Widget HTML #1

Manajemen Kecewa: Menjadi Sahabat Bagi Diri Sendiri

Sahabat, siapakah dia? Ada berapa banyak kah orang yang seperti dia? Penting atau tidak bagi diri sendiri? Hemm

Sahabat, terkadang sejumput orang menuang gagasan bahwa sahabat merupakan sosok yang lebih dari sekadar kawan dan hampir setingkat dengan keluarga.

Atau, bisa jadi sahabat sudah termasuk bagian dari keluarga, cuma tidak sedarah.

Gagasan tersebut sebenarnya boleh-boleh saja, karena setiap orang juga berhak merengkuh banyak sahabat. Selama? Enggak mengecewakan, ya!

Manajemen Kecewa: Menjadi Sahabat Bagi Diri Sendiri
Manajemen Kecewa: Menjadi Sahabat Bagi Diri Sendiri. Dok. Gurupenyemangat.com

Hemm.

Kecewa atau tidak rasanya hal itu merupakan perkara yang relatif, ya. Rasa kecewa bakal hadir ketika seseorang berharap dan harapan itu malah tidak seirama dengan kenyataan. Tapi...

Bagi seseorang yang enggan menaruh harap terlalu dalam, rasanya dirinya tidak bakal tenggelam dalam kecewa, deh. Biarpun harapan itu ditujukan kepada teman baik, tetangga, hingga keluarga.

Kembali berkisah tentang sahabat. Dalam setiap lika-liku kehidupan, diri ini kerapkali mulai berbagi dengan sahabat selaku sosok yang spesial. Bertuang kisah sedih, kisah sendu, kisah rindu, hinggalah kisah riang bin bahagia.

Beberapa kali, karena sudah terlalu dekat dengan sahabat, diri bahkan tidak sadar bahwa yang diceritakannya adalah aib. 

Memang benar bahwa selama keburukan yang sudah diceritakan tidak menyebar ke dunia nyata, maka diri masih dalam kondisi kondisi aman-aman saja. 

Tapi, jikalau sebaliknya?

Kisruh bin konflik dengan sesama sahabat bakal segera terjadi. Lebih jauh, nantinya hadir dua pilihan, sahabat minta maaf, atau hubungan pertemanan cukup sampai di sini.

Meski demikian, jika tenggelam dalam kolam sakit hati, maka penyudah hubungan sebagai sahabatlah yang menjadi pilihan alias solusi. 

Mau bagaimana lagi, ketika tangisan mulai menetes bahkan menggebu, ketika itu pula kita baru sadar bahwa berharap kepada manusia itu sungguh sakit bin menghampakan. Kendati dia sahabat sekalipun!

Alhasil? Ya mau bagaimana lagi, kemarin juga terlanjur berkisah, kan? Entah apa yang bisa dikata. 

Meski mulut seorang yang tadinya dianggap sahabat segera mingkem, Toh lidah mereka tak bertulang dan jari-jarinya bisa terus teriak di media sosial. Kalau iya, berarti kita yang tambah sakit, kan! Hahaha, Sabar, Om.

Menjadi Sahabat Bagi Diri Sendiri

Manajemen Kecewa
Manajemen Kecewa. Dok. Gurupenyemangat.com

Salah satu opsi dalam mengelola rasa kecewa adalah menjadikan diri sendiri sebagai sahabat. Iya, benar, bahwa sahabat terbaik adalah diri kita sendiri. 

Kita yang paling mengerti seperti apa bentuk diri, kemampuan diri, hingga segenap perasaan yang berlalu lalang.

Bersandar dari pengalaman, belajar dari fakta, serta segenap kisah pilu, rasanya mulai detik ini kita bisa menata cerita pribadi agar lebih kuat dalam menghadapi kekecewaan. 

Terang saja, meski di hari esok diri ini bakal akan bercerita A dan B, berkisah O dan Z, nyatanya kegundahan yang mengaga dalam hati belum tentu mampu diselesaikan oleh sahabat.

Malahan yang ada, sejumput sahabat malah bikin  kesal dan menjadikan kegundahan dalam diri segera menggunung. Bahkan, ada pula sahabat yang kabur atau diam tanpa kata. Kalo di chat WA, cuma di-read aja.  

Lalu, apa manfaatnya?

Paling-paling ya, gunanya bercerita sedih-perih hanyalah untuk merengkuh kelegaan gegara rasa kesal.

Seirama dengan kegiatan berteriak di tanah tinggi nan lapang, bercerita alias curhat juga mampu melegakan walau seringkali tanpa solusi.

Namun, untuk meminimalisir kekecewaan, semestinya lebih baik kita tidak bercerita terlalu dalam dengan sahabat? 

Tentu saja, manajemen kecewa adalah kunci karena kecewanya orang dewasa itu lebih nyesek bila dibandingkan dengan terkena tinju di kepala. Rasanya begitu membekas, dan terkadang bekas kecewa yang dimaksud bisa dibawa sampai mati.

Ngeri! Takut, ah!

Yang jelas, hal Ini bahaya, dan hadirnya manajemen kecewa setidaknya bisa menalangi diri untuk kian membatasi diri. 

Nah, salah satu pengelolaan kecewa yang bisa ditempuh adalah dengan menjadikan diri sendiri sebagai sahabat dalam mengarungi samudra kehidupan.

Jujur saja, seperti apa pun motivasi hamba, apa pun bicara hamba, ujung-ujungnya hanya diri sendirilah yang lebih mengerti dan paham dengan segenap situasi. 

Tanpa perlu orang lain, kerapkali diri sendiri mampu menjadi sahabat penata solusi dan jalan terbaik. Pertimbangannya? 

Mulai dari pengalaman, pembelajaran kehidupan, teori, hingga saran para motivator yang tertuang di beranda berbagai media sosial.

Syahdan, pertimbangan itulah yang nantinya mampu menjadikan diri sendiri lebih kuat, lebih hebat, serta lebih kokoh dalam menghadapi hidup. Mental terasah, pemikiran lebih baik, dan masalah demi masalah segera terlewati.

O ya, jikalau masalahnya terasa begitu besar dan berat?

Maka solusi terbaik adalah berkisah kepada Allah. Datang kepada Allah, lalu silakan kita berbagi keluh kesah serta menguatkan diri dengan doa hanya kepada-Nya.

Rasanya, bahkan tak bisa terpungkiri bahwa hanya kepada Allah-lah jalan mulus yang bisa kita tempuh untuk berjauh diri dari rasa kecewa.

Semakin dekat dengan Allah, memang belum tentu masalah hilang semua. Secara, kita kan hidup di dunia dan dunia itu penuh dengan masalah. 

Kalau tidak ada masalah, ya aneh. Kapan diri bisa bijaksana, kapan diri bisa lebih kuat dan tegar.

Meski begitu, dengan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, maka perlahan akan tumbuh syukur sekaligus kesadaran dengan betapa banyaknya nikmat yang telah Allah berikan. 

Rasanya, itulah tujuan terpenting dari curhat. Semoga kita tidak salah jalan. Semoga kekecewaan di hati segera terusir. Dan semoga hati makin lapang.

Salam.
Ditulis oleh Ozy V. Alandika

Baca lagi: 

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

2 komentar untuk "Manajemen Kecewa: Menjadi Sahabat Bagi Diri Sendiri"

Comment Author Avatar
Sahabatku cuma angin lalu.
Comment Author Avatar
Wah. Keren ini, Bu. Lama2 tukang jamu makin kaya kalo banyak yg masuk angin. Eh

Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.

Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)