Widget HTML #1

Inilah Dua Prinsip Pembentuk Karakter Kejujuran pada Siswa

Dua Prinsip yang Membentuk Kejujuran pada Siswa
Dua Prinsip yang Pembentuk Karakter Kejujuran pada Siswa. Gambar oleh Mustafa shehadeh dari Pixabay

Berbicara tentang kejujuran anak saat ini mungkin terasa kuno. Pandemi dan efek riaknya seperti dorongan bagi anak-anak untuk berperilaku bohong.

Seperti saat melaksanakan ujian virtual yang tanpa pengawasan. Secara khusus seorang siswa mengatakan, untuk saat ini boleh menyontek karena guru tidak tahu. Dia pun menambahkan untuk mendapatkan jawaban yang tepat ada aplikasi yang bisa membantunya.

Kecurangan dalam menjawab soal ujian memang bukan hal baru. Sejak lama, tradisi menyontek itu sudah ada. Akan tetapi selama pandemi kasus curang semakin meroket. Hal ini karena situasi dan kondisi mendukung. 

Selain itu, jika siswa dalam keadaan terkepung, tidak bisa menyelesaikan soal, jalan keluarnya adalah plagiarisme, menyontek. Menyontek bisa dari temanya, buku. Sekarang dengan adanya ujian online, siswa bisa berbuat curang melalui internet.

Penulis tidak akan membahas bagaimana cara menggunakan aplikasi jawaban atau budaya menyontek yang terus berkembang. Yang penulis perhatikan adalah kejujuran siswa. Sangat jarang dalam keadaan sulit, siswa bisa jujur.

Pengertian Kejujuran

Kejujuran, dalam KBBI berasal dari kata dasar jujur yang memiliki arti lurus hati; tidak berbohong (misalnya dengan berkata apa adanya); 2 tidak curang (misalnya dalam permainan, dengan mengikuti aturan yang berlaku) 3 tulus; ikhlas.

Jadi kejujuran merupakan sifat jujur, ketulusan hati atau kekuatan hati. Di mana kekuatan itu terbentuk pertama kali dalam keluarga.

Kejujuran juga membantu kita berhubungan dengan orang-orang yang positif. Itu sebabnya masih ada segelintir siswa yang mengatakan bahwa mendapat nilai jelek lebih baik daripada harus menyontek.

Seperti telah dikatakan, kejujuran terbentuk dari keluarga, keluarga bertanggung jawab atas karakter baik atau buruk seorang anak. Selanjutnya adalah pengembangan di sekolah.

Orang tua sebagai pendidik pertama untuk anak-anaknya. Dalam mendidik, suasana rumah, suasana hati penghuni rumah juga utama. Anak-anak akan terbawa dengan susana rumah. 

Dua Prinsip yang Memengaruhi Anak untuk Memiliki Karakter Jujur 

Anak memiliki sifat jujur tidak datang sejak lahir, harus ada faktor yang memengaruhinya.

Faktor tersebut salah satunya adalah suasana pendidikan atau education is an atmosphere dan education is a discipline.

1. Education is an Atmosphere

Berpijak pada teori yang diciptakan Charlotte Mason tentang prinsip education is an atmosphere. Di mana selain dari suasana dalam mendidik.

Orang tua tidak bisa menunggu, berharap anak baik dengan sendirinya. Kita memerlukan upaya selain dari doa.

Orang tua memerlukan peranti lain dalam mendidik dan menjadikan anak-anak berkarakter, terutama jujur dalam segala hal. Peranti lain adalah education is a discipline. 

Boleh Baca: Begini Manfaat Menanamkan Pendidikan Karakter Pada Anak Usia Dini

2. Education is a discipline

Education is a discipline, kata discipline atau disiplin menegaskan kepada kita bahwa kebiasaan baik bukan saja diteladankan tetapi dilatihkan.

Melatih sama saja dengan menciptakan kebiasaan-kebiasaan atau habbit training. Charlotte mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang terbentuk oleh kebiasaan dan pembiasaan.

Namun, untuk mencapai tujuan akhir dan anak memiliki watak yang luhur, orang tua harus merencanakan habbit training pada anak.

Ada banyak kebiasaan yang bisa diajarkan kepada anak, misalnya, jasmani, moral, termasuk juga nilai kejujuran.

Bagaimana Menerapkan Habbit Training?

Habbit training adalah melatih kebiasaan dalam keseharian. Jika orang tua ingin menerapkan kejujuran ke dalam habbit training.

Ini artinya orang tua bukan saja berbuat jujur untuk dirinya sendiri. Akan tetapi menularkannya pada anak-anak dengan cara melatih mereka untuk jujur. 

Jika anak sudah dibiasakan berperilaku bohong di rumah, hingga besar dan di tempat lain pun berbohong sudah menjadi hal biasa.

Kebisaan bukan pekerjaan yang dilakukan sekali atau dua kali, tetapi harus berulang, tidak ada batasan dalam hitungan matematika. Kebisaan baik harus dilakukan sesering mungkin hingga terbentuk benteng yang kuat. 

Jika kejujuran sudah diterapkan dalam keluarga secara berulang, ketika menghadapi soal ujian, anak akan merasa takut untuk menyontek. Sekalipun terjebak dalam kesulitan dan sudah dipastikan mendapat nilai yang buruk.

Namun, kita pun harus ingat habbit training bukanlah sebagai alat untuk memanipulasi anak demi kepentingan orang tua. Habbit training adalah upaya kita dalam mendidik anak yang realistis. 

Hasil dari upaya kita akan dinikmati anak dan tentunya orang tua. Jadi tidak ada kata lelah dalam menerapkan kebiasaan baik. (SRD)

Semoga bermanfaat
Salam

Ditulis oleh: Sri Rohmatiah Djalil

Taman Baca:

  • https://simplycharlottemason.com/blog/education-is-an-atmosphere/

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Inilah Dua Prinsip Pembentuk Karakter Kejujuran pada Siswa"