Widget HTML #1

Cerpen: Mobil Impian Helmi

Ilustrasi Mobil Impian
Ilustrasi Mobil Impian. Gambar oleh Trevor M dari Pixabay

Sobatku, pernahkah kamu merasa ingin dan butuh untuk berbuat baik demi merengkuh impian tertentu?

Rasanya pernah, ya.

Sesekali, kita rasanya pernah mengorbankan kepentingan dan impian pribadi demi membantu orang lain yang lebih membutuhkan.

Nah, Gurupenyemangat.com punya cerpen menarik tentang hal tersebut.

Penasaran? Cuz, mari disimak:

Cerpen: Mobil Impian Helmi

Oleh Fahmi Nurdian Syah

Ibu mengangsurkan satu lembar uang lima puluh ribuan ke hadapan Helmi.

"Terima kasih Bu," ucap Helmi dengan wajah yang sumringah.

"Sama-sama Sayang," jawab Ibu sambil tersenyum hangat.

Itu adalah uang saku Helmi untuk seminggu. Ia harus pandai-pandai menggunakannya supaya bisa mencukupi selama tujuh hari dan tidak kehabisan di awal pekan, karena terkadang Helmi juga ingin membeli sesuatu di hari Sabtu dan Minggu.

Helmi pernah bertanya kepada ibunya, mengapa ia diberi uang saku secara langsung untuk satu pekan, padahal teman-teman kelasnya diberi uang saku tiap hari, bukan untuk satu pekan sekaligus.

Ibu menjelaskan karena ia ingin Helmi dapat belajar mengatur uang.

Dengan memberikan uang saku pekanan, Helmi akan belajar menggunakan uang dengan bijak dan belajar mengendalikan keinginan untuk jajan supaya uangnya tidak habis di awal pekan.

Jika Helmi kehabisan uang, ia tidak bisa jajan di hari selanjutnya karena ibu baru akan memberinya uang saku kembali di awal pekan berikutnya.

Awalnya Helmi merasa kesulitan, tapi ia terus berlatih agar bisa menggunakan uangnya dengan baik.

Ia menjadi merasa tertantang. Rasanya ia seperti sedang belajar menjadi pria dewasa.

"Ibu, aku ingin sekali punya mainan mobil robot yang digerakkan dengan sensor tangan. Apakah boleh?" sambil menghabiskan sarapan, Helmi mengutarakan keinginannya dengan ragu-ragu.

Ilustrasi Mobil Mainan
Ilustrasi Mobil Mainan. Gambar oleh Eduardo Gonzalez dari Pixabay

Dahi ibu mengerut sembari memandang Helmi. 

"Mobil sensor seperti apa sayang?" tanya ibu sambil menyiapkan bekal sekolah Helmi ke dalam kotak bekal.  

Lalu Helmi menceritakan kepada ibunya tentang mainan yang ia inginkan dengan bersemangat. Dalam hati ia berharap semoga ibu membelikannya. 

"Helmi sudah tahu harganya dan belinya di mana?" tanya Ibu lagi.  

Helmi mengangguk, lalu memberi tahu ibu harga mainan yang ia inginkan. 

Ibu menarik napas panjang dan mengangkat alisnya, dengan bibir yang tetap nampak tersenyum. 

"Helmi, karena harga mainannya tidak murah, Ibu ingin membuat kesepakatan. Jika Helmi memenuhi syarat dan sepakat dengan ketentuannya, Helmi boleh memiliki mobil itu," Kata Ibu selanjutnya.

"Apa kesepakatannya, Bu?" Tanya Helmi tak sabar. 

"Pertama, Helmi tidak boleh mendapat nilai jelek untuk ulangan pekan depan. Kedua, Helmi harus membeli dengan uang sendiri, Ibu hanya akan membantu 10% dari harga mainannya, jadi Helmi harus menyisihkan uang jajan untuk ditabung mulai sekarang. Ketiga, Helmi harus merawat baik-baik mainannya. Keempat, mainan baru tidak boleh membuat Helmi menjadi malas beribadah, belajar dan membantu Ayah dan Ibu, " Ibu menjelaskan panjang lebar syarat yang harus dipenuhi Helmi. 

"Baiklah, Bu. InsyaAllah Helmi siap dan sepakat!" Jawab Helmi dengan semangat sembari mengangkat tangan kanannya dengan jari jempol dan telunjuk melingkar membentuk huruf O, tandanya ia telah setuju.  

Sejak saat itu, Helmi selalu menyisihkan sebagian uang jajannya di awal pekan. Ia berusaha menahan diri untuk jajan secukupnya.

Boleh Baca: Cerpen Tentang Menabung untuk Menggapai Sepeda Impian

Ia juga menjadi lebih rajin membawa bekal ke sekolah supaya ia tak perlu jajan lagi. 

Tak sabar ia ingin uangnya segera terkumpul agar bisa segera membeli mainan impiannya.  

Pelajaran akan segera habis. Sembari bersiap-siap mengakhiri pelajaran, Bu Risa memberikan tugas membuat komik untuk kelas 5. Tugas harus dikumpulkan pekan depan.

Tak lupa Helmi mencatat tugasnya di buku, agar ia tak lupa. Sesaat kemudian bel tanda pelajaran usai berbunyi.

Sebagian anak-anak berhamburan keluar kelas, sebagian lagi tetap berada di kelas untuk menikmati bekal mereka masing-masing, termasuk Helmi dan Dani. 

Mereka sering menikmati bekal bersama. Helmi rajin membawa bekal karena ia sedang menabung dan ingin sekali memiliki mainan mobil impiannya, sedangkan Dani sering membawa bekal karena ia tak memiliki uang saku.

Dani adalah anak yatim yang serba dalam keterbatasan. Helmi tahu bekal Dani selalu sama, sebiji arem-arem buatan ibunya.

Ibu Dani membuat arem-arem untuk dititipkan ke warung-warung kecil untuk mencari nafkah. Sesekali Helmi berbagi bekal miliknya bersama Dani.  

"Udah punya ide Dan, untuk tugas komiknya?" tanya Helmi kepada Dani sembari membuka bekalnya.b

"Belum Hel. Kamu?" Dani balik bertanya. 

"Belum juga, haha," Jawab Helmi sembari tertawa. 

"Oh iya Hel, apakah aku besok boleh mengerjakan tugas di rumahmu? Kebetulan pensil warnaku sudah tidak lengkap. Barangkali aku membutuhkan pinjaman pensil warnamu?" Kata Dani selanjutnya. 

"Tentu saja boleh, besok kita kerjakan bersama di rumahku sepulang sekolah ya," Jawab Helmi dengan senyuman. 

"Terima kasih Helmi," Senyum Dani juga mengembang.

***

Hari sudah sore, Dani pun segera berkemas. Ia tak ingin terlambat pulang dan membuat ibunya cemas. Dari jendela rumah Helmi, di luar terlihat mendung,

Dani pun memasukkan buku-bukunya ke dalam kantong plastik yang selalu ia simpan di dalam tasnya, berjaga-jaga bila hujan turun agar bukunya tak basah. 

Tasnya yang sudah lusuh dan ada resleting yang sudah rusak membuat tasnya tak bisa ditutup dengan sempurna.

Di beberapa lipatan juga terlihat bagian yang sudah dijahit tangan oleh Ibu Dani. Bagian strap bahu pun sudah mulai copot jahitannya. 

"Tante, saya pamit pulang, terima kasih sudah diijinkan belajar bersama Helmi," Dani berpamitan kepada Ibu Helmi.

"Iya Nak Dani, hati-hati ya, salam untuk ibumu," jawab Ibu Helmi disertai senyuman. "Insyaallah saya sampaikan Tante." Dani pun menengok ke arah Helmi "Terima kasih ya Hel," lanjutnya.  

"Sama-sama Dan, jangan lupa besok kita selesaikan komiknya di rumahku lagi ya."  

"Oke Hel."  

Setelah Dani hilang dari pandangan, Helmi dan mamanya masuk rumah. Mereka melanjutkan mengobrol santai di ruang keluarga sambil menonton televisi. 

"Ma, besok Minggu ke toko tas yuk," Helmi membuka obrolan. 

"Mau apa Sayang? Bukannya tas Helmi masih bagus?" 

"Hmm, begini Ma, setelah berpikir beberapa hari, Helmi sudah memutuskan untuk membelikan tas Dani. Sudah lama sekali tasnya rusak." 

"Kamu sudah yakin?"  

"Iya Bu, Helmi yakin akan menggunakan tabungan untuk membelikan tas Dani terlebih dahulu. Supaya Dani bisa memiliki tas yang lebih layak dan aman untuk buku-bukunya. Lagipula, Helmi bisa mulai menabung lagi untuk membeli mobil impian Helmi nanti," terang Helmi panjang dan lebar. 

Ibu kembali melebarkan senyumnya. "Ibu bangga sekali Sayang. Tentu saja dengan senang hati besok Ibu antar."

Boleh Baca: Cerpen Tentang Kasih Sayang Seorang Ibu

"Terima kasih Bu, sekarang Helmi mau menghitung uang tabungan dulu." Serunya sambil berlalu menuju kamarnya. 

"Terima kasih Helmi, terima kasih Tante atas tas barunya. Saya tidak bisa membalas kebaikan Helmi dan Tante." Dani terharu dan berkaca-kaca. Ia sangat senang sekali, akhirnya dia memiliki tas yang layak dan nyaman untuk dipakai. 

Helmi juga terharu, ada perasaan hangat yang merasuki hatinya. Ternyata seperti ini bisa berbagi dengan orang lain.

Sungguh perasaan yang menyenangkan. Helmi sama sekali tak menyesal meskipun harus menunda keinginannya memiliki mainan impiannya. 

"Sama-sama Nak. Tante doakan semoga kalian jadi anak yang sukses dan memberi banyak manfaat untuk orang lain di masa depan." Ibu Helmi tersenyum.  

Setelah selesai mengerjakan tugas komik di rumah Helmi, Dani pun berpamitan. Ia pulang dengan hati riang dan penuh semangat.

Hatinya penuh syukur atas kejutan tas baru pemberian Helmi. Dalam hati ia mendoakan keluarga Helmi semoga diganti rejekinya dengan yang lebih baik. 

Usai kepulangan Dani, Ibu memanggil Helmi. 

"Sayang, Ibu ada kejutan buat kamu." Wajah Ibu penuh misteri. 

"Kejutan apa Bu?" Selidik Helmi tak sabar. 

"Kamu tahu tidak, lomba menggambar yang kamu kirim dua minggu lalu menang lho, panitia baru saja menginfokan melalui Ibu." Senyum Ibu mengembang. 

"Oh ya? Alhamdulillah!" Seru Helmi sambil mengepalkan tangannya, ia gembira sekali. 

Selain karena bangga, Helmi senang karena hadiahnya adalah uang tunai yang cukup untuk membeli mobil mainan impiannya. 

"Helmi, bukankah Allah itu Maha Melihat. Ia membalas langsung budi baikmu. Ingatlah, jika kita berbuat baik, sebenarnya kita sedang menanam kebaikan untuk diri sendiri. Begitu juga sebaliknya, jika kita berbuat buruk kepada orang lain, maka kita telah menanam keburukan untuk diri sendiri, entah kapanpun waktunya, kita pasti akan menuainya." 

Nasihat Ibu membuat Helmi semakin semangat untuk berbuat baik, sekaligus menjadi pegingat dirinya agar menahan diri dari berbuat buruk kepada orang lain.

~ Selesai~

Nah, demikianlah tadi seutas cerpen tentang perilaku mementingkan berbagi kepada orang yang membutuhkan daripada keinginan sendiri.

Dari kisah di atas, sejatinya kita bisa memetik pelajaran bahwa yang baik selamanya akan tetap baik dan perilaku kebaikan pasti akan berbuah kebaikan pula.

Salam.

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Cerpen: Mobil Impian Helmi"