Widget HTML #1

Cerpen: Ambisi Meretakkan Persahabatan

Jangan biarkan orang lain menertawai impian dan ambisimu!

Ehem, Guru Penyemangat kali ini sudah tampil seperti seorang motivator hebat atau belum?

Hahaha.

Tak usah dipikirkan, deh. Tapi rasanya Sobat semua setuju bahwa dalam kehidupan ini kita membutuhkan impian maupun ambisi.

Dari impian kita bisa terus berjuang, dan dari segenap ambisilah diri ini bisa terus gigih menggapai impian.

Walau begitu, mungkinkah ambisi yang kita gaungkan malah menjadi biang peretak tali persahabatan? Bisa jadi, sih. Namanya juga manusia, kan.

Lebih detailnya, akan terjawab lebih lanjut dalam cerpen berjudul: Ambisi Meretakkan Persahabatan berikut ini.

Cerpen: Ambisi Meretakkan Persahabatan

Oleh Anita Putri Kirana

Cerpen Ambisi Meretakkan Persahabatan
Cerpen Ambisi Meretakkan Persahabatan. Gambar oleh Luisella Planeta Leoni dari Pixabay

Rahma adalah seorang anak perempuan yang lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang pedagang keliling dan ibunya sebagai ibu rumah tangga.

Ia sangat serius dalam belajar, karena Rahma memiliki sebuah cita-cita yang ingin ia raih dengan semangatnya yang sangat tinggi.

Menjadi seorang dokter dan bisa membahagiakan kedua orang tuanya merupakan impian Rahma sejak kecil.

Saat ini Rahma duduk di bangku kelas XI IPA dan ia bersekolah di SMAN 2 Semarang, salah satu sekolah favorit yang ada di kota Semarang.

Bisa masuk jurusan IPA bukanlah hal mudah baginya, persaingan yang sangat ketat di sekolah membuatnya untuk lebih giat dalam belajar.

Rahma memiliki teman dekat sejak kecil yang bernama Eva.

Liburan semester genap pelajaran hampir selesai, Rahma pun mempersiapkan buku-buku pelajaran barunya. Tiba-tiba, ponsel Rahma berdering.

Terdapat sebuah pesan yang masuk, ia pun melihat isi pesan tersebut.

“Hai cantik, besok kita duduk satu bangku ya, kan kita sekelas. Udah berharap dari dulu kita bisa sekelas, akhirnya kesampaian juga."

"Oke Eva yang cantik. Haha," balas Rahma. Rahma sangat bahagia karena ia akan bertemu teman akrab di kelas barunya.

Keesokan harinya Rahma berangkat ke sekolah dan berpamitan dengan kedua orang tuanya. 

Sesampainya di sekolah, ia menghampiri Eva yang tampak duduk di lobi sekolah. Ia pun menghampirinya dan mengajak menuju ke kelas barunya.

Rahma dan Eva memilih untuk di bangku tengah dengan urutan nomor tiga dari depan.

Bel masuk telah berbunyi.

Pelajaran jam pertama pun dimulai, mereka berdua mulai sibuk mencatat tulisan yang ada di papan tulis.

"Eh, nulisnya kok pakai bolpoin warna-warni sih? gak pusing apa bacanya nanti?” tanya Eva. 

Memang sudah kebiasaan Rahma untuk mencatat pelajaran dengan warna tinta yang berbeda-beda supaya ia lebih mudah untuk memahami pelajaran. 

“Iya udah dari dulu aku nyatet pake bolpoin warna-warni, supaya mudah masuk otak," kata Rahma. 

"Oh, yaudah aku ikutan ah, pinjem dong bolpoinnya," ucap Eva. 

Rahma merasa agak sedikit risih dengan sikap Eva yang mengikuti caranya, tetapi ia segera melupakan kejadian itu.

Ambisi
Ambisi. Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay

Rahma berpikir bahwa Eva adalah orang yang ambisius, oleh karena itu ia melihat Eva akan melakukan segala cara untuk mendapatkan yang terbaik.

“Kringgg!" bel pulang sekolah pun telah dibunyikan, Rahma segera pulang dan berpamitan dengan Eva. 

“Dah, aku balik duluan ya." Rahma berjingkat dari tempat duduknya. 

“Oke dah!" balas Eva.

Sesampainya di rumah, setelah berganti baju rahma langsung mengerjakan PR yang tadi diberikan. Ponsel yang ia taruh di atas meja berdering. Ternyata, Eva mengirim sebuah pesan. 

“Besok kita ada PR apa aja?” tulis Eva di dalam pesan itu.  

“PR Kimia Va.”

“Oh, kamu lagi ngapain sekarang?” tanya Eva. 

“Lagi ngerjain PR Kimia ni.”

“Gila kamu Ma, rajin banget, aku juga mau ngerjain ah," balas Eva. 

Tiba-tiba, terlintas kembali dalam pikiran Rahma bahwa Eva memang orang yang sangat ambisius terhadap nilai, tetapi Rahma tidak begitu mempermasalahkannya.

Keesokan harinya, Rahma masuk ke kelas untuk mengikuti pelajaran. 

Boleh Baca: Cerpen Berjuang Bangkit dari Keterpurukan

“Lihat PR Kimia kamu dong Ma.”

Rahma yang baru saja duduk, ia langsung membuka tasnya dan mengambil buku catatan. Ia memberikanya kepada Eva. 

“Gila panjang banget jawabannya, aku foto ya buat tambahan jawabanku," ujar Eva. 

Belum ada jawaban boleh atau tidak, Eva sudah memotret jawaban PR milik Rahma, ia tak sadar telah beberapa kali membuat Rahma merasa jengkel. 

“Anak-anak, silakan besok persiapkan untuk ulangan Fisika ya," kata Bu guru yang ada di depan. Eva seketika bertanya kepada Rahma.

“Kamu belajar dari mana saja buat besok?”

"Paling dari latihan sama baca catatan.” 

"Oh, oke deh," balas Eva. 

Rahma sangat yakin, pada ulangan pertama ini, Eva ingin mendapatkan nilai yang bagus, karena ia tahu Rahma adalah seorang murid yang pintar, maka Eva selalu mengikuti cara Rahma supaya mendapat nilai yang bagus juga.

Di hari besoknya, ulangan fisika pun dimulai.

Karena Rahma telah mempersiapkan sebelumnya, maka ia dapat mengerjakan ulangan fisika tersebut dengan baik. Hingga tak terasa waktu ulangan pun berakhir.

“Aduh, tadi aku gak bisa ngerjain dua nomor, gagal dapat 100 deh," ucap Eva.

"Ah, aku juga gak terlalu bisa," ujar Rahma yang merendah. 

Dugaan Rahma selama ini benar, memang Eva merupakan orang yang haus akan nilai. Berbeda dengan Eva, Rahma tidak pernah pamer dan selalu rendah hati.

Satu minggu kemudian, ulangan Fisika pun dibagikan. 

“Rahma, selamat kamu mendapatkan nilai sempurna," ucap Bu Guru. 

Satu kelas pun ramai memberikan ucapan selamat kepada Rahma. Lalu Eva yang duduk di sebelahnya berkata.

"Sialan, aku harus lebih rajin."

Boleh Baca: Cerpen Sahabat Till Jannah

Mendengar demikian, Rahma merasa bahwa Eva tidak senang ketika teman dekatnya mendapatkan nilai lebih tinggi darinya.

Rahma menjadi bingung dan berpikir jika Eva adalah seorang teman dekat yang baik, maka seharusnya ikut bahagia ketika melihat teman dekatnya mendapatkan nilai yang bagus.

Rahma semakin kesal dengan sikap Eva yang dianggapnya egois itu. 

Sepulang sekolah, Rahma menceritakan kepada ibunya tentang hal yang dialaminya di sekolah. 

“Bu, si Eva itu orangnya menyebalkan, masa dia iri karena aku dapat nilai yang lebih bagus darinya.”

“Biarin aja, orang yang iri seperti itu gak akan pernah bisa lebih bagus.”

Rahma berpikir bahwa perkataan ibunya benar. Sejak saat itu, ia mengabaikan apapun yang diucapkan oleh Eva. 

Persahabatan Rahma dan Eva kian hari semakin retak.

Eva yang tak lagi mengirim pesan kepada Rahma. Rahma melihat tidak ada perubahan sedikit pun pada sikap ambisius dan sombong dalam diri Eva. 

Ulangan Kenaikan Kelas hampir tiba, semua murid termasuk Rahma dan Eva mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk meraih juara kelas.

Di saat-saat terakhir kelas XI, Rahma pun menghabiskan waktunya bersama dengan teman-temannya sedangkan Eva sibuk belajar untuk mendapatkan juara kelas. 

Rahma tidak takut bisa dikalahkan oleh Eva, karena Rahma telah berusaha semaksimal mungkin bukan untuk melebihi kapasitas maksimal.

Setelah Ulangan Kenaikan Kelas selesai, para murid tinggal menunggu waktu untuk pengambilan rapor.

Hari pengambilan rapor pun tiba. Tak disangka, Rahma meraih juara umum di antara lima kelas XI IPA yang ada di SMAN 2 Semarang. Orang tuanya sangat bangga pada Rahma.

Eva yang mengetahui itu merasa frustasi karena ia tidak meraih juara pertama. Padahal ia telah belajar dengan sangat serius. Lalu, Rahma berkata.

"Percuma ambisius, tak akan membawamu untuk menuju kesuksesan jika di dalamnya ada rasa tidak senang akan kesuksesan orang lain."

– SELESAI –

Nah, demikianlah tadi sajian cerpen dari Kak Anita teruntuk Guru Penyemangat dan kita semua. Ambisi boleh, tapi sebaiknya kita lihat sekeliling pula, ya. Takutnya ada si dia yang tersakiti/terzalimi. Ehem

Salam.

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Cerpen: Ambisi Meretakkan Persahabatan"