Widget HTML #1

4 Langkah Menumbuhkembangkan Kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW

“Wa innaka laalā khuluqin aẓīm.”

"Dan sungguh Engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung".

Begitulah terjemah dari Kalam Allah yang tertuang dalam Quran Surah Al-Qalam ayat 4. Rasulullah SAW betul-betul berbudi pekerti luhur sebab beliau mempunyai akhlak yang Allah perintahkan dalam Al-Qur’ an.

Bahkan, dalam suatu hadis shahih, istri Rasulullah, Aisyah RA berkata bahwa akhlak Rasulullah merupakan Al- Qur’an. 

Berangkat dari 2 dalil ini saja, ternyata tidak terdapat satupun nada yang dapat menolak kita untuk mencintai dan menyayangi Nabi Muhammad SAW.

4 Langkah Menumbuhkembangkan Kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW
Menumbuhkembangkan Kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Foto diolah dari Pixabay

Meskipun diri ini belum pernah sekali pun bertemu dengan Rasulullah, tapi kita bisa menggaungkan cinta lewat momentum Isra' Mi'raj, Maulid Nabi, Khutbah Jumat, Ta'lim, hingga dzikir dan shalawat tiap usai sholat.

Dari sana kita pula mendalami sirah Nabi bersama, sampai belajar ilmu agama bersama. Aku kira, perihal ini merupakan aktivitas yang sangat baik serta berpahala.

Juga di hari serta di tahun ini, kisahnya masih sama. Meski pandemi masih menyerang, senantiasa saja tidak sedikitpun menyurutkan semangat kita buat kembali mendaur ulang kecintaan kepada Baginda Rasulullah SAW.

Kecintaan kepada Nabi itu merupakan hal yang wajib, kan? Kenapa wajib didaur ulang derajat cintanya? 

Analoginya mirip semacam gelas. Saban hari kita mengenakan gelas buat minum kopi, serta masing-masing hari pula sang gelas tadi wajib dicuci.

Seirama dengan kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW. Cinta kepada beliau “Al-Hasyir” itu tiap hari, tiap detik, serta setiap waktu di manapun diri berada. 

Yang wajib kita bilas merupakan niatnya. Serta mudah-mudahan saja hasrat ini tulus demi merengkuh syafaat dari Rasul di Yaumil Akhir, ya. Aamiin.

Nah, dalam kesempatan ini penulis akan menyajikan 4 langkah menumbuhkembangkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. 

Harapannya, derajat cinta kita selaku hamba bisa terus meningkat seiring dengan bertambahnya hari. Bukan malah ramai di hari-hari besar Islam saja.

1. Tanamkan Kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW Sejak Dini

Lebih gesit lebih baik serta lebih muda lebih semangat, rasanya prinsip inilah yang kita pegang dalam meningkatkan cinta kepada Rasul. Kecintaan kepada Rasulullah diawali semenjak dini, dimulai sejak kecil sebab di umur dini, segenap indra manusia begitu aktif serta gampang menerima reaksi.

Pada webinar Pola Pertolongan Allah (PPA) yang pernah aku simak beberapa waktu lalu, diterangkan oleh dokter Ramadhanus bahwa alat pendengaran manusia telah aktif sejak anak masih berusia 4 bulan.

Bukankah umur 4 bulan alias 120 hari merupakan saat-saat ditiupkannya roh? Rasanya, inilah salah satu penegas kenapa kata“telinga” senantiasa didahulukan dalam Kalam Allah.

Misalnya: pada lafadz“ waja’ala lakumussam’a wal abshaara wal af-idah”(Dapat ditemui di Surah An-Nahl ayat 78 ataupun Surah Al-Mulk ayat 23)

Kata al-sam’a (indra penangkap suara) didahulukan daripada al-abshar (penglihatan). Berarti, seseorang bakal anak telah sanggup“ diajar” walaupun masih berdiam di dalam rahim ibu, kan?

Begitulah. Sedihnya, jika semenjak dalam rahim bakal anak diperdengarkan diksi-diksi kotor yang bertabiat makian, jangan-jangan perkata tersebutlah yang bakal jadi kebiasaannya saat dewasa nanti!

Sementara itu, para sahabat selaku calon orang tua juga perlu menanamkan kecintaan kepada Rasulullah. Triknya? 

Dapat diupayakan dengan sering-sering membacakan Qur’an, bershawalat, zikir, sampai mengimplementasikan Sunnah Nabi Muhammad SAW.

Kala seseorang anak telah lahir pula demikian, amalan-amalan Sunnah Nabi yang sepatutnya orang tua perkenalkan kepada anak. Perihal ini cocok dengan tuangan hadis riwayat Ad- Dailami tentang 3 perkara yang harus diajarkan kepada anak.

“Hubbi Nabiyyikum” (Menyayangi Nabi),“ Wa Hubbi ahli Baitihi” (Menyayangi Keluarga Nabi),“ Wa Qiro’atil Qur’ani”(serta Membaca Qur’an).

2. Tumbuhkembangkan Cinta kepada Rasulullah dengan Adab serta Teladan Secara Rutin

Dalam mengajar, apapun ilmu (kebaikan) yang dihadirkan haruslah mengutamakan adab, begitu pula kala orang tua mau menanamkan kecintaan anak kepada Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah merupakan idola sepanjang masa, pun teladan hidup untuk manusia. Tidak akan sukses rasanya jika orang tua mengarahkan kecintaan dengan metode marah-marah apalagi memaki- maki.

Tugas sekaligus kewajiban menumbuhkembangkan kecintaan kepada Nabi bagi orang tua merupakan dakwah. Dengan demikian, langkah-langkahnya pula harus baik.

Gus Baha (Ahmad Bahauddin Nursalim) dalam ta’ lim-nya sempat berkata kalau masing-masing manusia merupakan budaknya kebaikan. Permasalahannya? Baik bagi seorang hamba belum tentu baik menurut syariat.

Perwujudannya semacam ini. Semisal, ada seseorang anak disuruh orang tuanya sholat dengan metode marah-marah, sedangkan di waktu yang bertepatan, anak tadi diajak oleh temannya buat main permainan ke warnet dengan bayaran main ditanggung oleh temannya. 

Syahdan, si anak bakal pilih yang mana?

Secara otomatis, anak bakal main  ke warnet sebab permainan itu merupakan kebaikan menurutnya. Padahal semestinya sholat dulu, kan?

Walhasil, Qur’an telah menghadirkan solusi: sampaikanlah dengan hikmah (bil hikmah), dengan perkataan yang baik (mau’izatil hasanah), serta dengan bantahan yang baik ( bil-lati hiya ahsan).

Syahdan, Ajari pula generasi muda kita menyayangi Nabi dengan teladan secara rutin. Di mana pun kita berada. Entah itu di rumah, di tempat makan, di masjid, atau bahkan di halaman rumah. Kenalkan Sunnah Nabi yang bisa dikerjakan anak dengan teladan.

Jika kita sebagai orang tua bercita-cita agar anak kita cinta kepada Rasul, maka cita-cita tersebut juga harus sesuai dengan apa yang kita usahakan serta apa yang biasa kita lakukan.

Sederhananya, bagaimana anak-anak kita akan mencintai Nabi Muhammad jikalau setiap hari speaker rumah kita hanya didendangkan lagu India dan remix! Hemm.

3. Jangan Setengah-Setengah Menumbuhkembangkan Kecintaan kepada Rasulullah

Prinsip “jangan setengah- setengah” rasanya lumayan krusial bin penting sebenarnya. Terang saja, ilmu yang diajarkan setengah-setengah bisa jadi menghadirkan pemikiran yang sempit. Kalau sudah sempit, maka nantinya akan rawan terjadi perdebatan.

Contohnya begini, terkait amalan Sunnah Nabi Muhammad dalam sholat. Sikap takbiratur ihram tidak cuma satu, doa iftitah tidak cuma 1, begitu pula dengan gerak tubuh dalam sholat. 

Hal tersebut perlu dikenalkan kepada anak secara utuh agar tidak mengundang perdebatan.

Ya, kita sedih sebenarnya, karena sampai hari ini masih banyak orang yang sibuk berdebat tentang amalan sunnah yang sifatnya hanya furu', padahal masing-masing amalan tersebut punya dalil. 

Bukan dicari yang lebih shahih melainkan benar semua. Selama ada dalil tentunya.

Untuk bisa bijaksana seperti itu, tentu saja setiap insan harus terus belajar, terus menambah ilmu. 

Jangan puas hanya dengan ilmu yang sedikit, juga jangan terlalu mudah menyalahkan amalan orang lain yang tidak sesuai dengan diri.

4. Menumbuhkembangkan Kecintaan kepada Rasulullah bukan Tugas Guru Agama Semata

Kebetulan aku sendiri merupakan seseorang guru yang mengajar mata pelajaran agama di suatu sekolah dasar. Setelah 4 tahun mengemban amanah guru, aku kerap mendapati fenomena kalau tugas-tugas keagamaan kerap dibebankan oleh guru agama saja.

Misalnya, terdapat seseorang siswa yang mencuri duit temannya ataupun kedapatan maling rambutan di rumah tetangga sebelah. 

Atas peristiwa itu, umumnya guru mata pelajaran lain cenderung mengarahkan supaya siswa tadi lekas berhadapan dengan guru agama buat dinasihati. Padahal sang guru yang dimaksud juga bisa, kan?

Kemudian, hadir pula kecenderungan kalau aktivitas ibadah ala cinta Nabi kerap dibanding- bandingkan antara guru agama dengan guru mata pelajaran lain. Perihal ini dapat kita lihat dalam contoh obrolan berikut:

“ Wah, Guru A puasa Sunnah, ya?”

“ Lumrah, kan beliau guru Agama!”

“ Wah, Guru U banyak hafal dalil, ya. Ajib bener!”

“ Wow, padahal dia bukan guru agama ya. Hemm, aku jadi salah kira deh.”

Nah lho? Obrolan di atas sejatinya ialah pola pikir yang salah, kan? Certainly, sebab pada dasarnya masing-masing orang berhak mengerjakan amal baik tanpa harus berstatus ahli ilmu tertentu. Apalagi jika amalan yang dimaksud bermuatan kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW.

Toh, yang nantinya bakal masuk surga bukan guru agama saja, kan? Bahkan, guru agama juga belum pasti masuk surga. Yang jelas, meningkatkan nilai kecintaan kepada Rasulullah merupakan jalur penggapai surga.

Kita tidak tahu seberapa besar amalan orang lain. Maka darinya, kita tidak perlu sibuk menilai atau bahkan mengukur amalan mereka. Mendingan kita sibuk dengan amalan sendiri. 

Terang saja, kabar Padang Mahsyar masih menegangkan. Begitu pula dengan Yaumul Hisab.

Terakhir, selaku insan yang penuh dengan kesalahan, kita wajib terus bin tetap berbuat baik. Sebab, kita tidak pernah tahu tentang kebaikan mana yang hendak membawakan kita ke surga.

Salam.
Ditulis oleh Ozy V. Alandika

Baca juga:

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "4 Langkah Menumbuhkembangkan Kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW"