Widget HTML #1

Kumpulan Puisi Tentang Impian dan Harapan Diri untuk Sukses Bersama Swastamita

Seberapa tinggi impianmu? Kutebak, impianmu jauh lebih tinggi daripada kediaman awan di langit.

Ya, semua dari kita berhak untuk bermimpi dan sukses, kan? Meskipun kriteria sukses itu beragam, tapi masing-masing diri sudah punya harapan terhadapnya.

Puisi Tentang Impian dan Harapan Diri untuk Sukses Bersama Swastamita
Puisi Tentang Impian dan Harapan Diri untuk Sukses Bersama Swastamita. Dok. Gurupenyemangat.com

Okelah. Kali ini Gurupenyemangat.com bakal menghadirkan puisi tentang impian, harapan, serta tulusnya perjuangan diri untuk sukses menggapai swastamita.

Ehem. Gimana, kamu tertarik? Silakan disimak, ya:

Puisi: Ayah, Anakmu Sukses

Peluh hati kala ini, dengan gudah naluri selalu berkata. Kembali dan peluklah, maka senyumnya datang beriringan tangis bahagia. Tidakkah terindukan?

Terputar roll film layaknya bioskop dari proyektor. Putih abu-abu laksana alur dari film lawas, itulah yang ada di memori seorang yang telah beranjak dewasa.

Bertajuk kasih sayang mata memandang putaran film yang dimainkan. Seorang ayah bekerja keras mendidik dan menghidupi seluruh keluarga yang disayanginya.

Luruh air mata, terpecahkan benteng pertahanan dengan jatuhnya isak kesesakan.

Sekarang, di ujung seberang perbatasan, seorang tua rentan menunggu kehadiran hangatnya peluk sukses. Seorang ayah dengan peluh keringat sedang berharap banyak kepada Sang Pencipta semesta.

Hampiri dia, berikan kata indah kepadanya.

"Ayah, anakmu sukses, juga akan membawamu ke istana harapan."

Maka tersenyum dia dengan sumrigah. Dengan akhiran yang bagus ucapkan kata yang tak pernah didengarnya dari bibir mungilmu. Gandeng tangannya, juga berikan kecupan hangat di pipinya.

Lontarkan kepada nya dari batin dan hati kecilmu.

"Aku sayang, dan terima kasih, ayah."

Karya: Khairia Nurlita.


Puisi: Misteri Sebuah Harapan

Ia memandang ke arah jumantara. Bertanya, tanpa tahu jawabannya. Sekali lagi, bertanya pada yang diam itu.

Biru seperti laut.  Tapi, ia bukan laut. Putih seperti kapas. Tapi, ia bukan kapas. Ya, jumantara sebutannya. 

Ia mengagumi alam semesta. Yang luasnya tak terkira. Tapi lebih luas lagi surga. Yang tak tahu kelihatannya. Tapi ada.

Menjadi Pluto. Yang tak dianggap kehadirannya. Atau menjadi matahari, yang menyinari. Ah, entahlah. Ini seperti misteri.

Matahari, dikitari bumi. Bumi, dikitari bulan. Dan bulan? Mengitari diri sendiri.

Tapi ia juga empati pada bumi. Yang rela dirusaki, oleh penghuninya sendiri.

Kau tahu tidak?

Abad itu, 100 tahun.

Tahun itu, 12 bulan.

Bulan itu, 30 hari.

Hari itu, 24 jam.

Jam itu, 60 menit

Menit itu, 60 detik.

Dan, kapan aku bisa melupakan hadirmu?

Karya: Aulia AN.


Puisi: Aku Ingin Sekuat dan Sehebatmu

Layaknya lavender, anggun menawan pesonamu. Lentik jari, mata tajam, senyum menggelikan mendominasi kemolekan hatimu.

Layaknya lily kuning, kaututupi semua kepalsuanmu. Kautertawa layaknya tak ada sedikitpun batu menghantam bahumu.

Kaubohongi semua insan, dengan kelakuanmu seakan sedih tak pernah mendatangimu.

Seceria matahari, kautunggu senja datang, dengan setia di pesisir pantai. Sembari mengukir nama indah, di pasir putih yang sebentar lagi diterkam ombak.

Selembut peony merah muda, kaujaga sesuatu yang dinamakan kehormatan, dengan hati-hati hingga tak tersentuh dan tak terganggu sedikitpun.

Lemah lembut lakumu, membawa kebahagiaan di atas kesuksesan.

Dan sekuat leontopodium alpinum, kaubuat dirimu menjadi pedoman insan, kaupatahkan semangat orang mencacimu.

Kauhilangkan keburukan dengan kekuatan yang kaumiliki. Kaupunahkan cercaan juga hinaan dengan kesetiaan, lemah lembut serta perjuanganmu.

Kaubenar. Begitulah aku yang seharusnya.

Karya: Khairia Nurlita.


Puisi: Impianku Memeluk Malam dan Bulan

Dialah bulan, benda langit terang. Yang hadir di waktu yang tak kasat mata. Memancarkan keindahan, tapi hanya dipandang sebelah mata. Namun sayangnya, ia tak sadar betapa indah dan berharganya ia. 

Dialah bulan, bersinar di pekatnya malam. Dihargai beberapa orang. Melukiskan keindahan akan ciptaan Tuhan. Membuat takjub mata yang memandang. Dan membuat iri para bintang.

Malam dingin dan tenang.

Mengistirahatkan semua orang. Menjadi tempat bercerita bagi mereka yang lengang akan waktu. Menjadi tempat yang bersahabat untuk melepas penat. Dan sekaligus menjadi penyemangat.

Teruntuk malam dan bulan teruslah seperti itu. Menjadi sesuatu yang ditunggu. Mungkin, malam dan bulan tak tahu, bahwa jauh di sana seseorang amat sangat menyukainya kehadirannya. 

Mungkin, impianku untuk memeluk malam dan bulan hanyalah khayalan. Yang selalu kuimpikan dan entah kapan kan tercapai.

Ini cerita tentang malam dan bulan. Yang tak akan pernah terlupakan.

Karya: Aulia AN


Puisi: Swastamita

Akulah orang yang bersembunyi di balik terangnya Swastamita. Tak berani mengungkapkannya. Hanya bisa memandang di balik pohon tua. Kala, senyumnya memancar indah.

“Aku?” Ah, apalah dayaku hanya seorang pengagum rahasia.

Akulah seorang yang hanya bisa mencurahkan rasa lewat perantara doa. Kucurahkan, kuutarakan, dan kuceritakan semua di hadapan-Nya. Maaf, aku mencuri namamu.

“Tapi, boleh, kan?” Sebentar saja. Agar Dia tahu. Ya, hanya aku dan Dia.

Akulah seorang yang masih menanti Swastamita. Entah kapan bisa kupunya. Intinya berdoa.

Kau tahu tidak? Doa seperti senjata yang bisa menguatkan langit kala senja tak bisa menampakkan keindahannya.

Akulah seorang yang tak pernah putus asa untuk mendapatkan Swastamita. Kupantaskan dan terus perbaiki diri untuk mendapatkan cinta-Nya.  

Cinta-Nya dahulu, baru cinta manusia. Aku akan terus berdoa dan berusaha untuk mendapatkannya, Swastamita.

Karya: Aulia AN

👉Lanjut Baca: Puisi Tentang Manusia yang Lalai dan Lupa hingga Ia Celaka Bersama Kesunyian

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Kumpulan Puisi Tentang Impian dan Harapan Diri untuk Sukses Bersama Swastamita"