Widget HTML #1

Mengapa Urusan Hidup Orang Lain (Selalu) Menarik untuk Dibahas?

Mengapa Urusan Hidup Orang Lain (Selalu) Menarik untuk Dibahas
Membahas Urusan Hidup Orang Lain. Foto: Pixabay

“Jeng, Si A kemarin baru saja beli mobil baru, ya. Kamu liat nggak?”

“Iya bener, Cuy. Mobilnya bagus banget. Mahal pasti itu!”

“Ah, enggak mahal. Paling-paling juga kredit!”

“Belum tentu, Cuy. Entah Si A baru saja naik jabatan. Atau...”

“Atau apa? Warisan?”

*****

Ternyata, membahas urusan hidup orang lain itu selalu menarik bin seru, ya. Terkadang tak cukup hanya sehari, berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan kisah orang lain tak kunjung tamat dibahas.

Pembahasan tersebut juga seringkali datang dari berbagai sisi. Ah, ibaratkan mangga golek, satu urusan hidup orang lain dikupas hinggalah tampak biji. 

Bijinya belum selesai? Bahkan direbus, sampailah tiada sisa “kebaikan” yang tampak dari orang lain. Eh, maksudku, mangga.

Tapi, analogi mangga golek ini cukup nyambung dengan perilaku orang-orang yang suka mengurusi hidup orang lain, kan? Nyatanya memang demikian. 

Jangankan Ibu-Ibu, Bapak-Bapak pun tidak jarang punya tema tersendiri untuk dibahas, yaitu urusan hidup laki-laki lain. Hemm

Padahal, tiap-tiap kita sudah pasti punya urusan hidup saban hari. Kadang kita sibuk, kadang kita santai, dan kadang pula kita kepusingan menatap keadaan diri. Kalau di saat-saat seperti itu datang pembahasan tentang urusan hidup orang lain, bagaimana?

“Ah, gampang! Kalau kita sibuk membahas urusan orang lain, paling-paling di luar sana orang lain juga akan membahas urusan kita.” Hahaha.

Mengapa Urusan Hidup Orang Lain (Selalu) Menarik untuk Dibahas?

Meski demikian, kalau kita amati, sebenarnya sisi menarik dari urusan hidup orang lain itu juga dekat dengan kita. Hanya saja, karena peristiwa yang terjadi dengan mereka tidak sama dengan kita, akhirnya jadi seru untuk dibahas. Lha, kok gitu sih?

Orang Lain Dihampiri Kebahagiaan

Salah satu alasan sederhana mengapa urusan hidup orang lain (selalu) menarik untuk dibahas adalah, karena mereka sedang dihampiri kebahagiaan. Seperti percakapan pengantar yang aku tuangkan di atas tadi.

Orang lain sedang dapat hadiah, menang undian, baru beli kendaraan baru, baru mendapat momongan, hingga memenangkan perlombaan semuanya cukup untuk mendatangkan hasrat pembahasan.

Apakah pembahasan yang aku maksud itu positif? Mungkin saja, kalau sekumpulan pihak yang membahas selalu menuangkan prasangka baik kepada pihak yang dibahas.

Semisal, Si A baru beli kendaraan baru karena selama ini dirinya rajin menabung dan berhemat. 

Kalau urusan hidup orang lain (dalam hal ini; beli kendaraan baru) temanya adalah hidup hemat dan rajin menabung, pasti ceritanya jadi penuh maslahat. Lha, kalau malah kebalikannya?

Jelas, itu celaka! Celaka karena sudah masuk ke dalam ranah ghibah alias mengumpat seseorang. Tetap menarik? Tentu saja! Kadang, rem lidah sudah lost gegara keasyikan mengulik alasan negatif dari kebahagiaan orang lain. Hemm

Orang Lain Dihampiri “Kesedihan”

Selain kebahagiaan, sejatinya kesedihan orang lain juga kadang menjadi urusan menarik untuk dibahas. Kalau kita tinjau dari sandaran yang positif, pembahasan tentang kesedihan orang lain akan mendatangkan simpati dan empati.

Hal tersebut tentu sangat bermanfaat untuk hati para pembahas urusan. Terang saja, jiwa-jiwa individualis akan runtuh seiring dengan datangnya niat untuk membantu menyelesaikan masalah pihak yang bersedih.

Misalnya, Si X sedih karena bangkrut, Si Y sedih gegara belum kunjung dapat pekerjaan, sedangkan Si Z sedih karena belum dihampiri jodoh.

Secara umum, urusan orang lain yang sedang bangkrut akan mampu dipermudah andai kita duduk bersama mencari jalan keluar. Begitu pula dengan urusan menganggur dan belum kunjung dapat jodoh.

Tetapi, akan celaka kiranya jika kita malah menjadikan kesedihan orang lain sebagai topik untuk berprasangka. Misalnya, Si A bangkrut, mungkin gara-gara dia tidak becus atau malah disinyalir korupsi. Si B tak kunjung dapat pekerjaan, bisa jadi kerjanya selama ini malah asal-asalan.

Padahal, itu hanya persepsi semata, kan? Tapi entah mengapa persepsi yang seperti itu malah sangat seru dan menarik untuk dibahas. Inilah celakanya, celaka bahwa para pengurus urusan orang lain tadi sudah masih ke ranah ghibah.

Bagaimana Cara Agar Diri Tidak Sibuk Mengurusi Urusan Orang Lain?

Sejatinya tiap-tiap hamba punya jalan hidup dan takdir yang berbeda. Tidak hanya urusan rezeki, urusan masalah hidup juga demikian. Alhasil, masing-masing diri tak dapat menuntut untuk selalu sama penghasilannya dengan orang lain, atau selalu sebanding kebahagiaannya dengan orang lain.

Jelas, itu tidaklah sama, Bro!

Mereka yang punya rumah mewah, mobil mewah, serta harta berlimpah, biarkan saja. Itu urusan mereka, biarkan mereka bahagia. Toh, belum tentu segala sesuatu yang berbau mewah akan selalu berbuah kebahagiaan.

Sebaliknya juga demikian, mereka yang sedang sedih, sedang gusar, juga sedang ditimpa masalah yang rumit, sebaiknya jangan dibahas bertubi-tubi sampai-sampai dicabik-cabik asal-usul kesedihannya. Itu sudah masuk ranah aib. Akan lebih baik jika kita bantu semampunya.

    Sebagai seorang hamba yang seringkali salah, kita harus sering-sering membatasi keinginan lidah untuk berkata semena-mena, juga membatasi keinginan hati agar tak terlalu jauh menduga-duga. Mengapa? Karena sebagian dari prasangka itu bisa mendatangkan dosa. DOSA!

    “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” QS Al-Hujurat ayat 12.

    Agar aman, kita tinggikan saja prasangka baik. Kalau belum cukup aman, sebaiknya kita perlu fokus kepada urusan diri dan keluarga kita. Tentu saja, kan? Jangankan orang lain, diri kita hari ini saja sudah penuh dengan masalah.

    Lihatlah dari aspek ibadah: sudah sempurnakah wudhu kita, sholat kita? 

    Lihat juga dari sisi keluarga: sudah seriuskah kita mendidik anak-anak kita, sudah halalkah rezeki yang kita jemput untuk keluarga?

    Sederhananya, kita berkaca dengan diri sendiri. Bukan berarti ingin mengulik berjibun kesalahan diri, melainkan untuk mengusir penyakit hati.

    Terang saja, senang melihat orang susah, susah melihat orang senang, murung melihat orang sukses, hingga baper dengan nasihat orang semuanya termasuk cikal bakal penyakit hati, kan? 

    Hal-hal seperti itu perlu dibasmi dengan cara membersihkan hati. Caranya, kita perlu memperbaiki prasangka, juga sibukkan diri dengan sering membaca Al-Quran serta berbuat kebajikan. Dengan cara demikianlah lalu urusan hidup kita akan bermaslahat bagi diri dan alam.

    Salam.

    Baca juga:

    Guru Penyemangat
    Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

    2 komentar untuk "Mengapa Urusan Hidup Orang Lain (Selalu) Menarik untuk Dibahas?"

    Comment Author Avatar
    Sekarang juga bisa dilampiaskan lewat update status di akun medsosnya, Pak Ozy. 🙈
    Comment Author Avatar
    Hahaha. Biar lebih aman ya Pak. Wkwkwk

    Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.

    Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)