Widget HTML #1

Syafruddin Prawiranegara: Biografi, Jenjang Karir, Pokok-pokok Pemikiran dan Perannya di Berbagai Bidang

Wawasan keilmuan tentang pemikiran Modern Islam tentu menjadi prioritas utama untuk dipahami, khususnya bagi mahasiswa.

Berikut, Gurupenyemangat.com akan memaparkan pemikiran tokoh Islam yang di cap sebagai Presiden Indonesia Yang Terlupakan, yaitu Syafruddin Prawiranegara. 

Biografi Syafruddin Prawiranegara

Syafruddin Prawiranegara
Ilustrasi Syafruddin Prawiranegara. tirto.id/Gery

Syafruddin Prawiranegara dilahirkan di Anyar Kidul, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, pada tanggal 28 Februari 1911, sebagai anak kedua dari Raden Arsjad Prawiraatmadja.

Dia datang dari keluarga priyayi Banten yang taat beragama. Darah yang mengalir dalam tubuh adalah campuran Banten dan Minang. 

Kakek buyutnya, Sultan Alam Intan, masih tercatat sebagai keturunan Raja Pagaruyung di Sumatera Barat. Buyut Sjafruddin itu dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri.

Ia kemudian menikah dengan putri bangsawan Banten, dan lahirlah kakeknya yang kemudian memiliki anak bernama R. Arsyad Prawiraatmadja.

Itulah ayah Kuding, seorang jaksa yang dibuang Belanda ke Jawa Timur karena terlalu dekat dengan rakyat. Syafruddin kecil suka membaea kisah-kisah petualangan.

Pendidikan yang ditempuhnya adalah ELS (Europeesche Lagere School), MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), AMS (Algeme(e)ne Middelbare School). 

Waktu itu dia sebenarnya berkeinginan kuliah di Fakultas Sastra, karena di Indonesia belum ada, maka harus kuliah di Belanda, dengan alasan keuangan, maka dia kuliah di jurusan sosial ekonomi RHS (Rechtshogeschool). 

RHS setara dengan Fakultas Hukum di Jakarta dan tamat tahun 1939. Semasa mahasiswa dia menjadi anggota USI (Unitas Studiosorum Indonesiensis), sebuah organisasi mahasiswa yang lebih merupakan forum pergaulan pelajar sekolah tinggi tanpa menghiraukan keadaan sosial apalagi politik.

Pada permulaan disahkannya asas tunggal oleh MPR bulan Maret 1983 sebagai satu-satunya ideologi yang diakui negara, Syafruddin Prawiranegara menulis surat kepada Soeharto untuk menjelaskan pendirian kaum muslimin terhadap masalah tersebut. Dia menulis:

”Kalau orang-orang Kristen tidak dibenarkan membentuk organisasi atas dasar Kekristenan, baik Protestan ataupun Katholik, dan kaum muslimin tidak boleh mendirikan organisasinya berdasarkan Islam dan begitu pula warga negara Indonesia lainnya yang beragama lain, maka sesungguhnya Indonesia menjadi sebuah negara nasionalisfacis, sehingga keburukan dan kejahatannya tidak berbeda dengan negara-negara komunis”.

Dalam gerjakan perjuangan kemerdekaan, Syafruddin lebih dekat dan lebih cenderung kepada kelompok sosialis dibawah pimpinan Sutan Syahrir (1909-1966).

Tidak heran kalau Syafruddin senang membaca buku-buku yang berbau Marxisme. Hal ini bahkan ia lakukan sejak di AMS.

Menurut pengakuannya sendiri, bacaan tersebut sempat mengakibatkan imannya tegoncang selama beberapa tahun.

Memang ia mengenal Islam, tetapi hanya dari tradisi dan praktik-praktik orang-orang tua, sedangkan perilaku masyarakatnya seringkali tidak sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri.

Namun ketika ayahnya meninggal, kesadaran keimanannya bertambah kuat. Setelah Indonesia merdeka dan wakil presiden Muhammad Hatta mengeluarkan Maklumat Pemerintah No. X tentang pementukan partai-partai, Syafruddin memilih organisasi Masyumi yang dibentuk pada tanggal 07 November 1945.

Sebagai orang yang banyak berkenalan dengan ajaran sosialisme, sebenarnya Syafruddin lebih menaruh simpati kepada partai sosialis, namun karena rasa cinta dan hormatnya kepada orang tua, Syafruddin memilih Masyumi yang berorientasi Islam.

Kematian ayahnya mengubah hidupnya menjadi seorang muslim yang ingin memperdalam pengetahuan keislamannya.

Dalam wadah Masyumi inilah Syafruddin kemudian belajar Islam dan bahasa Arab dari teman-temannya yang sebelumnya telah akrab dengan Islam.

Dalam wadah inilah kemudian Syafruddin memadukan pengetahuan dan kecenderungan sosialismenya kedalam ajaran Islam.

Jadi, dapat dikatakan bahwasannya jika seseorang mendalami ilmu pengetahuan dan paham-paham selain Islam tanpa keimanan yang kuat, maka tentu ia akan mudah terpengaruh dan paham-paham tersebut akan mempengaruhi setiap pemikiran dan perbuatannya.

Di sini Syafruddin Prawiranegara menaruh perhatian yang mendalam kepada Islam dengan segala seluk-beluknya.

Karena kolaborasi pemahaman Islamnya adalah dengan pengetahuan dan kecenderungan sosialisme, maka pemikirannya juga cenderung mengarah kepada Islam dan kenegaraan.

Jenjang Karir dan Jabatan Syafruddin Prawiranegara

Fakta Syafruddin Prawiranegara
Fakta Syafruddin Prawiranegara. Dok. bi.go.id

Syafruddin Prawiranegara memiliki karir dan jabatan yang luar biasa banyak. Dia memulai karirnya sebagai karyawan hingga pimpinan tertinggi.

Dia beberapa kali sebagai Menteri Keuangan dan telah memperkenalkan Uang Republik Indonesia pertama dengan sebutan ORI ( Oeang Repoeblik Indonesia). 

Dalam pemerintahan, Syafruddin pernah menduduki posisi-posisi penting,. Pada awal kemerdekaan, ia diangkat menjadi anggota badan pekerja KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) serta menteri muda keuangan dan menteri keuangan dalam dua kabiner Sutan Syahrir yang dibentuk pada 3 Maret 1946 dan 2 Oktober 1946.

Ketika kabinet Muhammad Hatta dibentuk pada 29 Januari 1948, Syafruddin dipercaya sebagai menteri kemakmuran.

Sewaktu mengadakan kunjungan ke Bukittinggi, Belanda melakukan agresi militer yang kedua pada 19 Desember 1949 dan menguasai Yogyakarta.

Belanda juga menangkap presiden Soekarno, wakil presiden Muhammad Hatta, dan sejumlah menteri lainnya.

Pada saat genting ini Syafruddin berjasa menyelamatkan Republik Indonesia yang masih muda dengan membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di hutan belantara Sumatera Barat.

Dalam PDRI ini Syafruddin menjabat sebagai perdana menteri, merangkap menteri kemakmuran.

Di Bukittinggi saat itu terdapat sejumlah tokoh. Selain Mr. Syafruddin Prawiranegara ada juga tokoh senior Teuku Muhammad Hasan (Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatra), Mohammad Rasjid (Ketua Pertahanan Daerah), Sutan Muhammad Rasjid (Residen Sumatra Tengah), Lukman Hakim (Komisaris Negara Urusan Keuangan), Indracahya (Koordinator Perhubungan untuk Sumatra), Mananti Sitompul (Kepala Jawatan Pekerjaan Umum Sumatra), dan sebagainya.

Mr. Syafruddin sendiri tidak berambisi untuk untuk menjadi Ketua PDRI mengingat usianya yang masih muda 37 tahun dan pengalaman jabatannya baru sebagai menteri; sedangkan di situ ada Teuku Mohammad Hasan yang usianya jauh lebih tua dan jabatannya cukup tinggi yaitu sebagai Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatra. 

Sebelum pemerintah pusat ditawan oleh Belanda saat Agresi Militer II tanggal 19 Desember 1948, presiden telah mengumumkan pemberian mandat kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat, jika pemerintah pusat pada saat itu tidak dapat lagi meneruskan kewajibannya. 

Syafruddin yang berada di Bukittinggi, ketika serangan Belanda dilancarkan, tidak mengetahui adanya mandat tersebut.

Hal ini disebabkan karena terputusnya jalur komunikasi antara Yogyakarta dan Bukittinggi akibat serangan Belanda terhadap kedua kota itu.

Setelah mengetahui dengan pasti bahwa Bukittinggi jatuh ke tangan Belanda, yaitu yang diberitahukan oleh Rasjid, Residen Sumatera Barat pada dini hari rabu 22 Desember 1945, sejumlah tokoh berkumpul.

Mereka membahas segala kemungkinan yang akan terjadi, dan apa yang harus dilakukan.

Termasuk tentang kemungkinan jika Soekarno dan Hatta ditawan. Mereka belum tahu bahwa dua pemimpin itu memang sudah ditawan Belanda. Pukul 03.40, mereka memutuskan untuk membentuk pemerintahan darurat.

Jadi dalam proses berdirinya PDRI, terdapat titik temu antara legalitas pusat dengan inisiatif lokal.

Hal ini menunjukkan terdapatnya harapan umum kepada PDRI untuk meneruskan pemerintahan dan perjuangan menghadapi agresi Belanda yang mengancam eksistensi negara dengan menawan kepala negara dan pimpinan pemerintah pusat.

Syafruddin menjadi sosok yang berjasa mengamankan kedaulatan RI dan mengemban tugas untuk meneruskan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. 

PDRI terus berkampanye untuk mencari dukungan internasional terhadap kemerdekaan RI. Upaya itu menampakkan hasil.

Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Akhirnya Soekarno dan  kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta.

Berkat Syafruddin, pemerintahan RI tetap eksis dan rencana Konferensi Meja Bundar pun disusun. Dalam KMB yang diselenggarakan di Belanda, untuk pertama kalinya kedaulatan Republik Indonesia mendapat pengakuan resmi.

Beliaulah yang lebih layak untuk mengetuai PDRI. Atas kesepakatan bersama, dan dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Mr. Syafruddin Prawiranegara disepakati menjadi Ketua PDRI.

Yang menarik perhatian adalah mengapa yang digunakan istilah “ketua”, bukan “presiden” PDRI; padahal tanggung jawabnya adalah sebagai presiden dan merangkap sebagai perdana menteri.

Pada sisi lain, istilah ketua tidak dikenal dalam UUD Republik Indonesia. Ada dua alasan mengapa tidak digunakan istilah “presiden”.

Pertama, Mr. Syafruddin Prawiranegara tidak mengetahui adanya mandat dari Presiden Sukarno, kedua didorong oleh keprihatinan dan kerendahan hati.

Namun demikian, meskipun yang digunakan istilah Ketua PDRI, akan tetapi secara de jure Mr. Syafruddin Prawiranegara sebenarnya adalah Presiden Republik Indonesia dengan segala kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh UUD 1945 dan diperkuat oleh mandat Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta yang pada waktu itu tidak dapat bertindak sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Menurut penulis, dipilihnya Syafruddin Prawiranegara sebagai “presiden darurat” tidak lepas dari kecenderungannya terhadap sosialisme.

Hal ini karena dalam kepemimpinan, yang diutamakan adalah keperdulian dan kemauan berkontribusi penuh untuk negara yang akan dipimpinnya.

Setelah menyerahkan kembali mandat kepada Soekarno tahun 1950, Muhammad Hatta yang menjabat sebagai perdana menteri RIS menunjuknya menjadi menteri keuangan.

Kemudian setelah kembalinya Indonesia ke negara kesatuan, Syafruddin diangkat menjadi presiden De Javache Bank. Pada tahun 1953, bank ini diganti menjadi Bank Indonesia dan Syafruddin ditunjuk menjadi gubernur yang pertama.

Syafruddin pernah menjadi perdana menteri pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Barat (1958-1961).

Salah satu sebab pembentukan pemerintahan ini adalah rasa ketidakpuasan pemerintah terhadap pusat.

Pemerintah pusat akhirnya menumpas gerakan dengan kekuatan senjata. Syafruddin dan Mohammad Natsir (1908-1993) yang ikut dalam PRRI dan sejumlah orang lainnya ditahan tanpa proses hukum sampai lahirnya Orde Baru 1966.

Setelah keluar dari tahanan, Syafruddin membentuk Himpunan Usahawan Muslimin Indonesia (Husami). Salah satu kegiatannya adalah mengurus pemberangkatan jemaah haji Indonesia.

Namun, pemerintahan orde baru melarang usahanya karena dianggap menyaingi monopoli pemerintah.

Syafruddin akhirnya mengarahkan kegiatannya ke bidang dakwah. Pada tahun 1983 ia dipilih menjadi ketua umum Koops Mubalig Indonesia (KMI).

Walaupun demikian, perhatian dan keprihatinannya terhadap perkembangan masyarakat dan negara tetap tidak berkurang.

Ia termasuk salah satu anggota “petisi 50”, yaitu kelompok yang berjumlah 50 orang yang menandatangani “pernyataan keprihatinan” terhadap situasi politik kenegaraan Indonesia selama Orde Baru.

Menurut penulis, memang di zaman orde baru, negara seperti dipegang penuh oleh pemerintah.

Pemerintahan terkesan otonom tanpa memperdulikan dan menanggapi secara aktif aspirasi-aspirasi yang disampaikan kepada pemerintah.

Terlebih lagi pemerintah maunya hanya berkuasa sendiri dan tidak mau disaingi. Maka dari itu, keadaan ini begitu memberatkan Syafruddin Prawiranegara dalam mengembangkan kegiatannya dalam Husami.

Karya-karya Syafruddin Prawiranegara

Karya Syafruddin berupa karangan-karangan hasil pidato, ceramah, ataupun khutbah yang tidak dibukukan secara khusus.

Ceramahnya bertemakan tentang filsafat, pandangan hidup, logika, peranan akal dengan selalu berlandaskan Iman kepada Allah SWT.

Alhamdulillah beberapa telah disunting oleh Ajip Rosidi dan dibukukan menjadi 4 jilid diantaranya adalah:

  1. Jilid I, yang berisi karangan dan ceramah yang menguraikan soal-soal yang menyangkut pandangan hidup dan pendirian dasarnya sebagai seorang muslim (terdiri atas 12 karangan), 
  2. Jilid II berisi karangan atau ceramah yang menguraikan soal-soal sosial politik, pembangunan bangsa dan negara (terdiri 24 karangan), 
  3. Jilid III berisi karangan atau ceramah yang membahas soal-soal ekonomi dan keuangan, termasuk tentang ekonomi menurut pandangan Islam (terdiri 25 karangan), Jilid IV berisi khutbah-khutbah dan surat-surat (terdiri 25 karangan) Berbagai buku mengenai kenegaraanpun ditulisnya diantaranya; Sejarah Sebagai Pedoman untuk Membangun Masa Depan, 1975: Peranan Mu'jizat dalam Perjoangan Kemerdekaan Bangsa Indonesia Prawiranegara, tt, Tindjauan singkat tentang politik dan revolusi kita, 1948; Mau kemana kita dibawa, 1979: Islam sebagai agama perdamaian, persaudaraan & persatuan serta pelindung Pantjasila 1967; Al-'Aqabah, pendakian jang tinggi : (beberapa pikiran tentang pembangunan), 1971. Buku-buku dibidang ekonomi yang sempat ditulis diantaranya adalah Agama dan Ideologi dalam Pembangunan Ekonomi dan Bangsa, 1971; Apa Jang Dimaksud dengan Sistem Ekonomi Islam, 1967; Daftar karya buah tangan Mr. Syafruddin Prawiranegara sangat kental dengan nuansa Islamic Worldview sehingga mampu menginspirasi pembacanya. Sumbangan pemikirannya sangat unik telah memberikan gambaran kedepan, bagai terbit di zaman sekarang dan akan datang.

Pokok-Pokok Pemikiran Syafruddin Prawiranegara


Dalam bidang keagamaan, Syafruddin sejak masa mudanya yakin akan kebenaran Islam.

Walaupun dia menguasai berbagai ideologi, seperti kapitalisme dan komunisme secara mendalam, hal ini justru membuat ia lebih terdorong untuk mendalami ajaran agamanya.

Ia pada masa usia sekolah sudah membaca ajaran agama lain secara mendalam dan baru mengetahui isi Al-Qur’an lewat terjemahan dalam bahasa Belanda.

Ia pun sangat berminat untuk belajar bahasa Arab guna memahami ajaran Islam secara baik.

Kecintaannya kepada Islam diwujudkannya melalui aktivitasnya dalam Partai Masyumi sejak partai itu didirikan. Ia adalah anggota pimpinan pusat dan berkiprah untuk agama dan bangsa.

Berikut beberapa bidang yang menjadi pokok pemikiran Syafruddin Prawiranegara:

Bidang Ekonomi Islam 

Syafruddin mencanangkan bahwa sistem ekonomi yang cocok untuk Indonesia ialah sistem ekonomi sosial religius.

Ia melihat bahwa dalam kehidupan manusia yang penuh dengan petentangan antara kaum kapitalis dan sosialis, haruslah ada suatu kekuatan yang dapat menjadi juru damai antara keduanya.

Juru damai itu adalah Islam, karena Islam adalah suatu kekuatan rohani yang universal yang dapat menentukan jalannya sejarah.

Oleh sebab itu, sistem ekonomi Indonesia mestilah didasarkan atas kewajiban manusia terhadap manusia dan terhadap Tuhan.

Menurut penulis, sistem ekonomi yang religus dalam perkembangannya dapat menciptakan ekonomi yang bersih dan berusaha untuk menepis fenomena money-politic di Indonesia.

Kiranya inilah salah satu keinginan yang menjadi harapan seorang Syafruddin Prawiranegara.

Syafruddin juga berpendapat bahwa Islam dan negara Indonesia tidak dapat dipisahkan sebab peran Islam tidak sedikit dalam menumbuhkan kesadaran nasionalisme dikalangan bangsa Indonesia. 

Perasaan keagamaan yang dimiliki rakyat Indonesia dapat mengatasi perasaan kedaerahan dan memberi dasar yang luas serta sumber bagi tumbuhnya benih nasionalisme.

Syafruddin dikenal sebagai seorang pemimpin yang besih dan taat. Ia senantiasa melaksanakan tugas dengan baik dan berusaha memberikan nasihat kepada pihak-pihak yang di nilainya menyimpang dari ajaran agama dan undang-undang.

Oleh sebab itu, ia tidak segan melakukan kritik, baik terhadap temannya sendiri atau terhadap pemerintah atas dasar rasa kasih sayang.

Dia juga tidak segan-segan memuji suatu kebijakan yang positif, sebagaimana ia juga tidak takut memberikan kritik terhadap suatu kebijakan yang di nilainya tidak tepat. 

Setelah tidak aktif dalam berpolitik, Syafruddin ikut pula memajukan kehidupan bangsa dalam bidang ekonomi.

Ia melihat bahwa gelanggang kegiatan Islam bukan hanya semata-mata dalam lapangan politik.

Pada tanggal 24 Juli 1967 ia membentuk sebuah organisasi yang bernama Himpunan Usahawan Muslimin Indonesia (Husami) yang bertujuan untuk mempelajari dan mengembangkan ajaran-ajaran dan kaidah-kaidah Islam di lapangan ekonomi keuangan, membantu dan memperkuat usaha-usaha ekonomi umat Islam Indonesia, serta memberikan darma dan sumbangan bagi pembangunan ekonomi keuangan negara dan masyarakat Indonesia.

Pada bulan Oktober 1970 ia dan beberapa orang temannya mendirikan Yayasan Dana Tabungan Haji dan Pembangunan yang bertujuan untuk membantu umat Islam Indonesia supaya aman dan berencana menunaikan ibadah haji dengan jalan menabung dan melaksanakan pengurusan penabungan yang menjamin keberangkatan pada peserta tabungan untuk menunaikan ibadah haji.

Jadi, pada dasarnya orientasi Syafruddin Prawiranegara adalah untuk menyelaraskan pengembangan sumber daya umat Islam tanpa mengenyampingkan kemajuan negara. 

Sistem ekonomi memang sudah selayaknya mesti memudahkan masyarakat muslim, terutama dalam urusan ibadah haji dan umroh. Ini sebagai tindakan positif dan menguntungkan masyarakat Islam di Indonesia.

Bidang Hukum Islam

Pemikiran Hukum Islam Syafruddin bertitik tolak  dari pandangannya tentang Islam sebagai agama yang sempurna dan mampu menjawab berbagai problem dunia, dimana dan kapan saja.

Hal ini dimungkinkan karena Islam memberikan kebebasan kepada umatnya unutk menafsirkan ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah melalui ijtihad.

Namun demikian, Syafruddin membedakan kedua sumber ajaran Islam tersebut. Al-Qur’an bersifat mutlak, sedangkan Sunnah sebagai penjelasan dari prinsip-prinsip yang ada dalam Al-Qur’an. 

Syafruddin mencontohkan bahwa keterangan Nabi Muhammad SAW yang terdapat dalam hadis-hadis shahih mengenai zakat hanya berlaku untuk masyarakat abad ke-7 yang masih hidup dalam kesederhanaan.

Hanya saja, pesan-pesan moral dan nilai-nilai etik yang terkandung dalam hadis Nabi Muhammad tersebut universal dan harus dipertahankan dalam setiap zaman dan tempat.

Oleh sebab itu, umat Islam harus berani melakukan reinterpretasi terhadap sumber-sumber ajaran Islam tersebut dengan melakukan ijtihad, bukan mempertahankan pendapat ulama masa lalu yang kadang-kadang tidak relevan lagi untuk masyarakat modern.

Dalam hal ini, Syafruddin juga melakukan ijtihad sendiri. Ia memandang bahwa perintah dan larangan adalah hukum Islam berhubungan erat dengan persoalan iman. 

Perintah dan larangan tersebut bertujuan tidak lain untuk mendidik supaya manusia beriman kepada-Nya.

Selanjutnya, hal ini akan berpengaruh dalam membimbing umat Islam dalam menjalankan kehidupannya.

Syafruddin mencontohkan bahwa pemerintah zakat tidak terlepas dari persoalan iman ini.

Oleh karenanya, zakat tidak bisa dibatasi hanya terhadap harta-benda yang disebutkan secara eksplisit oleh Nabi SAW dalam hadis-hadisnya, tetapi harus dijabarkan.

Syafruddin memandang bahwa semua harta produktif wajib dikenakan zakat. Jadi, manusia tidak dapat melakukan hilah (dalih) untuk membebaskan diri dari kewajiban zakatnya.

Dalam hal ini, imanlah yang memegang peranan dalam menaati pelaksanaan perintah tersebut. 

Begitu pula halnya dengan ketaatan meninggalkan perbuatan yang terlarang. Dalam menjelaskan masalah riba, umpamanya, Syafruddin terkenal berani dan tegas. Menurutnya, riba memang dilarang Allah SWT secara tegas (QS. 2; 275):

“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

Tetapi dalam era modern sekarang makna riba harus ditafsirkan ulang. Secara umum, para ulama memahami bahwa riba adalah bunga dari uang yang di pinjamkan. Inilah yang diharamkan oleh Allah SWT.

Pemahaman ini selanjutnya membawa sebagian kalangan ulama kepada pandangan yang mengharamkan bunga bank sebagai alternatif, di beberapa negara Islam dikembangkan konsep bank Islam tanpa bunga yang beroperasi berdasarkan prinsip profit-sharing (bagi untung).

Namun, Syafruddin menafsirkan riba bukan bunga uang atau rente, melainkan segala bentuk keuntungan yang melebihi batas kewajaran yang diperoleh dari transaksi dagang. Syafruddin bahkan memperluas pengertian riba.

Menurutnya, riba tidak hanya terjadi dalam pinjam meminjam. Semua bidang usaha perdagangan dan industri dapat terkena riba.

Riba paling jahat, menurut Syafruddin adalah monopoli dagang dan industri serta penjualan produksi dan jasa yang sangat tinggi, padahal biayanya sendiri relatif murah, sehingga masyarakat mengalami kerugian.

Syafruddin mempertegas bahwa keuntungan dari perdagangan sifatnya menipu, memeras, memanfaatkan kelemahan orang lain untuk memperoleh keuntungan pribadi, adalah riba, walaupun perdagangan tersebut halal secara syariat.

Jadi, riba yang diharamkan Allah SWT, menurut Syafruddin adalah keuntungan berlipat ganda yang diperoleh dari perdagangan kotor, curang, dan eksploitatif.

Inilah riba ad’afan muda’afah (berlipat ganda) yang dilarang Allah SWT sesuai dengan QS: 3: 130:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

Berdasarkan prinsip ini, Syafruddin menolak pendapat yang mengharamkan bunga bank. Sebagai ekonom yang memahami seluk-beluk perekonomian dan dunia perbankan, Syafruddin menganggap bunga bank tidak termasuk kedalam riba yang diharamkan, karena tidak bersifat eksploitatif dan tidak berlipat ganda.

Dalam praktiknya, bank hanya mengambil bunga sekitar 10-15 persen per tahun. Ini adalah jumlah kecil dibandingakan dengan jumlah keuntungan perdagangan bagi peminjam yang mendapat tambahan modal dari bank.

Syafruddin membantah bahwa bank tidak mengambl resiko atas modal yang dipinjamkannya kepada nasabah.bank juga memikul resiko kerugian meminjamkan modalnya.

Dalam perbankan, tidak sedikit bank yang hancur akibat piutangnya mengendap begitu saja.

Karena tidak mengharamkan bunga bank, otomatis para pekerja dan semua yang terlibat dalam kegiatan bank tidaklah memakan uang haram.

Karena dalam Islam, jika sesuatu hal yang dilakukan seperti berniaga, meskipun akadnya halal tapi jika barangnya haram maka tetaplah diharamkan kegiatan niaga tersebut. Begitu pula sebaliknya.

Sebagai konsekuensi dari pemikirannya tentang riba diatas, Syafruddin tidak dapat menerima kebijakan pemerintah tentang monopoli penyelenggaraan haji, apalagi dengan biaya mahal.

Dengan monopoli dan biaya tinggi ini pemerintah memperoleh laba sangat besar. Inipun termasuk dalam kategori riba dalam pandangan Syafruddin.

Oleh karena itu, menurut Syafruddin, umat Islam harus diberi keringanan biaya untuk melaksanakan ibadah haji dan monopoli pemerintah harus dihapuskan. 

Syafruddin sendiri langsung terjun dalam penyelenggaraan haji pada akhir tahun 60-an hingga 1970. Menurutnya, sudah saatnya melakukan pengawasan antar jemaah haji agar tidak dirugikan oleh perusahaan-perusahaan swasta tersebut.

Bidang Dakwah

Berikut pokok-pokok pemikiran dakwah Syafruddin Prawiranegara:

Akal dan Keyakinan Sebagai Dasar dalam Berdakwah

Pemikirannya tentang keyakinan pada kebenaran mutlak adalah kepercayaan yang paling esensi.

Syafruddin sangat komitmen memegang kebenaran serta tegas & lantang memperjuangkan.

Syafruddin menganalisis segala perkembangan zaman dengan menggunakan akal yang menyandarkan pendapatnya pada iman. Iman menjadi benang merahnya, 

Menurut Syafruddin lebih lanjut, Akal yang tak berdasarkan ketuhanan, sifatnya memecah: ia selalu menyangkal, menertawakan, memfitnah dan menghancurkan. 

Akal telah menanam paham persaingan kelas untuk mengobarkan permusuhan di antara golongan-golongan di dalam masyarakat.

Akal telah menghasilkan alat-alat yang dahsyat, sampai bom atom hanya untuk menghancurkan sesama manusia.

Akal itu memperkuat iman, akal hendaknya disesuaikan dengan iman, bukanlah  sebaliknya. “Bahaya akal lebih besar bagi Islam daripada pihak lawan yang terang-terangan memusuhi Islam” kata Syafruddin. Satu-satunya jalan melawan yang ghaib itu adalah kembali kepada Al Qur’an dan Assunah.

Akal busuk dan oportunisme merajalela sekarang. Manusia berlomba–lomba mencari pengaruh dan kursi.

Dakwah Islam dalam Pergolakan Dunia

Islam sebagai kekuatan rohani, akan dapat menentukan sejarah. Menurut Syafruddin, Islam sebagai kekuatan kerohanian (geesrelijke macht) yang tidak tergantung dan tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu.

Syafruddin mengemukakan tujuan dakwah Islam bukan untuk menunjukkan kebesaran Islam yang tak perlu dipropagandakan lagi. Islam adalah spirit rohani perjuangan yang bersifat universal.

Menurut Syafruddin tiga hal yang menjadikan Islam sebagai kekuatan rohani menentukan masa datang:

  • karena ajaran-ajaran dan sifat-sifat Islam sebagai firman Allah,  
  • berdasarkan Sejarah Islam 
  • Islam agama yang sempurna dan penghabisan.

Kemenangan Islam itu bukan karena pedangnya, melainkan karena semangatnya, semangat amar ma’ruf nahi munkar.

Islam mempunyai ajaran jihad yang berarti semangat dengan bersungguh–sungguh dalam segala hal. Ajaran inilah yang menginspirasi pemikiran dan membangkitkan ruh umat Islam.

Dakwah Islam menurut Kacamata Modern

Dakwah Islam harus terus berlangsung meskipun jaman ini sudah modern. Seorang da’i hendaknya menyampaikan Islam yang rahmatalil’alamin dengan bekerja keras dan berpikir cerdas, berhati ikhlas, disertai keistiqamahan, kontinuitas. 

Ketertinggalan dan kemunduran umat Islam dizaman modern, menurut keyakinan Syafruddin adalah kekurang-percayaan umat ini bahwa Islam adalah agama yang sempurna, sebagai penguasa yang adil dan baik. 

Syafruddin menganjurkan umat Islam, agar supaya dapat memimpin umat manusia, umat Islam harus punya kemampuan kebebasan berpikir. Pikiran umat Islam harus superior dan unggul.

Kebebasan menyatakan pendapat itu menurutnya akan mendidik orang memupuk harga diri dan mengajari kita untuk menghargai pendapat orang lain, walaupun kita tidak setuju dengan pendapatnya.

Umat Islam hendaknya tidak menyia-nyiakan nikmat Allah akal yang cerdas. Sebagai seorang da’i hendaknya kebebasan berpikir pun harus sesuai dengan prinsip dan kaidah Islam yang selalu berpedoman pada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.

Kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat akan memupuk kreativitas, meninggikan daya cipta pada orang–orang yang turut bertukar pikiran. Para da’i hendaknya berpikir dan bertindak secara Islami.

Menurut penulis, kebebasan berpikir di sini lebih ditekankan pada penggunaan akal yang berdasar alias punya landasan.

Pikiran yang unggul maupun superior adalah pikiran yang landasannya kuat, sehingga ditentang dengan bagaimanapun tetaplah bisa dipertahankan.

Jika hal ini diasah terus-menerus, pada akhirnya bisa saja melahirkan sebuah teori yang bisa dipakai dan diterapkan oleh semua orang.

Masa Depan Dakwah Islam

Dakwah Islam kedepan seharusnya mampu memenuhi semua kebutuhan manusia. Menurut Syafruddin perlu membangun Islam secara positif.

Makalahnya yang berjudul membangun Islam secara positif memberikan dasar agar masa depan dakwah Islam lebih partisipatif, integral, dan solutif.

Dakwah Islam kedepan akan menghadapi berbagai macam tantangan, hambatan dan gangguan. Iman yang berbuah pada keikhlasan dan akal yang berbuah pada kecerdasan beramal harus dimiliki oleh para da’i.

Hendaknya umat Islam menyesuaikan akal kepada iman, bukan sebaliknya iman disesuaikan dengan akal umat Islam sibuk membela Islam dari serangan musuh yang datang dari luar. 

Umat Islam agar selalu berusaha membersihkan jiwanya sehingga dapat menerima cahaya kebenaran dari Tuhan. Munculnya hedonisme membuat jiwa manusia kotor. 

Kekotoran jiwa tercermin dalam kekotoran alam, di darat, sungai, laut dan udara. Permasalahan tadi memerlukan penanggulangan, berkenaan hal itu Syafruddin menganjurkan agar umat Islam membangun masa depan berdasarkan taqwa.

Suatu hal terpenting ialah umat Islam tidak boleh putus asa, putus harapan terhadap kekuasaan-Nya, keadilan-Nya, kemurahan-Nya.

Allah mengingatkan janganlah berputus asa akan karunia dan Rahmat Allah, yang berputus asa hanyalah orang–orang kafir. 

Jikalau umat Islam berusaha dan berjuang benar–benar karena Allah, maka tidak akan letih, tidak akan merasakan sakit, tidak takut mati. Tidak ada yang lebih baik daripada mati karena Allah, karena menjalankan kewajibannya terhadapNya.

Hidup dan mati ada ditangan Allah, yang harus dikhawatirkan adalah apabila umat Islam melalaikan kewajibannya terhadap keluarga, dan semua kewajiban yang dipikulkan Allah.

Jikalau umat Islam benar–benar beriman kepada Allah SWT, maka akan bahagia. Hidup bahagia karena bisa membahagiakan sesamanya.

Peran Syafruddin Prawiranegara

Pemikiran dakwah Syafruddin memiliki peran dalam beberapa bidang, antara lain:

Bidang Kenegaraan

Peran utama pemikiran dakwah Syafruddin adalah keberaniannya dalam mengambil tindakan untuk mengambil alih menyelamatkan Indonesia dari kehancuran dan kekalahan Belanda, ketika terjadi agresi militernya dengan menangkap Soekarno Hatta.

Dia melihat usahanya berinisiatif mendirikan PDRI sebagai cermin dari imannya kepada Allah, dan melihat usahanya dalam menegakkan PRRI guna menentang rejim Orde Lama yang sewenang-wenang juga sebagai lanjutan imannya.

Bidang Ekonomi

Peran pemikiran dakwah Syafruddin dalam bidang ekonomi sangat banyak. Hal tersebut dapat dilihat dari karier dan jabatannya. Berdasarkan jenjang karir dan  jabatan yang pernah diembannya beliau selalu menjadi pemegang kebijakan penting dalam bidang ekonomi baik semasa penjajahan maupun setelah merdeka.

Wapres Boediono mengenang saat Mr. Syafruddin menjabat Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta pada Maret 1950, melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas sehingga nilainya tinggal separuh.

Dialah yang memperkenalkan uang Republik Indonesia pertama dengan sebutan ORI (Oeang Repoeblik Indonesia) sebagai identitas Negara yang berdaulat.

Ketika RUU Bank Indonesia sedang dirumuskan dia memperjuangkan agar Bank Indonesia sebagai Bank Sentral tetap merupakan lembaga independen tidak di bawah dominasi pemerintah.

Gagasan besar Syafruddin ini dijadikan landasan UU Bank Indonesia baru pada tahun 1999.

Bidang Sosial Kemasyarakatan

Peran pemikiran dakwah Syafruddin dalam bidang sosial kemasyarakatandiantaranya ketika Syafruddin Prawiranegara ditunjuk sebagai ketua umum KMI (Korps Mubaligh Indonesia), publik figur yang memperoleh penghormatan tinggi di masyarakat.

Peran Syafruddin dengan tegas menyarankan agar para da’i dalam berdakwah untuk tidak menimbulkan salah paham, menghimbau dengan sabar, jujur dan penuh tanggung jawab, dengan keikhlasan hati menuju penyadaran dan taubat kepada Allah SWT. 

Peranan dakwah Syafruddin yang luar biasa adalah perlunya berdakwah secara menyeluruh, integral dan totalitas sesuai posisi dan profesinya masing-masing. 

Berarti bahwa da’wah Islam “tak mungkin bisa dilepaskan dari soal–soal politik, soal-soal kenegaraan”, kata Syafruddin.

Di tengah maraknya berbagai kajian yang kehilangan arah dan tidak mempunyai framework yang jelas sekarang, peran pemikiran dakwah Syafruddin di bidang sosial kemasyarakatan menjadi penting sekali.

Perlunya umat Islam selalu dan terus berpegang pada pandangan alam Islami dalam berfikir, bertindak dan beramal di mana pun dan kapan pun.

Berdasarkan uraian pemikiran di atas, tentunya dapat kita ungap bahwasannya Syafruddin Prawiranegara merupakan teladan berharga bagi umat Islam khususnya dan Bangsa Indonesia umumnya.

Ciri yang paling menonjol dari kepribadian Syafruddin ialah sikapnya yang teguh, terus terang, jujur, dan demokratis. 

Dalam pemikiran yang modern, tentu butuh kombinasi dan merujuk atas beberapa ilmu dan pengetahuan.

Jika pemikiran hanya merujuk kepada satu ilmu pengetahuan saja, maka hasilnya nanti akan bersifat subjektif dan tidak universal.

Ini karena kurang diperhatikannya pertimbangan-pertimbangan yang mungkin saja perlu, dan itu tidak hanya terdapat di satu ilmu pengetahuan saja.

Dan salah satu yang tidak bisa dikesampingkan adalah memperhatikan perkembangan zaman dan IPTEK.

Ini juga penting karena Islam pada hakikatnya bersifat dinamis, fleksibel, dan bisa berkembang di zaman manapun selama masih tegak di dunia ini.

Taman Baca:

  • Alfarizi, Salman. Mohammad Hatta: Biografi Singkat (1902-1980). Yogyakarta: Garasi, 2009
  • Al-Qur’an dan Terjemahannya
  • Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996
  • Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2001
  • S. Floriberta Aning. 100 Tokoh Yang Mengubah Indonesia. Yogyakarta: Narasi, 2005
  • Sriyanto, “Pemikiran Dakwah Mr. Sjafruddin Prawiranegara.” Tesis. Program Studi Magister Pemikiran Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011
  • Susilo, Taufik Adi. Soekarno: Biografi Singkat (1901-1970). Yogyakarta: Garasi, 2008
  • Z. Mumuh Muhsin. “Mr. Syafruddin Prawiranegara (1911 – 1989) Sang Penyelamat Eksistensi Negara Proklamasi Republik Indonesia.” Makalah disampaikan dalam Seminar Pengusulan Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai Pahlawan Nasional, Bandung 16 Juni 2009

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

Posting Komentar untuk "Syafruddin Prawiranegara: Biografi, Jenjang Karir, Pokok-pokok Pemikiran dan Perannya di Berbagai Bidang"