Widget HTML #1

Cerpen Tentang Membantu Orang Tua: Aku Bukan Pembantu

Hai Sobat Guru Penyemangat. Sadarkah Sobat betapa sibuknya Ibu dan Ayah kita dalam beraktivitas saban harinya?

Ibu, Mama, atau Emak dalam setiap harinya pasti sibuk menyelesaikan urusan rumah tangga. Perempuan hebat ini harus bekerja ala multitasking demi bisa menyudahi beberapa pekerjaan dalam satu waktu.

Ayah pula demikan. Pria terhebat di dunia ini setiap hari harus banting tulang mencari nafkah, bahkan sejak sebelum matahari terbit hingga surya kembali ke tempat terbenamnya.

Di sanalah keberadaan anak menjadi pelengkap yang sangat penting. Anak diharapkan mampu menjadi penolong sekaligus sosok yang bisa membantu memudahkan urusan Ayah dan Ibu.

Tapi, adakah anak yang merasa dirinya adalah pembantu bagi kedua orang tua di rumah? Selengkapnya simak cerpen berikut ya.

Cerpen: Aku Bukan Pembantu

Oleh Inong Islamiyati

Cerpen Tentang Membantu Orang Tua
Cerpen Tentang Membantu Orang Tua. Gambar oleh lisa runnels dari Pixabay

“Fira... Bantu ibu sebentar di dapur, Nak,” seru ibu memanggil Fira untuk keluar dari kamar.

Fira keluar dengan muka masam. Dia cemberut sambil sesekali menggerutu tak jelas. Terlihat dari wajahnya yang masam, dia benci sekali karena telah diganggu oleh ibunya.

“Ibu kenapa, sih? Tadi Fira sudah katakan Fira sedang belajar untuk ujian. Nanti Fira akan bersihkan,” keluh Fira sambil mencuci piring kotor bekas memasak ibunya.

“Bantu ibu sebentar, Nak. Nanti ibu akan bantu kamu belajar. Setelah ini tolong kamu sapu rumah dan mengepel ya,” sahut ibu sambil membersihkan meja makan.

“Ah ibu ini. Aku bukan pembantu! Ibu saja yang mengerjakannya. Setelah belajar, aku mau pergi kerja kelompok di rumah Nia. Kami sudah janji  mau mengerjakannya hari ini.”

Fira masih saja menggerutu. Dia membilas piring asal-asalan saja tanpa peduli sudah bersih atau tidak.

“Bersihkan rumah dulu Nak sebelum kamu pergi, tolong bantu ibu. Ibu juga harus menyuapi adikmu setelah ini.”

“Aku mau siap-siap dulu ibu. Nia pasti sudah menunggu aku,” keluh Fira sambil pergi meninggalkan ibunya yang terlihat sedih.

Ibunya kembali mengambil piring-piring yang telah Fira cuci dan membilasnya kembali karena ibunya tahu, Fira tidak bersih mencucinya.

Fira selalu kesal jika diatur oleh ibunya. Dia merasa diperlakukan seperti seorang pembantu karena harus membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Padahal dia juga tengah sibuk belajar untuk ujian serta banyak sekali tugas kelompok yang harus dia kerjakan.

Ibunya juga meminta Fira untuk mau menjaga Tia, adik kecilnya yang baru berusia satu tahun. Tia selalu saja menangis kencang sehingga terkadang membuat Fira pusing dan tidak bisa konsentrasi belajar.

Tetapi untungnya, Fira merupakan anak yang cepat dalam mempelajari sesuatu. Dia cepat tanggap di kelas saat guru menjelaskan sehingga saat di rumah, dia hanya perlu mengulang materi saja. 

“Maaf aku terlambat,” ujar Fira saat masuk ke rumah Nia.

Tampak keringat masih membasahi dahinya. Di luar rumah, matahari bersinar dengan panasnya sehingga membuat orang-orang gampang berkeringat. Termasuk Fira.

“Lama sekali kamu Fira, pekerjaan kami hampir selesai,” keluh Yunita salah satu anggota kelompoknya juga

“Maaf, maaf, tadi angkotnya pada penuh jadi aku harus menunggu lama.”

“Sudah tidak apa-apa kok, sini duduk Fira. Kita diskusikan saja kesimpulan materi kita,” seru Nia sambil menyuruh Fira duduk di dekatnya.

Fira langsung saja duduk tanpa memedulikan tatapan benci dari Yunita.

Mereka bertiga berdiskusi sejenak lalu setelah selesai, mereka bercanda dengan riang. Karena sudah selesai mengerjakan semua tugas, mereka akhirnya bermain dan menonton film bersama.

Keluarga Nia berlangganan TV kabel sehingga banyak sekali tontonan menarik yang bisa dinikmati.

“Ini makanan dan minumannya ya non Nia,” seru Mbok Inah, pembantu di rumah Nia.

Dia meletakkan tiga gelas jus jambu dan popcorn serta keripik kentang. Langsung saja Fira dan Yunita melahap makanan dan minuman itu sambil kembali menonton.

“Kamu enak sekali ya Nia. Rumahmu besar sekali. Juga ada pembantu yang bisa membantumu membereskan rumah sehingga kamu tak perlu capek,” celetuk Fira sambil memakan popcorn

“Iya. Kamu cukup fokus belajar saja. Tak perlu disuruh-suruh karena pasti ada yang membersihkan rumahmu. Lihatlah aku dan Fira, kami harus berlelah-lelah dulu supaya bisa  keluar rumah,” seru Yunita menimpali tanda setuju dengan pendapat Fira

“Berlelah-lelah? Maksud kalian membersihkan rumah?”

“Iya,” seru Fira dan Yunita kompak

“Tidak juga kok. Meski ada Mbok Inah, mamaku selalu menyuruhku agar membersihkan barang-barangku sendiri tanpa menunggu bantuan. Lagi pula tidak selamanya ada pembantu di rumah ini. Kalau Mbok Inah sakit dan harus pulang kampung, aku juga yang harus membantu mamaku membersihkan rumah,” jelas Nia panjang lebar.

“Menyebalkan. Memangnya hanya mereka yang sibuk apa,” keluh Fira lagi

“Lagi pula tak ada salahnya jika rumah kita bersih bukan? Kalau rumah kotor kita juga akan mudah kena penyakit dan tidak enak melakukan kegiatan,” seru Nia lagi

“Iya-iya Bu guru Nia, ya sudah aku dan Fira pamit pulang dulu ya. Besok jangan lupa bawa tugas kita ke sekolah,” seru Yunita sambil bangkit dari duduknya. Fira pun ikut bangun sambil mengambil tasnya.

“Iya besok aku bawa. Oh iya tunggu sebentar,” seru Nia sambil pergi meninggalkan Fara dan Yunita. Dia kembali dengan dua buah kantong plastik besar yang penuh berisi camilan.

“Kemarin ayahku baru pulang dari Malaysia dan membawa banyak sekali oleh-oleh. Dia berpesan kalau aku boleh membagikan makanan ini untuk teman-teman. Nah ini untuk kalian berdua karena sudah lelah sampai kemari.”

Tanpa menunggu jawaban Fira dan Yunita, segera saja Nia memberikan kantong itu pada mereka berdua. Fira dan Yunita tampak senang sekali menerima pemberian Nia.

“Benar tidak apa-apa? Kami tidak merepotkan bukan?” sahut Yunita

“Tentu saja tidak. Sudah sana pulang nanti keburu malam lagi,” seru Nia sambil mendorong mereka menuju pintu

“Iya-iya Nia. Kami berdua pulang dulu ya. Assalamualaikum,” seru Fira dan Yunita pamit

“Wa’alaikumsalam,” jawab Nia

Fira pulang ke rumah naik angkot lagi. Sambil memikirkan perkataan Nia tadi, Fira termenung. 

Memikirkan bahwa anak orang kaya seperti Nia saja tidak bersifat malas dan tetap rajin meski memiliki pembantu untuk mengurus segala keperluannya.

Dia merasa sedikit bersalah karena marah pada ibunya. Segera Fira berlari saat angkot sudah berhenti untuk segera meminta maaf. 

“Assalamualaikum,” seru Fira sambil masuk ke dalam rumah.

Tiada jawaban. Langkah Fira terhenti saat melihat ibunya tertidur sambil memeluk Tia, adiknya. Fira baru sadar bahwa ibunya terlihat tua dan lelah.

Fira sedih dan akhirnya sadar, bahwa dia harus berbakti dengan orang tuanya. Ayah sibuk bekerja di kantor setiap hari sedangkan ibu sibuk memasak dan menjaga Tia.

Ibu juga mencuci dan mengurus segala keperluan Fira dan ayah. Fira malu. Sebagai anak dia justru marah tanpa sadar kalau ibunya bermaksud baik dengan menyuruhnya.

Segera saja tanpa menunggu perintah, Fira mengerjakan pekerjaan yang bisa dilakukan. Dia memasak nasi serta membersihkan kamarnya yang berantakan. 

“Fira, kamu sudah pulang?” tanya ibu yang baru saja terbangun. Segera Fira yang tengah sibuk membersihkan kamar memeluk ibu yang berada di depan pintu kamarnya.

“Maafkan Fira ibu. Fira jahat sama ibu. Seharusnya Fira tidak malas saat ibu menyuruh Fira membersihkan rumah. Maafkan Fira, Fira bersalah.” Fira menunduk malu dan ibu langsung mengusap kepala Fira.

“Fira sayang. Ibu bukan ingin menjadikanmu seperti seorang pembantu. Ibu hanya ingin mendidikmu agar menjaga kebersihan dan bertanggung jawab. Lihat saja, kalau rumah kita bersih maka Fira bisa nyaman belajar dan sehat karena tiada kuman dan debu yang beterbangan. Juga Fira belajar bertanggung jawab atas barang Fira. Saat Fira membersihkan kamar Fira, Fira jadi tahu ada barang yang harus dibuang atau disimpan di tempat yang benar supaya gampang dicari.”

Ibu menasihati Fira dengan bijak agar Fira tidak mengulangi kesalahannya lagi. Fira membalas nasihat ibu dengan mengangguk pelan pertanda setuju.

Kali ini Fira berjanji akan membantu ibu di rumah juga tetap belajar dengan giat agar menjadi anak yang berbakti serta pintar.*

Lanjut Baca: Cerpen Ibu Pahlawan Tangguh yang Tak Pernah Mengeluh

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Cerpen Tentang Membantu Orang Tua: Aku Bukan Pembantu"