Widget HTML #1

Cerpen Pendidikan Karakter: Ayam Kesayangan

Hai, Sobat Guru Penyemangat. Kira-kira bagaimana kabar pendidikan karakter anak bangsa di hari ini. Mungkinkah baik-baik saja?

Barangkali ada yang baik, dan barangkali pula ada yang kurang baik, ya. Meski begitu, sebagai manusia kita wajib berusaha memperbaiki diri seraya meninggikan karakter Pancasila.

Bukan apa-apa, tanpa karakter, bangsa ini akan hancur. Dan sedihnya, kehancuran bangsa tentu saja dimulai dari perilaku para manusianya.

O ya, kebetulan tadi Guru Penyemangat baru saja menerima cerpen inspiratif bertema pendidikan karakter anak bangsa.

Cerpen dengan judul "Ayam Kesayangan" berikut dikirim jauh-jauh dari Kudus oleh Fahmi Nurdian Syah. Tapi tidak lewat POS atau JNE sih. Eh

Nah, langsung disimak saja ya:

Cerpen: Ayam Kesayangan

Karya Fahmi Nurdian Syah

Cerpen Pendidikan Karakter Anak Bangsa
Cerpen Pendidikan Karakter Anak Bangsa: Anak Kesayangan. Dok. Gurupenyemangat.com

Langit telah menampakkan rona jingga yang memikat mata. Dari timur pun mulai terlihat kilau cahaya sang surya menembus jendela dan menyapa Ririn yang masih terbaring nyenyak. Ririn pun seketika terbangun dari tidurnya karena pancaran sinar yang menyilaukan mata.

"Duh, ini matahari muncul gak bilang-bilang, masih ngantuk juga" decaknya sambil menutupi wajahnya yang merah merona dengan bantal. 

Meskipun masih ngantuk, Ririn tetap berjingkat dari kasurnya dan berjalan keluar kamar. Dari arah dapur terdengar suara menyalakan kompor. Ia pun mengayunkan kakinya menuju dapur.

"Eh anak mama udah bangun?" Tanya Bu Wati yang sedikit terkejut dengan keberadaan Ririn di sampingnya. 

"Ada apa?, Kan ini hari minggu sekolahnya libur. Sambungnya.

"Sinar matahari udah terang banget jadinya silau deh Ma" jawab Ririn dengan wajah polos.

"Duh kasian, diganggu matahari ya tidurnya, nanti Mama marahin itu matahari" Celetuk Bu Wati sambil mengelus-elus kepala anaknya.

"Mama masak apa?" Tanya Ririn yang melihat Mamanya lagi sibuk menggoreng.

"Masak nasi goreng kesukaan kamu, ini bentar lagi jadi, tunggu Mama di meja makan ya sana."

Ririn hanya menganggukkan kepalanya dan bergegas berjalan menuju meja makan. Saat tiba di meja makan, sepintas ia ingat dengan si kuning, anak ayam kesayangannya. Dipanggil si kuning karena ayamnya yang berwarna kuning. Ia pun langsung berdiri dari tempat duduknya dan berjalan meunju ke halaman belakang.

"Kuning, udah bangun belum kamu?" Tanya Ririn sambil lihat kandang mungilnya.

Piyik...piyik...piyik.. 

Ririn pun mengeluarkan si kuning dari kandangnya. Ia memegang erat sambil mengelus-elus kepala si kuning. Ibu Wati yang sudah selesai memasaknya kemudian bergegas menuju ke meja makan, tetapi ia tidak mendapati keberadaan Ririn di sana.

"Loh kemana Ririn?, Tadi disuruh nungguin di sini" ucap Bu Wati

Ibu Wati pun mengira Ririn masih ngantuk sehingga melanjutkan tidurnya di kamar. Bergegaslah berjalan menuju ke kamarnya. Namun ia tak melihat batang hidung Ririn di sana. Bu Wati pun mencari ke segala penjuru ruangan yang ada di Rumah, hasilnya tetap sama. Ia tak menemukan keberadaan Ririn.

"Aduh Ririn, di mana si kamu nak?" Decaknya sambil kebingungan.

Piyik...piyik...piyik...

Anak Ayam
Anak Ayam. Gambar oleh rihaij dari Pixabay

Suara si kuning sampai ke telinga Bu Wati. Tanpa berlama-lama Bu Wati mengayunkan kakinya menuju sumber suara berasal.

"Ririn, ngapain kamu di situ nak, nasi gorengnya sudah jadi, ayo makan!" ucap Bu Wati yang sedikit teriak dari depan pintu halaman rumah belakang.

Teriakan Bu Wati yang sedikit cempreng itu membuat Ririn agak terkejut. 

"Si kuning makan juga gak Ma?" Tanya Ririn sambil menoleh ke arah Mamanya.

Mendengar pertanyaan anaknya, Bu Wati tidak menjawab sepatah kata. Ia malah berjalan menuju sudut halaman mengambil bungkusan plastik berwarna hitam dan menuangkan isinya ke wadah kecil. 

"Ini taruh dedaknya situ, " ucap Ibu Wati sambil menyodorkan bungkusan tersebut kepada Ririn. 

Ririn menaruh wadah yang sudah diisi sedikit dedak itu ke dalam kandang si kuning yang mungil. 

"Kuning makan juga ya" Ucap Ririn sambil menutup pintu kandangnya.

Setelah ditaruh, Bu Wati dengan segera memegang tangan anaknya dan menarik secara pelan menuju ke dalam rumah.

"Sebelum makan, sini cuci tangan dulu, itu kotor tangannya" tutur Ibu Wati sambil menyalakan wastafel.

Sehabis cuci tangan, mereka pun begegas berjalan menuju ke ruang makan. Di meja terdapat nasi goreng kesukaan Ririn.

"Jangan lupa berdoa, Mama buatin susu dulu." Ujar Bu Wati.

Setelah selesai berdoa Ririn dengan tak sabar menyantap makanan kesukaannya tersebut. Di sela-sela makannya tiba-tiba..

"Ma, Ririn boleh minta gak?" Ucap Ririn sambil mengunyah.

"Minta tambah nasinya?, Boleh" jawab Bu Wati dengan sumringah.

"Ih bukan, Ririn mau dibeliin anak ayam lagi," Ungkapnya dengan penuh harapan.

"Sekarang habisin dulu makannya ya, setelah itu baru kita bahas Ririn mau apa". Ucap Bu Wati sambil tersenyum.

"Kenapa gak sekarang aja Ma?"

"Ririn kan lagi makan, kalau makan tidak boleh sambil berbicara, nanti bisa tersedak." Jawab Ibu Wati

Mendengar ucapan Mamanya membuat Ririn memanyunkan bibirnya. Seperti tidak terima harus nunggu makannya habis. Walaupun begitu Ririn tetap lahap menyantap makanan kesukaannya itu.

Setelah makannya habis, Ririn mengatakan ulang tentang apa yang dia katakan waktu di sela-sela makan.

"Sekarang sudah habis, Ma, Ririn mau dibeliin anak ayam lagi."

"Mau beliin buat temen si kuning?" Tanya Bu Wati serius.

"Iya Ma, Ririn mau dibeliin anak ayam yang berwarna merah dan biru. Tapi nanti dibedain kandangnya." Lanjut Ririn.

"Kenapa harus dibedain kandangnya, katanya buat teman si kuning?".

"Kan warnanya beda Ma, jadi tiap kandang hanya terdapat satu warna."

"Jangan gitu sayang. Mereka kan tetap satu jenis yaitu ayam. Jadi tetap disatukan kandangnya meski berbeda warna. Begitupun jika kamu punya teman, kamu tidak boleh membeda-bedakan berdasarkan warna kulit, jenis kelamin, suku, maupun agama. Mereka ya tetap teman Ririn yang harus diperlakukan sama seperti yang lainnya." Ujar Bu Wati.

Ucapan Bu Wati seketika membuat Ririn diam sejenak, nampak bocah imut itu seperti berpikir.

"Mama mau tanya, Ririn pernah lihat pelangi gak?" Tanya Bu Wati sambil menatap anaknya

"Pernah Ma, baru kemarin waktu pulang sekolah." Jawab Ririn dengan semangat.

"Pelangi itu indah gak?"

"Indah" jawab Ririn dengan yakin.

"Nah, pelangi dikatakan indah itu karena adanya perbedaan warna, coba pelangi hanya terdapat satu warna mungkin tidak akan dikatakan indah. Begitupun dengan anak ayam Ririn nanti, jika disatukan mungkin akan nampak seperti pelangi. Tapi diinget juga, ini bukan berlaku untuk anak ayam Ririn saja, tetapi untuk semuanya, intinya kita tidak boleh membeda-bedakan antar sesama, begitu ya. Ujar Bu wati dengan penuh perhatian.

"Iya Ma, Ririn sekarang paham. Ririn gak jadi beda-bedain kandang anak ayamnya deh, nanti disatukan aja di kandang yang lebih besar. Dan Ririn juga gak pernah kok milih-milih teman" ucap Ririn.

"Nah pinter anak Mama." Pungkasnya.

Setelah itu mereka bersiap-siap untuk pergi ke pasar dan membeli anak ayam yang Ririn inginkan.

- SELESAI    -

Pesan moral dari cerita pendek di atas adalah : jangan lupa untuk mencuci tangan sebelum makan, tidak boleh berbicara saat makan karena bisa membuat tersedak, dan yang paling inti adalah tidak boleh membeda-bedakan antar sesama.

Agaknya pesan tersebut cukup sederhana, kan? Tapi sebenarnya itu adalah bagian dari karakter anak, dan bangsa Indonesia bisa sebesar ini gara-gara kebagusan karakter.

Salam.

Lanjut Baca: Cerita Pendek Motivasi Sukses yang Menyentuh Hati

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Cerpen Pendidikan Karakter: Ayam Kesayangan"