Widget HTML #1

Cerpen: Permainan di Kehidupan Nyata

Cerpen: Permainan di Kehidupan Nyata

Oleh Devani Imario Putri

Cerpen: Permainan di Kehidupan Nyata
Cerpen: Permainan di Kehidupan Nyata. Illustrated by pcinvasion

Aku menggeledah setiap tempat penyimpanan dokumen di laptop. Mataku yang merah dan berair bergulir mengamati deretan nama dokumen yang tercantum.

Namun, tak muncul sesuai hasil ketikan jemari lincahku yang sudah capek menari-nari di leptop demi menuntaskan tugas yang menumpuk.

Sejak isya' tadi hingga waktu menunjukkan larut malam tepat seperti ketika pesta dansa cinderella dan pangeran juga harus berhenti karena kekuatan ajaib sudah habis.

Kekuatanku untuk bersabar dan mencoba mengetik ulang juga sudah habis terkikis. Di antara kita pernah mengalami tragedi ini, di antara kita akan timbul rasa lelah, panik, geram, dan sedih.

Lantas aku pun akan mengutarakan frustasi dan unek-unek ke sahabat karibku. Aku coba meneleponnya dan ia pun mengangkat cepat.

Aku langsung merintih, "Riksa, Haduh! dokumen tugasku hilang semua! aku harus gimana ini! mana tugas dikumpulkan besok! aku capek!"

Ia menjawab santai seolah tanpa beban dan empati memikirkan nasibku, "Ya, sudah. Kamu segera bikin lagi sana dari awal, jangan malah minta tolong aku, ya! mau nyontek punyaku, enak saja!”

Ucapannya yang blak-blakan dan tajam semakin menyeretku pada kesadaran bahwa memang benar tak ada gunanya meratapi nasib tugasku yang sudah lenyap.

Aku hanya berharap diberikan kata-kata motivasinya yang memecutku agar bisa bangkit walau sakit.

Aku memohon pencerahan dengan rengekan manja, "Kamu jahat banget! kasi aku semangat dong, Ris! biar aku tidak nyerah dengan keadaan ini!"

Kudengar dia di seberang telepon mendengus kesal dan menghela nafas lalu mulai berceramah panjang;

"Denger ya! Mumpung masih ada waktu dan nyawa masih belum ikutan hilang juga mending sekarang dikerjakan lagi! jangan buang waktu buat sedih-sedih terus! tugas kehapus saja sudah panik, resah, dan nangis! dosamu yang belum kehapus pikirkan juga dong!"

Meski semburan nasihatnya bak lahar panas namun bisa meluluhkan hati serta pikiran yang bisa kucerna dengan jernih dan lapang dada. 

Lalu aku pun seperti biasa membalas dengan pujian dan cengiran khas;

"Terima kasih masukannya! MasyaAllah, sahabatku ini memang baik banget! dosa dan sedihku kayak langsung terhapus kalau ngobrol denganmu”

Ia lagi-lagi hanya mendengus jengkel lalu berubah ucap dengan nada kalem bukan jutek, "Iya, lebay. Aku matikan telepon dulu, ya! cepat selesaikan tugas! kalau ada masalah dan butuh sesuatu, cerita saja! Bapakku minta diantar ke kamar mandi, nih!" Dan telepon akhirnya terputus.

Di antara kita pasti pernah mengalami sesi curhat seperti tadi dengan menerima bervariasi saran bahkan ketika pergi ke psikiater kejiwaan sekalipun, namun sosok teman seperti Riska merupakan konsultan terandal dengan nasehat-nasehatnya.

Mengikuti saran Riska, maka aku harus bergadang dan lembur mengerjakan tugas dua kali, meja belajarku pun disinggahi secangkir kopi yang sudah kuseruput habis.

Dan pada akhirnya memang benar tugasku selesai karena rekaman ingatan tentang tulisan esaiku masih mengendap dalam pikiran seperti ampas kopi di cangkirku yang kugeser ke samping rak buku. 

Efek kopi masih menerkam kantukku sehingga mata enggan terpejam, kurang dua jam lagi imam subuh berkumandang.

Aku pun mengenyam waktu malam dengan menyelami permainan online yang dulu sempat sangat marak digandrungi semua kalangan sebagai sarana hiburan untuk mengisi masa-masa selama isolasi di era pandemi bernama "Among Us".

Jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia berarti di antara kita.

Seperti namanya, permainan ini dirancang untuk mencari pembunuh tersembunyi yang menyamar di antara kita, para pemain.

Hingga timbullah rasa curiga dan saling tuduh. Kali ini aku aku terpilih jadi impostor, maka berpura-pura baik dan menyelinap lalu membunuh dari belakang adalah taktikku.

Di dimensi nyata juga ada karakter persis seperti di game ini. Pasti ada di antara kita. Permainan di kehidupan nyata memang ada dan jauh lebih mengerikan.

Terobosan canggih virtual reality pun tak akan menandingi. Ingatanku tiba-tiba melintas pada kejadian tadi siang.

Mereka bertanya ramah kepada ibuku, "Bu, anaknya jarang keluar rumah, ya? padahal kuliahnya di rumah, kan ya? tapi kok tidak pernah kelihatan."

Ibuku menjawab sesukanya diselingi gurauan, "Entahlah, Bu. kenapa dia betah mendekam di kamar, katanya sih ngerjakan tugas."

Aku pun dipanggil Ibu untuk mencicip rujak manis tersebut. Begitu aku keluar, aku langsung terpojokkan oleh The Power Of Emak-emak.

Jujur aku risih, mereka mengamatiku dari ujung kaki hingga ke puncak kepala. Mulut mereka yang masih mengunyah rujak tiba-tiba gencar memuncratkan beragam kritikan dengan tawa palsu.

"Lah, ini Mbaknya! ayo, makan rujak manis bareng! biar wajahnya tidak pucat gini di dalam rumah mulu, kena sinar matahari dan udara siang. Apa memang mbaknya jarang dandan, ya?”

Menurutku ucapan mereka menambah bumbu pedas pada rujak manis yang baru saja susah kutelan.

"Perasaan tambah kurus ketimbang terakhir kali saya lihat dan ingat dulu, Mbaknya olah raga dong! jalan-jalan gitu kayak anak saya, banyak makan yang bergizi juga kayak buah ini! ikut program diet ya mbak? apa lagi sakit? hati-hati, loh!" Ucapnya setelah mengigit irisan buah lalu seolah mencubitku dengan komentar nyelekit.

“Memang gini bentukannya Tante, sudah keturunan dari Ibu.”

 Jawabku sambil terkekeh paksa meredam gemuruh hatiku. Mereka bahkan mengira aku mengidap eating disorder.

Di antara kita pasti pernah mengalami peristiwa ini bahkan mungkin lebih parah namun dalam hal berbeda.

Ibuku tenang menanggapi, ia malah memanjatkan doa, "Lah! Iya, memang penting  olah raga dan makan bergizi biar kesehatan terjaga dan semoga kita terlindungi dari covid yang menular ini. Aamiin!"

Mereka semua mengamini Ibuku berjamaah lalu kembali meyantap rujak sementara aku memasuki rumah dengan terbirit-birit kepedasan untuk mengambil air minum.

Memang yang pedas bukan lidahku tapi kuping dan hatiku mendengar rumpian mereka. 

Aku pun kembali ke kamarku yang nyaman untuk melanjutkan tugasku yang ternyata hilang tertimpa kesialan hingga harus lembur malam ini.

Permainan telah selesai, si kuning harus terdepak karena dituduh tersangka padahal anggapan mereka semua terbukti tidak benar.

Mereka mengaku menyesal tidak bisa menemukan impostor yang sebenarnya tengah menyelinap di antara kita.

Mereka mengekspresikan kegagalan yang tampak pada dinding percakapan. Ia yang tidak bersalah dan tak bisa bila membela diri.

"Memang fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Kasihan Si Kuning tadi terlempar!" 

Aku termangu dan menopang dagu, di antara kita ada hubungan manusia dengan manusia lainnya. Di antara kita dianugerahi banyak sekali watak manusia, beragam rasa, dan rupa.

Di antara kita, para manusia pasti diberi ujian sesuai kelasnya seperti hilangnya dokumen tugas.

Atau Riska yang kemarin pernah bercerita bahwa ia was-was tentang kondisi bapaknya yang semakin rapuh karena menderita stroke sehingga ia harus bekerja menjadi barista di cafe dengan utang yang membelenggu untuk biaya perawatan. Sementara, sang ibu kabur dari rumah.

Aku terlelap lalu terkesiap ketika ada yang menepuk pundak, ternyata ibu membangunkanku. Aku mengerjapkan mata saat melihat arah jarum jam kuno berdentum tepat pukul empat.

"Ayo, siap-siap shalat!" Ajak ibuku lirih dengan bulu mata basah kuyup terkena air wudhu yang ditangkup.

Aku menggeliatkan tubuh dan melangkah keluar kamar menuju rumah ibadah di sepetak ruang dalam rumah susun ini lantas bersimpuh dalam sujud yang utuh tanpa diimami sosok pria yang bisa kupanggil Bapak.

Menengadah doa di antara jarak saf sebelum langit gelap terbelah, berharap agar senantiasa bisa menjalin dan memelihara hubungan antar manusia berserta segala sifat yang melekat di antara kita.

Yang baik buruknya ditentukan hubungan antara kita dengan yang di atas karena permainan terus berlanjut dan akan selesai sesuai kehendak-Nya.

Tamat.

Lanjut Baca: Cerpen Tentang Rintihan Nasi Putih yang Sedih

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Cerpen: Permainan di Kehidupan Nyata"