Widget HTML #1

Kumpulan Puisi Tentang Perjalanan: Tiada Guna Keluh dan Tangis, Jadilah Pagi untuk Berjuang

Perjalanan selalu indah untuk dikenang, meskipun kita tahu bahwa ada perjuangan yang berdarah-darah di belakangnya.

Tapi, perjalanan tak pernah menuntut keluh walaupun gersangnya jalan setapak memaksa diri untuk menangis.

Semestinya diri ini mengerti bahwa air mata yang jatuh belum tentu membuka jalan baru. Sebelum air mata jatuh, seharusnya diri memulai kembali.

Langkah demi langkah adalah perjuangan, dan banyak orang selalu berusaha menjadi pagi sebagai pejuang. Banggalah jika diri kita termasuk bagian dari mereka.

Rasanya, beberapa untai puisi berikut akan mewakili lika-liku perjalanan yang tak selalu berakhir dengan indah. Aih, tak penting menebak hasil. Terbitnya fajar adalah persiapan untuk berjuang.

Puisi Tentang Perjalanan Tiada Guna Keluh dan Tangis, Jadilah Pagi untuk Berjuang
Tentang Perjalanan. Gambar oleh Free-Photos dari Pixabay

Puisi 1: Kapal dan Ukiran Angka Tentang Perjalanan

lembaran baru bersama dengan hari baru
bersama kehidupan yang baru
mempelajari tentang masa lalu

duduk di atas pulau memori
menulis tentang rumus pengulangan
mencoba menyatukan reaksi dan aksi kimia
tentang molekul-molekul cercah pengalaman

mengambil daun beringin kering
mengukir angka-angka tentang perjalanan
dengan satu langkah dikali seribu perjuangan sebagai fase awal menyakitkan
lalu jutaan kepuasan sebagai hasil dari aljabar kebahagiaan

menatap awan tengah berjalan mengikuti langkah
mematahkan ranting kayu membuat sebuah kapal

di kapal itu terdapat jejak gravitasi bualan
bersama hukum kekebalan hati akan kehidupan

membahas tentang sebuah gurindam
dihias di kolase yang penuh bercak emas
bertemakan sejuk dari langkah angan
membawa ke titik di mana semua tulisan dikumpulkan

tulisan dan ukiran hitam yang tersimpan berwarna emas
persatuan antara pulau, daun, pohon, awan dan gurindam yang telah disiarkan
tak ada yang terlupa, tak ada yang tertinggal
hanya saja, diri yang berubah menjadi lebih bijaksana dari memori kekalutan

Karya: Khairia Nurlita


Puisi 2: Antara Taman dan Kota

Ketika mentari pelik menyapa, sang keraguan mencipta sebuah api semangat berjuang. Kuarahkan pandangan ke sekitar jalan tua. Tak terlihat apapun selain gersang dan mencekam.

Terlangkah kaki ke arah di sana. Arah yang tak tahu apa namanya. Bukan selatan, utara, barat dan juga timur.

Ah entahlah, tapi hati dan naluri membawaku ke sana. Dibawanya aku kesebuah taman kosong yang hanya berisikan rumput kering.

Hei, apa ini!

Hanya terdengar jarum jam yang berdetak dari pusat kota tua. Tak kusadari perlahan taman itu berubah menjadi hijau.

Rembulan datang menyapa.

Ah, inilah waktu di mana insan semesta bergelut memanjakan diri di tempat tidur kesayangan. Namun, diriku masih tetap terjebak di alunan kota tua.

Tak tahu harus ke mana lagi, kumasuki taman yang menjadi hijau itu. Kududuki ayunan kayu, sudah rapuh tentunya. Ada sebuah kertas tergeletak, menambah penasaran benakku.

"Kotamu, gersangnya, kau sendiri yang menanam tandus, maka ubahlah isi hatimu."

Karya: Khairia Nurlita


Puisi 3: Mengeluh kepada Cermin Usang

Duduk di hadapan cermin usang, mengoceh tak tentu arah apa yang dikatakan. Melihat pantulan diri yang tak indah dipandang mata. Meratapi nasib menghadapi segala hinaan yang menimpa.

Bukan berdoa kepada Sang Pencipta, tapi malah keluhan yang terlontar dari mulut sang pendosa.

"Mengapa Tuhan tak adil dengan semua masalah yang menimpa!" Menjadikan siapapun yang melihatnya akan melemparkan tatapan menjijikkan.

Tidakkan diri sadar?

Bukan Tuhan yang sedang tak adil. Tapi karena memang diri yang menentukan jalan garis tangan takdir. Tuhan berikan dua jalan penuntun, teruntuk seluruh insan semesta ini.

Tapi diri memilih takdir yang menyesatkan, tidakkah tersadar?

Jika saja hari ini, Tuhan berikan sebuah layar film tentang masa lalu. Atau bahkan ada keajaiban tentang benar adanya pintu ke mana saja milik Doraemon. Niscaya kau akan menjadi orang yang paling tak bersyukur di seluruh alam ini.

Karya: Khairia Nurlita.


Puisi 4: Para Pengeluh Tak Berguna

Terbuka mata di keheningan pagi. Menghirup udara yang kian menghampiri. Menatap keindahan dunia pagi. Bersama sang surya yang kian menampakkan diri.

Senyum mendominasi hati pagi ini, menikmati dunia ciptaan Sang Maha Raja. Tiada tanding kuasa yang dimiliki-Nya.

Lantas berpikir tentang makhluk di dalamnya.

Bersyukur dengan 'Alhamdulillah' tatkala kenikmatan dari Sang Maha Pemberi terhadirkan. Tetap saja banyak pengeluh tak berguna masih mendominasi dunianya.

Bentang alam luas di seantero dunia, menjadi keindahan yang menyejukkan dan memanjakan netra.

Hanya dengan 'Subhanallah' bisa terungkap betapa indah dan tingginya kuasa Sang Maha Kekal. Namun miris, banyak makhluk tak tau diharap mencemooh bahkan meninggalkan keimanannya.

Teramat hebatnya Sang Maha Pengasih. Membuat yang tak mungkin menjadi mungkin. Memberi maaf dengan mudah saat khilaf menghampiri.

Tapi tersakiti hati rasanya, ketika banyak makhluk-Nya sendiri yang mengeluh akan segelintir ujian kehidupan yang diberikan kepadanya.

Allah Sang Maha Agung, tak pernah pilih kasih terhadap nikmat. Tak pernah memperhitungkan jabatan tatkala memberi kasih sayang.

Dan di sini, kuakhiri sedikit goresan lukis dengan kekuasaan Sang Pencipta di lensaku. Agungnya Sang Pemurah di tujuh penjuru alam ini.

Keesaan Sang Maha Raja di antara beribu penguasa di bumi. Dan kasih Allah SWT untuk makhluk-Nya sendiri.

Karya:   Khairia Nurlita.


Puisi 5: Tangisan Takkan Mengembalikan

Hanya bisa tertawa. Lihatlah mereka. Menggandeng kekasihnya dengan bangga. Memamerkan dengan penuh sukacita.

Tidak!
Apa yang mereka banggakan!
Apa yang mereka senyumkan.

Di sini, di titik sendu ini. Lily yang sudah layu berdiri mengikuti arah mata angin. Tertunduk, menatap tangan yang sudah keriput tak lagi seindah dulu. Turun air matanya, tak sanggup lagi berkata.

Dia saja bingung, apa yang ditunggunya. Seorang yang ditunggunya, sibuk dengan dunianya.

Dia saja bingung, apa yang sedang diharapkannya. Seorang yang diharapkan Sedang becanda gurau dengan kehidupannya.

Dia saja bingung, apa yang ditangisinya. Sedang orang yang ditangisi, tak perduli dengan keberadaannya.

Ha ha ha, hanya bisa tertawa dan tertawa. Apa yang harus ditangisi. Tangisan tak akan mengembalikan.

Ingin rasanya memeluk kembali tubuh itu, kata batinnya. Di mana saat kecil mendengar teriakannya memanggil " I ~Ibu" Di mana saat berjalan dia menangis dan memeluk diri tatkala jatuh.

Apa yang harus ditangisi, tangisan tak dapat menghilangkan kerinduan. Ingin rasanya menyuapkan sesuap nasi, dan mendengarkan bibir mungilnya mengoceh, "Ibu, sudah, aku kenyang."

Miris hati ini.

Dia sudah sukses. Dia sudah berdiri di kehidupannya. Dia tak lagi memedulikan. Sekarang hanya tinggal hati menangis bersama kesendirian yang mengkalutkan.

Karya: Khairia Nurlita.


Puisi 6: Menjadi Pagi untuk Berjuang

Selamat pagi dunia
Berbahagialah untuk kamu yang sedih
Berteguh pendirianlah untuk kamu yang gundah
Berkasih sayanglah untuk kamu yang berduka
Bangkitlah untuk kamu yang sedang terluka

Selamat siang dunia
Ingat mimpimu ingat tujuanmu

Kamu telah melangkah sejauh ini untuk mendapatkannya
Hanya sedikit lagi, kau harus berjuang lebih keras
Burung saja ingin belajar terbang

Selamat sore dunia
Jangan putus asa tentang pencapaianmu
Bunga saja masih ingin berusaha mekar meski hari telah sore
Matahari saja masih menghangatkan meski akan kembali ke peraduan

Selamat malam dunia
Sekarang waktunya kamu untuk mengukir aksaramu
Bergelutlah sebentar di alam mimpimu
Agar esok hari kemenangan bisa menyapamu dengan semangat

Tetap pada pendirianmu
Kau bisa meski semua menghalangimu

Ibarat pagi, siang, sore dan malam. Kau adalah sesuatu yang tak dapat terkalahkan. Meski badai menghantam dan dengan perjuangan yang tak akan sia sia hasilnya

"Menjadi pagi untuk berjuang, memetik siang untuk kemenangan, menikmati sore untuk kesuksesan, mengukir malam sebagai sebuah perjuangan di sebalik perjalanan."

Karya: Khairia Nurlita

Baca juga:

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Kumpulan Puisi Tentang Perjalanan: Tiada Guna Keluh dan Tangis, Jadilah Pagi untuk Berjuang"