi di Indonesia ini, juga dilakukan melalui saluran pendidikan seperti pesantren, surau, masjid dan lain-lain yang dilakukan oleh guru-guru agama, kyai dan ulama. 

Jalur pendidikan khususnya digunakan oleh wali di Jawa dengan membuka lembaga pendidikan pesantren yang didirikan oleh Raden Ahmad di Ampel Denta Surabaya, dan Pesantren Giri yang didirikan oleh Sunan Giridi Gresik. 

Keluaran pesantren Giri ini banyak yang di undang ke Maluku untuk melakukan dakwah Islam di sana.

Di pesantren atau pondok, santri-santri dididik agar menjadi guru agama, ulama, dan kyai. 

Para santri yang mengikuti pendidikan bukan hanya berasal dari daerah sekitar pondok itu saja, melainkan datang dari daerah-daerah yang sangat jauh, seperti dari daerah Maluku dan Makassar untuk belajar di Jawa. 

Mereka dididik mengenai pemahaman tentang agama Islam. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ketempat-tempat tertentu untuk mengajarkan Islam.

5) Islamisasi Melalui Saluran Kesenian

Saluran kesenian dapat dilakukan dengan mengadakan pertunjukkan seni gamelan seperti yang terjadi di Yogyakarta, Solo, Cirebon, dan lain-lain. 

Seni gamelan ini dapat mengundang masyarakat untuk berkumpul dan selanjutnya dilaksanakan dakwah keagamaan. 

Di samping seni gamelan juga terdapat seni wayang. Pertunjukkan seni wayang sangat digemari oleh masyarakat. 

Melalui ceritera-ceritera wayang itu para ulama menyisipkan ajaran agama Islam, sehingga masyarakat dengan mudah menangkap dan memahaminya. Contohnya, Sunan Kalijaga memanfaatkan seni wayang untuk proses Islamisasi.

Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukkan, tetapi dia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan dua kalimat syahadat. 

Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi didalam cerita itu di sisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. 

Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad, dan lainnya), seni bangunan, dan seni ukir.

6) Islamisasi Melalui Saluran Tasawuf

Para penyebar Islam juga dikenal sebagai pengajar-pengajar tasawuf. Mereka mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. 

Mereka mahir dalam hal magis dan memiliki kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Kekuatan seperti itu bukanlah sihir atau sulap, karena sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an surat Yunus ayat 57: 

“Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

Karena mempunyai dasar terkait kekuatan yang dimiliki oleh orang tasawuf, tentu masyarakat Indonesia tidak ada celah untuk menyanggah kekuatan itu sihir atau hanya sulap semata. 

Sudah tercantum didalam kitab suci Al-Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk umat manusia.  

Selain menggunakan kekuatan magis, diantara mereka ada juga yang  mengawini putri bangsawan setempat. 

Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada para penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah untuk dimengerti dan diterima. 

Kehidupan mistik bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi bagian dari kepercayaan mereka. 

Oleh karena itu, penyebaran Islam kepada masyarakat Indonesia melalui jalur tasawuf atau mistik ini mudah untuk diterima karena sesuai dengan alam pikiran masyarakat Indonesia. 

Misalnya, menggunakan ilmu-ilmu ridhayat dan kesaktian dalam proses penyebaran agama Islam kepada penduduk setempat.

Tasawuf mengajarkan umat Islam agar selalu membersihkan jiwa dan mendekatkan diri dengan Tuhannya. 

Namun, proses Islamisasi tasawuf ini tidak langsung secara merata diterima oleh lapisan bawah masyarakat. 

Di Jawa misalnya, semula Islam hanya dipraktikkan oleh sekelompok kecil muslimin yang aktif dan dinamis  dalam membawa pesan-pesan Islam, yang juga bertugas melaksanakan kegiatas keislaman atas nama seluruh masyarakat desa dibanyak bagian di Jawa. 

Sebagian penduduk tetap menganut kepercayaan nenek moyang mereka atau memeluk Islam hanya secara nominal.

Menurut Martin Van Bruinessen, pada abad-abad pertama Islamisasi Asia Tenggara termasuk didalamnya wilayah Indonesia berbarengan dengan masa merebaknya tasawuf abad pertengahan dan pertumbuhan tarekat. 

Di antara tokoh-tokoh yang mengembangkan ajaran taawuf dan tarekat adalah Abu Hamid Al-Ghazali, Ibnu Arabi, M. Abdul Qadir Jailani, dan masih banyak lagi.

Para sejarawan telah mengemukakan bahwa hal inilah yang membuat Islam menarik bagi Indonesia, atau dengan kata lain, perkembangan tasawuf merupakan salah satu faktor yang menyebabkan proses Islamisasi di Indonesia dapat berlangsung dengan mudah dan cepat. 

Para tokoh-tokoh penyebar Islam dan sekaligus tokoh sufi yang paling awal kita kenal namanya di Indonesia adalah Hamzah Fansuri, kemudian, Syamsudin As-Sumatrani, Nuruddin Ar-Raniri, Abdurrauf Singkel, dan lain sebagainya.

Peranan Pendidikan Islam Dalam Proses Islamisasi di Indonesia

Setiap perbuatan yang pada intinya pentransferan ilmu, nilai, aktivitas, dan keterampilan dapat disebut dengan pendidikan. 

Karena itu, dapat dipastikan pendidikan Islam itu telah berlangsung di Indonesia sejak mubaliigh pertama melakukan kegiatannya dalam rangka menyampaikan keislaman baik dalam bentuk pentransferan ilmu, nilai, aktivitas, maupun dalam pembentukkan sikap.

Jika demikian, pemahaman yang diberikan terhadap pendidikan, maka pedagang atau mubaligh tersebut adalah pendidik, sebab mereka melaksanakan tugas-tugas kependidikan. 

Alhasil, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah kunci utama dalam proses Islamisasi yang efektif di Indonesia.

Islam yang pendidikannya berisikan aqidah, akhlaq, muamalah, yang disesuaikan dengan syariat-syariatnya yang telah terukir di Al-Qur’an dan Al-Hadis tentunya sangat bersifat terbuka. 

Jika diihat dari pengamalan akhlak yang baik seperti dengan mengucapkan salam atau sapaan. Hal ini tentu sangat menarik perhatian masyarakat Indonesia yang terkenal dengan kelembutannya.

Dengan begitu, maka secara tidak langsung masyarakat Indonesia yang bercengkramah dengan para pedagang atau mubaligh Islam telah menumbuhkan nilai-nilai pendidikan, khususnya pendidikan informal selain dari keluarga. 

Syahdan, di saat masyarakat Indonesia belajar di pesantren atau pondok untuk mendalami Islam. Maka mereka telah mendapat pendidikan formal. 

Jadi, peranan pendidikan Islam sebenarnya sudah terealisasi sebelum masyarakat Indonesia itu mengerti dengan pendidikan formal, informal, maupun non formal.

Lebih dari itu, mengenai aktivitas pendidikan, dapat dikatakan bahwa pedagang atau mubaligh adalah pemberi, masyarakat Indonesia adalah objek yang menerimanya.

Komunikasi keduanya tentu mengandung tujuan baik, yaitu mencakup tujuan keilmuan (mencerdaskan), tujuan keimanan (keyakinan), tujuan pengabdian (ibadah), dan tujuan akhlak (moral). 

Dengan begitu, aktivitas pendidikan Islam telah berjalan, karena ada subjek, objek, dan tujuan pendidikan itu sendiri. 

Sejatinya pendidikan Islam ini sudah berlangsung sejak masuknya Islam di Indonesia, dan demikian pula pendidikan Islam telah memainkan peranannya dalam proses Islamisasi di Indonesia.

Peranan Wali Songo Dalam Proses Islamisasi di Indonesia

Peranan Wali Songo Dalam Proses Islamisasi di Indonesia
Peranan Wali Songo Dalam Proses Islamisasi di Indonesia. Foto: Jatimtimes.

Proses Islamisasi di Indonesia, khususnya pulau Jawa disebar oleh para ulama Sembilan yang dikenal dengan Wali Songo. 

Wali bisa berarti orang yang saleh (suci), atau penyebar agama, dan Songo berarti Sembilan. Wali Songo berarti Sembilan orang saleh penyebar agama. Kesembilan Wali tersebut adalah:

Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim

Dia terkenal dengan sebutan Syekh Magribi yang merupakan Wali tertua dari Wali Songo. Beliau melakukan Islamisasi di daerah Jawa Timur, dikota Gresik. 

Sunan Gresik menuangkan ajaran-ajaran Islam dengan cara berdakwah, baik di masjid maupun ditempat-tempat lainnya. 

Beliau mendirikan masjid dan pesantren yang nantinya juga digunakan beliau sebagai media dakwahnya. Sunan Gresik wafat pada tahun 1419 M (882 H), dimakamkan di Gapura Wetan, Gresik.

Sunan Ampel atau Raden Rahmat

Sunan Ampel lahir tahun 1401 M dan wafat pada tahun 1481 M dimakamkan di desa Ampel. 

Beliau menikah dengan putri Tuban bernama Nyi Ageng Manila dan dikaruniai empat orang anak, yaitu Sunan Bonang, Sunan Drajat, Nyi Ageng Maloka, dan putri yang menjadi istri Sunan Kalijaga.

Beliau berdakwah dengan mendirikan pesantren di Ampel Denta Surabaya. Muridnya antara lain Sunan Giri, Raden Patah (Sultan Demak pertama), Sunan Bonang, Sunan Drajat, dan Maulana Ishak yang pernah diutus untuk menyiarkan Islam ke I daerah Blambangan. 

Beliau juga berperan dalam membangun masjid agung Demak pada tahun 1479 M, dan mempelopori berdirinya kerajaan Islam Demak serta menobatkan Raden Patah sebagai sultan pertamanya.

Dengan pemimpin yang memiliki jiwa Islam yang kuat seperti Raden Patah, kerajaan Demak berhasil menyebarkan agama Islam sekaligus memperluas wilayah kekuasaannya yang meliputi pedalaman Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Kerjaan yang ditaklukkan seperti, kerajaan Daha (kediri), Madiun, dan Singosari (Malang).

Sunan Bonang atau Makdum Ibrahim

Beliau putera Sunan Ampel, lahir tahun 1465 M, menyebarkan Islam di kerajaan Majapahit. Beliau juga sering ke Demak dan mendidik Raden Patah dalam bidang agama dan yang menyiapkannya sebagai pendiri kerajaan Demak. 

Sunan Bonang wafat tahun 1525 M. Jadi, Sunan Bonang dapat dikatakan seorang guru yang mengajarkan pendalaman materi agama untuk memperkuat fondasi iman seseorang terhadap Islam. 

Sunan Giri atau Raden Paku

Beliau adalah putera Maulana Iskak, ulama yang menyebarkan Islam di Blambangan. Beliau adalah murid dari Sunan Ampel bersama Maulana Makdum Ibrahim putera Sunan Ampel. 

Beliau mendirikan pusat pendidikan Islam di Giri, waktu kecil beliau bergelar Sultan Abdul Faqih. Raden Paku wafat pada tahun 1506 M. setelah berhasil meletakkan dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan ulama di Giri. 

Di pusat pendidikan Islam di Giri beliau mendakwahkan Islam serta memperkuat pemerintahan para ulama dengan dasar-dasar Islam agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti perebutan kekuasaan, perdebatan pendapat, dan lain-lain. 

Sunan Drajat atau Syarifuddin

Beliau adalah adik Sunan Bonang, putera Sunan Ampel. Beliau memusatkan dakwah di Sedayu, Jawa Timur. 

Beliau adalah ulama yang berjiwa sosial, dan berjuang untuk kepentingan umum, menolong fakir miskin, dan orang miskin. Beliau berperan aktif dalam pendirian kerajaan Islam Demak, setelah wafat beliau dimakamkan di Sedayu, Gresik. 

Sunan Muria atau Raden Umar Said

Beliau adalah putera Sunan Kalijaga, berdakwah di pedesaan dan pegunungan. Dalam dakwahnya, beliau menggunakan gamelan sebagai media, serta kesenian rakyat lainnya, setelah wafat beliau di makamkan di gunung Muria. 

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah/ Syeh Nasrullah

Beliau menyebarkan Islam diwilayah Jawa Barat dan berhasil mendirikan dua buah kerajaan Banten dan Cirebon. Syarif Hidayatullah wafat pada tahun 1570 M dimakamkan di Gunung Jati. 

Sunan Kudus atau Ja’far Sadiq

Beliau lahir pada pertengahan abad ke-15 M. dakwah beliau di daerah Kudus Jawa Tengah. Beliau membangun masjid menara Kudus. 

Beliau terkenal sebagai sastrawan yang dalam berdakwah menggunakan budaya setempat sebagai media. Beliau wafat pada tahun 1550 M.

Sunan Kalijaga atau Raden Mas Syahid

Beliau adalah seorang pujangga yang berjiwa sosial tinggi, sering membantu orang yang tidak mampu. 

Beliau berdakwah menggunakan kesenian rakyat sebagai media seperti gamelan, dan wayang. Beliau wafat pada akhir abad ke-16 M. dimakamkan di Kadilangu sebelah timur laut kota Demak.

Dengan sikap sosialisnya, Sunan Kalijaga sangat disegani oleh masyrakat Demak. Terlebih karena Sunan Kalijaga sangat kreatif dalam menyebarkan Islam, yaitu dengan memediasikan kebudayaan yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jawa. 

Dengan kisah-kisah wayang yang menarik, dipadukan dengan ajaran-ajaran Islam. Misalnya dengan menyelipkan kata dua kalimat syahadat. 

Agama Islam dalam Proses Islamisasi Di Indonesia

Islamisasi bisa menjalar dan berkembang cepat di Indonesia tanpa adanya pemberontakkan dari masyarakat terkait dengan ajaran Islam itu selain dikarenakan Islam datang secara damai, juga karena Islam memliki kelebihan sebagai berikut:

Syarat masuk Islam sangat mudah, yaitu hanya mengucapkan dua kalimat syahadat, tidak perlu ada upacara-upacara khusus. 

Jadi, seperti dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga menggunakan wayang dan mengajak masyarakat mengucapkan dua kalimat syahadat. Masyarakat tidak mengeluh dan secara tidak sadar mereka telah masuk Islam.

Upacara-upacara peribadatan dalam Islam sangat sederhana. Seperti contoh pada peringatan-peringatan hari Islam, semua masyarakat Islam bisa mengadakannya. 

Bukan hanya orang-orang kaya dan para bangsawan yang bisa menyelenggarakan dan memperingatinya, namun rakyat jelata juga bisa dengan sederhana memperingati hari-hari Islam tersebut.

Ajaran Islam tidak mengenal kasta. Bagi Islam, nilai tertinggi dari seseorang tidak dilihat dari jumlah harta, jabatan, atau pun material lainnya, namun Islam melihat takwa dari seseorang. Semakin tinggi takwa, semakin tinggi pula derajatnya di sisi Allah SWT.

Islam bersifat terbuka sehingga penyebaran Islam dapat dilakukan oleh setiap orang Islam. Di dalam Islam, dakwah bebas dilakukan di mana saja, tidak terbatas hanya masjid atau pesantren, melainkan ditempat-tempat umum maupun alam bebas dakwah bisa disampaikan. 

Penyebaran agama Islam di Indonesia dengan adat dan tradisi masyarakat Indonesia.

Ajaran Islam berdampak positif terhadap terciptanya kesejahteraan masyarakat dengan adanya kewajiban membayar zakat bagi orang Islam yang mampu. Hal seperti ini adalah salah satu upaya preventif untuk mengurangi kemiskinan.

Keruntuhan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, seperti Sriwijaya dan Majapahit, sehingga memberikan kesempatan yang luas bagi perkembangan penyebaran Islam.

Semoga bermanfaat. Salam

Taman Baca:

Badrika, I. Wayan. (2006). Sejarah. Jakarta: Erlangga.
Yatim, Badri. (2003). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syukur, Fatah. (2011). Sejarah Peradaban Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Amin, Samsul Munir. (2010). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Lestari, Ellyda Bekti. (2009). Sejarah Ilmu Alam. Klaten: Sekawan.
Daulay, Haidar Putra. (2009). Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Fahrutsany. (2006). Pendidikan Agama Islam. Surakarta: Citra Pustaka.

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Faktor Penyebab Agama Islam Berkembang Pesat di Indonesia Beserta Jalur Masuknya"