Cerpen: Lubuk Jogong
Ilustrated by Pixabay |
Lubuk Jogong terletak di salah satu Desa terpencil yaitu Desa Periang. Kenapa dinamakan demikian, karena tersimpan kisah-kisah tentang peristiwa yang dianggap oleh penduduk setempat suatu kejadian aneh.
Seperti contoh, di atas lubuk jogong ada gundukan tanah yang menurut sebagian masyarakat setempat dibawa oleh Si Pahit Lidah untuk membendung sungai Musi. Benar atau tidaknya, itu semua kembali kepada kepercayaan masyarakat setempat.
“Apaa.?” kata Pak Suyadi saat menikmati hasil tangkapan ikan yang baru didapatnya di sungai Beliti.
“Orang mati hanyut.?”
“iya, Pak Suyadi, ada orang mati hanyut di lubuk jogong.?” sahut Pak Budi dengan nada gugup.
“Ada apa toh Pak pagi-pagi gini ko’ udah ribut kayak pasar ikan asin aja.?” sahut Bu Surti istrinya Pak Suyadi yang tiba-tiba keluar dari bilik pintu dapur dengan membawa dua cangkir kopi pahit.
“ Itu lho mbok tetangga kita mati hanyut di sungai Beliti.! sahut Pak Budi.
“Tetangga yang mana.?” tanya Bu Surti tiba-tiba.
“Itu lho Pak Kardi suaminya Inem.” jelas Pak Budi.
“Oh Pak Kardi.!” tanggap Bu Surti.
“Emangnya apa penyebab Pak Kardi mati hanyut.?” Pak Suyadi pun ikut bertanya.
“Kejadiannya di saat Pak Kardi mau bantu istri Pak Kades yang hampir hanyut eehh malah Pak Kardi yang hanyut.” jelas pak budi kemudian, sedangkan Pak Suyadi dan istrinya hanya mengangguk aja.
“Ya sudah kalau gitu sambil mengobrol kopinya diminum.” pinta Bu Surti kepada Pak Budi, seraya meranjak pergi meninggalkan Pak Budi dan suaminya.
Berita atas mati hanyutnya Pak Kardi cukup menghebohkan. Bahkan semua orang-orang penduduk Desa Periang ikut dalam pencarian. Ada yang bawa ban melalui air, ada yang menggunakan rakit yang terbuat dari bambu, bahkan para aparat kepolisian juga ikut mencari.
***
Tak terasa sudah dua hari dalam pencarian mayat Pak Kardi, tapi belum juga membuahkan hasil. Meski begitu, usaha tetap dilakukan. Bahkan, tidak sedikit pun mengurangi semangat para penduduk dalam pencarian.
“Bagaimana, Pak, sudah ketemu jasad Pak Kardi ya.?” tanya Bu Surti kepada tetangganya yaitu Faijo.
“Belum, Mbok.” jawab Faijo.
“Kasian sekali Pak Kardi ko’ matinya kayak gitu ya.” ucap Bu Surti pelan.
“Semuanya sudah takdirnya mbok.” sambung Faijo kemudian seraya melanjutkan pekerjaannya.
“Iya aku tau jo tapi kan kasian anak dan istrinya.” keadaan semakian hening Faijo dan Bu Surti hanya terdiam seribu bahasa. Sedangkan pencarian terus berlanjut sampai akhirnya.
“Ada mayat.....ada mayat....ada mayat.?” teriak seorang pemuda berlari menujuh perkampungan.
“Mana mayatnya.?” tanggap seseorang lelaki yang separu baya.
“Itu di sungai .” pemuda tersebut menujukkan kearah sungai. Atas penemuan mayat cukup menggegerkan penuduk setempat.
Pukul 08:00 Wib. Semua penduduk sudah datang untuk melihat mayat yang dikabarkan. Setelah diangkat oleh sebagian penduduk, barulah mereka tahu kalau mayat tersebut kira-kira berusia 45 tahun.
Penemuan mayat yang mati hanyut di sungai itu lantas geger dan sudah tersebar di seluruh wilayah kecamatan empat lawang sehingga sampai ke desa Periang.
Setelah diangkat, tubuh mayat tersebut sudah membengkak dan menebarkan bau yang kurang sedap. Setelah itu jasad Pak Kardi dimakamkan secara layak.
Syahdan, kejadian itu menimbulkan banyak sekali tanggapan masyarakat tentang keganasan air Beliti. Ada yang mengatakan air Beliti minta tumbal, bahkan masih banyak lagi tanggapan yang lain tentang keganasan sungai Beliti.
Cerpen Karya: Toni Iskandar, S.Pd
Posting Komentar untuk "Cerpen: Lubuk Jogong"
Posting Komentar
Berkomentarlah sesuai dengan postingan artikel. Mohon maaf, link aktif di kolom komentar tidak akan disetujui.
Diperbolehkan mengutip tulisan di blog Guru Penyemangat tidak lebih dari 30% dari keseluruhan isi (1) artikel dengan syarat menyertakan sumber. Mari bersama-sama kita belajar menghargai karya orang lain :-)