Widget HTML #1

Cerpen: Berbohong Demi Kebaikan

Cerpen: Berbohong Demi Kebaikan

Oleh Inong Islamiyati

Berbohong demi Kebaikan
Ilustrasi benda kesayangan yang pecah. Gambar oleh Marcela Bolívar dari Pixabay

PRANG! Suara keras berbunyi di Minggu pagi yang awalnya tenang itu. Dua orang anak segera berlari menuju sumber suara.

Mereka panik. Terutama anak yang lebih kecil yang tengah mencoba memungut pecahan kaca yang berhamburan.

“Sudah, Dik. Jangan,” cegah sang kakak

“Maafkan Farhan, Kak. Ini salah Farhan. Seharusnya Farhan tidak menendang terlalu keras. Maaf.” Farhan kembali memunguti pecahan kaca dengan panik sambil menahan tangis.

“Jangan Farhan. Sudah hentikan saja.”

“Ada apa ini? HAH!” Ibu mereka yang sedang memasak di dapur keluar karena mendengar suara keras. Betapa terkejutnya dia melihat guci mahal kesayangannya telah pecah. Dilihatnya ada bola di dekat guci itu dan langsung bertanya pada kedua anaknya.

“Siapa di antara kalian yang melakukan ini! Jawab pertanyaan Ibu!”

Farhan ketakutan dan bersembunyi di belakang kakaknya. Dia takut dan tahu kalau ibu sangat menjaga guci itu. Dia hanya diam. Tak berani menatap wajah ibu.

“Firman yang melakukannya, Ibu. Maaf. Firman tidak sengaja menendang bola kemari.” Tanpa diduga sang kakak, langsung mengajukan diri menjadi sasaran kemarahan sang ibu.

PLAK! Satu tamparan keras dengan sukses mendarat di pipi Firman. Sang ibu terlihat sangat kesal dan marah. Sementara sang adik Farhan, masih ketakutan dan berdiri sambil bersandar pada tembok.

“Kamu tahu kan Firman, itu guci kesayangan ibu. Ibu mahal membelinya. Ibu selalu  menjaga dan membersihkannya. Sudah ibu katakan berulang kali pada kalian berdua kalau mau main bola, di taman saja. Lebih luas. Sekarang lihat, Gucinya sudah pecah.”

“Maaf Ibu. Firman minta maaf.”

Ibu tidak menjawab dan segera pergi ke dapur untuk lanjut memasak. Farhan langsung memeluk kakaknya erat sambil merasa bersalah.

“Kenapa Kakak berbohong? Farhan yang salah Kak, bukan kak Firman. Sekarang Ibu justru membenci Kakak. Maafkan Farhan Kak.”

“Farhan jangan sedih. Kakak tahu kok, Farhan anak yang baik. Ibu sekarang hanya sedang emosi saja. Kakak yakin, besok ibu akan kembali hangat seperti biasa,” ucap Firman berusaha menenangkan adiknya.

Namun keesokan harinya, ternyata ibu masih saja marah. Dengan sengaja, ibu hanya memberikan bekal ayam goreng kepada Farhan.

Sedangkan sang kakak, hanya diberi telur goreng saja. Farhan semakin kecewa. Karena kesalahannya, sang kakak justru dibenci oleh ibu. 

“Sudahlah Dik, jangan sedih. Kakak senang kok makan telur goreng. Ayamnya adik habiskan saja,” seru Firman kepada adiknya yang masih sedih

“Ayamnya kita makan berdua saja ya kak. Nanti telurnya akan Farhan makan juga kok.”.

“Jangan Farhan. Biar kakak saja yang makan telurnya.”

Farhan tidak memedulikan ucapan kakaknya dan langsung merebut kotak makan milik Firman.

Segera dia memindahkan setengah ayam miliknya ke kotak makan Firman dan mengambil setengah telur ke kotak makannya sendiri. Berharap kakaknya akan memaafkan tindakannya. 

“Assalamualaikum, Ibu, kami pulang,” seru Firman dan Farhan bersamaan ketika sampai di rumah. 

“Wa’alaikumsalam, wah anak Ibu sudah pulang ya,” jawab ibu seperti biasa. Namun kali ini ada yang berbeda.

Entah mengapa ibu hanya mencium pipi Farhan saja. Biasanya ibu pasti akan bergantian mencium pipi Farhan dan Firman setiap mereka pulang sekolah. Seolah ibu memang sengaja melakukannya.

“Oh iya Farhan, hari ini ibu mau pergi jalan-jalan ke pasar. Farhan mau ikut?” ajak ibu

“Kak Firman juga ikut kan Bu? Kebetulan Farhan mau beli mainan baru. Kak Firman pergi juga ya Bu, soalnya kak Firman tahu mainan yang bagus dan murah,” seru Farhan sambil memohon kepada ibu. 

Namun ibu tidak menjawab dan terlihat jelas, ibu masih marah kepada Firman karena masalah guci kemarin.

“Bu? Kok Ibu enggak jawab?”

“Eh, Farhan pergi sama Ibu berdua saja ya. Soalnya besok kak Firman ada ulangan jadi hari ini harus belajar. Ibu juga bisa kok pilihkan mainan yang bagus untuk kalian.”

“Tapi, Bu?”

“Iya, Dik. Farhan pergi saja berdua sama ibu. Kak Firman harus belajar hari ini. Nanti setelah pulang dari pasar kita main bareng ya.” Tidak ada sedikit pun raut wajah kecewa pada Firman.

Meski sebenarnya agak sedih, Firman justru berusaha untuk tetap terlihat senang agar adiknya tidak terus merasa bersalah.

“Benar ya, kakak janji?” ujar Farhan sambil menunjukkan jari kelingking

“Iya kakak janji. Sudah sana pergi, nanti kesorean pulangnya.”

“Iya kak. Kalau begitu aku sama ibu pergi ke pasar dulu ya. Nanti pulang kita main,” ucap Farhan lagi

“Iya. Hati-hati ya,” seru Firman sambil melambai ke arah mereka berdua.

Di pasar, Farhan masih diam. Dia terus menerus bengong. Ibu yang melihatnya menjadi khawatir dan membelikan banyak jajanan kesukaan Farhan.

Berharap anaknya menjadi ceria. Namun, Farhan masih saja terlihat sedih.

“Kak Firman kami pulang,” seru Farhan ketika sampai di rumah. Namun tidak ada jawaban dari Firman. 

“Ulah siapa lagi ini!” teriak ibu dari arah dapur

“Kenapa Bu?” tanya Farhan

“Lihat ini, ikan goreng ibu hanya tinggal dua potong. Padahal tadi masih ada lima. Pasti ulah kakakmu lagi. Firman, kesini sekarang!” 

Firman yang terkejut mendengar suara ibu yang tengah emosi langsung keluar dari kamar dengan masih memegang bukunya. 

“Kamu yang menghabiskan ikannya ya?” tuduh ibu

“Bukan Bu,” elak Firman

“Jangan bohong Firman!”

“Iya Ibu, Firman tidak bohong.”

Boleh Baca: Cerpen Tentang Kebohongan di Pesawat

“Maafkan Farhan Bu. Maafkan Farhan.” Dari arah belakang Farhan memeluk sang ibu dan langsung menangis.

“Sebenarnya, kemarin Farhan yang tidak sengaja memecahkan guci ibu. Farhan menendang bola tidak hati-hati. Maaf Bu. Tetapi kak Firman justru berbohong dan ibu jadi mengira kalau kak Firman yang salah. Maafkan Farhan Bu. Seharusnya Farhan jujur pada ibu.” Farhan masih menangis dan sang Ibu langsung memeluknya erat.

“Maafkan Ibu. Ibu seharusnya tidak terlalu keras pada kalian. Maafkan ibu juga Firman. Kamu kakak yang baik. Tetapi lain kali, jangan berbohong lagi ya. Juga untuk Farhan, jangan takut untuk jujur. Walau nanti ibu akan marah, ibu tetap sayang sama kalian berdua. Ibu cuma sedang marah sesaat saja.” 

Ibu segera memeluk Farhan dan Firman bersamaan. Mereka kembali tenang dan bahagia sebagai sebuah keluarga.

Farhan juga berjanji akan belajar untuk selalu jujur akan kesalahan yang dia perbuat meski itu pahit.

“Tapi, siapa yang menghabiskan ikannya ya?” tanya Firman

“Tidak tahu kak, eh itu... Itu Pussy.” Farhan berteriak melihat kucing tetangga bernama Pussy itu dari bawah meja sambil membawa sepotong ikan goreng yang sudah habis setengah.

Mereka bertiga akhirnya tertawa melihat tingkah lucu kucing tersebut.

***

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

2 komentar untuk "Cerpen: Berbohong Demi Kebaikan"

Comment Author Avatar
huft sudah kuduga yang ngabisin ikan itu Pussy wkwkwkkwkw


ibunya galak banget masa firman sampai ditampar mas ozy hahah...firman jadi kakak juga sabar banget ya, walau jujur akan lebih baik karena biarpun udah mecahij guci ibu cum marah sesaat abis itu tetap sayang keduanya selama lama lama lamanya #pake nada suara spongebob hahha
Comment Author Avatar
Hahaha, ikan memang yang terbaik baginya ya kan Mbak. wkwkwk

Nah, kasihan gucinya ya Mbak. Wkwk. Spongebob mestinya beliin guci. Haha

Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.

Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)