Widget HTML #1

Antara Kebutuhan dan Keinginan, Ibaratnya Kita Mengelola Rasa Cinta dan Benci

Kebutuhan vs keinginan, mana yang didahulukan? Agaknya kedua hal tersebut memiliki arti yang berdekatan setipis jarak antara cinta dan benci.

Keinginan mirip dengan impian, harapan, dan hasrat, sedangkan kebutuhan adalah sesuatu yang sangat kita perlukan.

Nah, sebenarnya ada perbedaan yang mencolok antara keduanya, bukan?

Antara Kebutuhan dan Keinginan
Antara Kebutuhan dan Keinginan. Foto oleh Charles Deluvio di Unsplash
Sebagian orang mungkin begitu paham dengan apa yang sebenarnya ia butuhkan. Tapi karena sesuatu hal yang entah bagaimana, kebutuhan yang sejatinya sangat diperlukan pun bisa buram dan dikesampingkan.

Sesuatu hal itu, contohnya adalah hawa nafsu dan gengsi. Kedua hal ini sangat memungkinkan seseorang untuk menempatkan prioritas keinginan lebih tinggi beberapa derajat daripada kebutuhan.

Nafsu bisa mengakibatkan seseorang menderita “lapar mata”, sedangkan gengsi bisa menguras kantong hingga menjadikannya dompet bersumur kosong alias bersarang laba-laba. 

Sangat cocok sekali jika keduanya disandingkan di “pelaminan hati”. Kemudian, siap-siaplah kita menerima kebangkrutan. Hahaha, jangan ya.

Tentu saja setiap orang enggan menerima kebangkrutan, kan?

Kalaulah kebangkrutan itu bisa dicegah sedini mungkin, pastilah setiap orang berusaha keras untuk menempuh jalan sulit demi menghindarinya. 

Cara terbaik? Salah satunya ya dengan memisahkan yang mana keinginan dan yang mana kebutuhan.

Kedua hal tersebut mesti dipisah. Kalau tidak, masa depan kita bisa terancam. Iya kalau kita sudah dianugerahi oleh Tuhan kehidupan yang kaya dengan warisan miliaran, kalau tidak? Jangan coba-coba. 

Cari uang hari ini tidak mudah, Bro! Menghabiskannya iya mudah, semudah bernapas. Wkwk

Keinginan diri mesti dikelola, sedangkan kebutuhan diri mesti diprioritaskan. Ketika pikiran ini mulai didatangi rasa hasrat dan ingin, kita perlu mengajak “kebutuhan” untuk juga hadir di sana.

Misalnya, kita ingin baju baru yang banyak. Di saat itu, hadirkanlah pertanyaan, apakah kita butuh dengan baju baru yang banyak itu? Apakah baju lama kita sudah terlalu usang untuk melawan gengsi? Hingga berpuluh pertanyaan lainnya.

Antara Kebutuhan dan Keinginan, Ibaratnya Kita Mengelola Rasa Cinta dan Benci

Mengelola Rasa Cinta dan Benci
Jadian dengan kebutuhan, putus cinta dengan keinginan. Cihui! Foto oleh rupixen.com di Unsplash
Sekilas, kegiatan begadang memang seru, sih. Tapi, apakah begadang itu adalah kebutuhan kita? akankah begadang itu tetap berdampak baik bagi kelanjutan karier dan kesehatan kita? Bla...bla...bla.

Alhasil, banyak pertimbangan yang datang dan semestinya diri ini akan lebih bijak dalam mengelola rasa ingin. Seiring dewasanya diri, agaknya manajemen keinginan semakin perlu untuk diperbaiki.

Kita perlu menghargai apa yang dipunyai oleh diri serta membuat rencana anggaran yang matang untuk menutupi celah kesia-siaan. 

Terang saja, ketika anggaran kita lebih tinggi daripada penghasilan, sungguh itu alamat bahaya. Sedangkan kita tidak bisa menyisihkan uang saja sudah was-was!

Maka dari itulah posisi neraca kebutuhan mesti lebih tinggi daripada neraca keinginan. Soalnya, apa yang kita inginkan belum tentu baik bagi diri, sedangkan apa yang kita butuhkan tidak selalu menyenangkan hati. Allah SWT berkalam:

...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. QS Al-Baqarah:2: 216

Sejatinya tidak ada yang salah dari rasa ingin. Itu perihal yang wajar karena setiap hamba dikaruniai perasaan, pikiran, dan hati. Hanya saja, rasa ingin perlu dikelola agar seseorang lebih banyak melantunkan syukur.

Dengan bersyukur, seorang hamba bisa semakin mengerti mengapa Allah hadirkan situasi sulit dan situasi bahagia. 

Masing-masing darinya adalah hal yang kita butuhkan sebagai seorang hamba. Ingin kita ya bahagia terus. Tapi, bumi selalu berputar, kan?

Maka dari itulah hasil dari usaha yang didapat oleh masing-masing hamba tidaklah sama dan tidak pula bernilai sama. Allah maha tahu kadar-kadar kebutuhan hamba-hamba-Nya.

Karena cukup sulit untuk dipisahkan, agaknya rasa ingin dan rasa butuh itu tidak jauh beda dengan perasaan cinta dan benci. 

Ketika kita menginginkan sesuatu, kita tentu tidak boleh bersikap terlalu ingin hingga lupa dengan apa yang seharusnya kita butuhkan.

Rasa cinta juga demikian, kan?

Ketika kita mencintai seseorang atau sesuatu selain Allah dan Rasul-Nya, kita tidak boleh terlalu cinta karena akan ada rasa benci setelahnya. 

Perasaan cinta dan benci sangatlah tipis karena masing-masing dari rasa ini bisa bertukaran dalam sekejap mata.

Saat kita balik kedua rasa ini, agaknya masih sama. 

Sikap terlalu butuh dengan sesuatu hal tanpa mempertimbangkan rasa ingin akan membahayakan hati. Rasa benci juga demikian. 

Sikap terlalu membenci malah akan menjadikan seseorang lupa arti cinta. Rugi, kan? Semakin sempitlah hati.

Maka dari itulah, penting bagi kita untuk menempatkan kebutuhan dan keinginan dalam porsi yang pas sebagaimana kita menempatkan perasaan cinta dan benci. Bijaksana atur finansial, bijaksana mengelola masalah rasa.

Salam.
Ditulis oleh Ozy V. Alandika

Baca Juga:

Guru Penyemangat
Guru Penyemangat Guru Profesional, Guru Penggerak, Blogger, Public Speaker, Motivator & Juragan Emas.

2 komentar untuk "Antara Kebutuhan dan Keinginan, Ibaratnya Kita Mengelola Rasa Cinta dan Benci"

Comment Author Avatar
Ketika kita mencintai seseorang atau sesuatu selain Allah dan Rasul-Nya, kita tidak boleh terlalu cinta karena akan ada rasa benci setelahnya. Hmmm ... Artinya dahulu parang sekarang besi. Dahulu sayang sekarang benci. He he ... Selamat malam, cucunda.
Comment Author Avatar
Hhehehe, ahsiyyap, Nek. Dahulu besi sekarang masih besi, masih ada orang yang dahulu benci, sekarang tetap benci.Hihihihi
Selamat siang Nek.
Salam

Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.

Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)